Modernis.co, Jakarta – Kepala Badan Strategi Kebijakan dalam Negeri (BSKDN) menyatakan bahwa pada tahun 2023 Indonesia termasuk kategori negara flawed democration atau demokrasi cacat menurut indeks demokrasi global.
Isu tersebut dibahas dalam forum akademis oleh prof Jimly Asshiddiqie saat pidato pengukuhan guru besar kehormatan melalui program Meiegunyah Fellowship di Melbourne University yang berjudul “Democratic Refression and the Rule of Law in Indonesia”.
Menanggapi hal tersebut, pengamat politik Rocky Gerung melihat malam penganugerahan Prof. Jimly merupakan hasil evaluasi terhadap kehidupan demokrasi di Indonesia yang diwakilkan melalui suara guru besar.
“Sebenarnya ini semi akademis dan semi politis, Jimly paham tentang demokrasi,” kata Rocky Gerung sebagaimana dilansir dari youtube Rocky Gerung Official, Sabtu (29/07/2023).
Ia menambahkan bahwa sebenarnya Australia sedang mengirim sinyal kuat untuk Indonesia terhadap keadaan demokrasi di Indonesia. pidato Prof. Jimly di Melbourne sebagai jembatan untuk mendesain opini public global.
“Australia mau pakai stempel tokoh Indonesia untuk memberi kritik pada demokrasi di Indonesia, akan berbeda jika ulasannya datang dari peneliti Indonesia di Melbourne dengan Jimly yang memberikan kritik di forum, lain sense-nya,” tegasnya.
Lanjut Rocky, sikap Australia harus dibaca sebagai teguran global melihat proxy Australia dan Amerika. Kritikan resmi tersebut harusnya dibaca dengan penuh kesadaran oleh para kalangan politis Indonesia.
“Tapi tegas sinyalnya bahwa dunia barat menganggap Indonesia gagal dalam demokrasi,” terang Rocky.
Rocky menambahkan, semua hal yang menyangkut Indonesia akan dianalisis kuat, melihat sumber energi baru dunia dan posisi strategis dalam mengendalikan keamanan indopasifik ialah Indonesia.
“Enggak, mungkin intelegensi asing membiarkan Indonesia dalam kondisi berantakan,”
lebih jauh Rocky menambahkan bahwa kepemimpinan Jokowi dalam menjaga demokrasi juga perlu di pertanyakan.
“Jokowi ndk paham, seorang pemimpin kapasitasnnya mesti penuh , pengetahuan soal sejarah global politik, makro ekonomi , bukan hanya sekedar elektabilitas bagus tapi dunia membutuhkan lebih jauh daripada itu,” tegasnya. (AA)