Menikah dan Mapan, Mana Harus Didahulukan?

menikah mapan

Modernis.co, Jambi – Mapan itu kata yang relatif. Tidak ada standar tertentu. Tapi, mapan itu biasanya diidentikkan punya pekerjaan tetap dengan gaji cukup. Mapan biasanya juga dikaitkan dengan orang tajir, sudah punya rumah, mobil, dan seterusnya.

Tapi, apakah harus menunggu tajir melintir untuk menikah? Atau harus menunggu punya pekerjaan tetap, punya rumah, mobil dan lain sebagainya untuk menikah? Jika iya, betapa sial orang yang tidak memenuhi itu.

Memang, ada yang berpikiran demikian. Ini jelas. Misalnya saja pekerjaan. Kalau tidak punya pekerjaan, mau dikasih makan apa keluarganya nanti. Jelas, tidak ada orang yang mau disengsarakan setelah menikah. Apa lagi diajak susah.

Tapi, ada juga yang tensinya dalam soal ini tidak setinggi yang pertama. Tidak harus punya rumah dan mobil. Yang penting punya pekerjaan tetap. Dan kira-kira penghasilan cukup. Maka tak masalah menikah.

Ada juga yang berpikiran bahwa mapan itu bukan termasuk salah satu rukun dan syarat pernikahan. Yang penting syarat rukun terpenuhi, maka menikah saja.

Memang, itu benar. Tapi jika memilih pilihan seperti ini, harus dipikirkan juga soal nafkah setelah menikah nanti. Menikah itu penting. Tapi setelah menikah jauh lebih penting. Harus dipikirkan masak-masak.

Dalam sebuah hadits, Nabi bersabda: “Wahai sekalian pemuda, barang siapa di antara kalian yang telah mampu, maka menikahlah, karena menikah lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barang siapa yang belum mampu maka hendaknya ia berpuasa. Sebab puasa bisa menjadi perisai baginya.”

Pesan hadits di ini, jika sudah mampu, maka silahkan menikah. Artinya, para pemuda yang ingin menikah harus mampu dulu.

Salah satu kata kunci dalam hadits tersebut adalah mampu. Mampu bukan hanya soal reproduksi. Tapi juga soal intelektual, sosial, emosional, dan juga mampu secara ekonomi.

Mampu secara ekonomi bukan berarti harus tajir melintir. Tapi, paling tidak, punya penghasilan cukup untuk kehidupan setelah menikah. Sehingga, mampu menghidupi istri setelah menikah nanti.

Mampu secara emosional juga penting. Terutama untuk menjalani kehidupan setelah menikah, kita butuh ini. Kemampuan secara emosional itu bagaimana mampu merancang kehidupan secara jernih dan bijak. Itu bisa dibicarakan bersama. Tidak mengedepankan ego, saling memahami, dan seterusnya.

Jika menurut kita sudah mampu. Maka, cari saja calon pasangan. Memang, jodoh itu di tangan Tuhan. Yang artinya jodoh itu sudah ditentukan. Itu benar. Saya percaya itu. Tapi, kita harus melakukan usaha untuk menemukan calon pasangan hidup kita itu.

Apa kriteria dalam mencari pasangan hidup? Dalam hal ini, Nabi memberikan kriteria. Nabi, bersabda: “Wanita itu dinikahi karena empat hal, karena harta, keturunan, kecantikan, dan karena agamanya. Maka pilihlah karena agamanya, niscaya kamu akan beruntung.”

Kriteria ini secara redaksional memang untuk perempuan. Tapi, itu juga berlaku untuk laki-laki. Artinya, perempuan juga bisa menggunakan kriteria itu untuk menemukan calon pasangan hidupnya.  

Memang ada beberapa kriteria yang diajukan oleh hadits tersebut. Bagi saya, itu kriteria umum. Di luar itu, kita juga boleh menambahkan kriteria versi kita sendiri. Misalnya, adanya kecocokan dengan kita. Dan seterusnya. Jika kita merasa sudah mampu, dan sudah menemukan calon pasangan hidup, maka menikah saja.

Kembali soal mapan. Jelas setiap orang punya ukuran tersendiri tentang kata mapan. Tapi, paling tidak soal nafkah setelah menikah harus sudah dipikirkan dan ada kepastian. Itu salah satu terjemahan dari kata mampu dalam hadits di atas.

Kalau untuk menjamin nafkah belum sepenuhnya bisa, artinya belum mampu. Maka harus puasa. Puasa bukan hanya menahan makan dan minum. Tapi, puasa itu bertapa. Bertapa itu artinya menempa diri untuk meningkatkan kadar mampu sebagaimana yang di sebutkan dalam hadits di atas.

Jadi, mana yang harus didahulukan? Menikah dulu baru mapan, atau mapan dulu baru menikah? Yang jelas, mapan itu relatif. Jadi, ini soal pilihan saja. Yang disinggung di hadits di atas bukan mapan. Tapi mampu. Karena itu, kalau merasa sudah mampu, paling tidak untuk menjamin nafkah, temukan calon pasangan yang cocok, dan silahkan menikah.

M. Khusnul Khuluq
M. Khusnul Khuluq

Muhammad Khusnul Khuluq, S.Sy., M.H. Alumnus Jurusan Syariah Universitas Muhammadiyah Malang tahun 2015. Peraih The Asia Foundation Scholarship of Master Program on Syaria and Human Right Studies.

Leave a Comment