Modernis.co, Malang – Bukankah Prof Din berasal dari IPNU dan besar di Gontor sebelum kemudian menjadi Ketua Pemuda dan Ketua PP dua periode. Naturalisasi ulama sekaliber Gus Baha, Buya ar Razy, Khalid Basalamah kenapa tidak ?
Melahirkan Duo Mansur (Kyai Mas Mansur dan Buya AR Sutan Mansur) kader terbaik di Persyarikatan, Kyai Dahlan tidak harus membangun pesantren atau melalui pendidikan kader ulama dahulu, tapi cukup dengan diskusi intens, terarah dan terukur.
Untuk mendapatkan libero dan striker sekelas Marselino, Yacob Sayuri, Pratama atau Mark Ock yang tak kenal diam membawa bola menggempur lawan, tidak harus lahir dari SSB atau nunggu selesainya lapangan bola berkelas FIFA dibangun di kampung-kampung, tapi cukup melakukan survey, penyamaan visi dan komitmen pemain dari berbagai latar belakang sosial yang tinggal di beberapa negara.
Cara ini cukup ampuh dan efektif — jaman memang sudah berubah dan banyak hal sangat mungkin bisa dilakukan untuk banyak kebaikan. Meski dengan cara yang mungkin kita tidak bersetuju.
***
Ada beragam strategi untuk mengejar ketertinggalan –tiga puluh- lima puluh tahun silam betapa susahnya mencari sarjana lulusan master, doktor apalagi sekelas guru besar di kalangan umat Islam tradisionalis sebab itu jabatan-jabatan yang membutuhkan syarat akademik tinggi selalu diisi dari umat Islam modernis.
NU puasa cukup lama, hingga Gus Dur terpilih menjadi Presiden dan membikin lompatan jauh: program 1000 doktor, program percepatan ini sungguh dahsyat dan sekarang kita bisa melihat hasilnya: ratusan doktor dan guru besar lahir dari kelompok umat Islam yang sering dilabeli kuno, tradisional, jumud dan kolot.
Kader politik NU tidak harus berasal dari BANOM yang mereka punya, dengan sistem berjenjang tapi kaku dan lamban. Progresif menjadi ukuran. Komitmen pada ideologi berikutnya. Dan Gus Dur bisa membaca situasi jaman dengan cermat.
***
Di awal berdiri kader-kader Muhammadiyah adalah hasil dari naturalisasi –saat Kyai Dahlan mengenalkan ide-ide kebangunan Islam masih belum ada Majelis Kader, belum ada Pemuda, belum ada IMM atau IPM atau NA dan semua turunannya.
Kyai Dahlan begitu terbuka, dinamis dan progresif meski sering banyak bikin kaget umat Islam yang lain, inovasi Kyai Dahlan begitu pekat terasa, yang oleh Gus Dur disebut kemenangan dialektik,
Kyai Mas Mansur adalah jebolan Taswirul Afkar bersama Kyai Wahab Hasbullah kelompok yang bergerak di bidang pemikiran Islam yang dinamis, ayahnya adalah Imam dan khatib masjid Sunan Ngampel dan lahir dari bangsawan ningrat Astatinggi di Sumenep Madura.
Mas Mansur dan Mbah Wahab mendirikan madrasah yang bernama Khitab al-Wathan (Mimbar Tanah Air), madrasah Ahl al-Wathan (Keluarga Tanah Air) di Wonokromo, Far’u al Wathan di Gresik, dan Hidayah al-Wathan di Jombang. Setiap mendirikan kegiatan baru, mereka memberi nama belakangnya “wathan” yang berarti tanah air. Dari sana dapat diketahui bahwa betapa besar kecintaan mereka pada tanah air.
***
Memperbanyak ragam strategi dan sistem pengkaderan adalah niscaya — tidak harus saling menafikkan dan mendominasi. Kyai Dahlan banyak memberi contok baik: beliau diskusi dengan Semaun Darsono tentang ideologi Islam kiri, berdebat dengan Agus Salim tentang kemungkinan Muhammadiyah menjadi Partai Politik dan bekerja sama penganut theosofi Dr Soetomo membangun rumah sakit pertama di kalangan pribumi santri— wallahu ta ala a’lm.
Oleh: KH. Nurbani Yusuf (Pegiat Komunitas Padhang Makhsyar Malang/Kiayi Muhammadiyah Malang)