Modernis.co, Malang – Tuhan di mana engkau? Kezaliman ini sudah terlalau lama. Dan kami tak bisa membantu selain doa dan uang 100 ribu yang aku titipkan pada lembaga amal.
Shalat malamku terhenti pada rakaat ketiga. Saat terbayang si kecil yang berumur 12 tahun menggendong adiknya yang masih butuh tetek ibunya. Serdadu Israel tanpa ampun memberondong ibunya yang diduga membawa bom bunuh diri. Ibunya bersimbah darah dan mati di depan matanya. Ia pun menjerit sambil memeluk erat adiknya dan berkata: “aku adukan kalian pada Tuhanku”.
Saya tidak akan menarik kejadian ini pada konflik yang bermula dari sentimen agama. Yahudi atau Islam. Tapi soal humanitas. Petaka kemanusiaan akut. Agama hanya alat apalagi sekedar berebut tempat shalat. Agama berubah menjadi sarana marah.
Soal besarnya adalah kenapa agama mengajarkan kekerasan, setidaknya membiarkan pemeluknya melakukan kekerasan atas nama agama. Benarkah demikian. Al-Aqsha barangkali merepresentasi anak cucu Ibrahim dari keturunan Ishak dan Ismail berebut legitimasi tanah suci itu. Sesungguhnya kita bersaudara satu bapak lain ibu. Tapi disitulah uniknya. Yang membuat selisih kian rumit layaknya benang kusut.
****
Malam ini saya tak bisa membedakan rasa. Palestina sudah terlalu lama tak kunjung selesai. Saya kadang berpikir kenapa Tuhan membiarkan terlalu lama kezaliman menindas. Pertolongan dari Tuhanmu sangat dekat jangan berputus asa. Tapi kapan. Seakan membiarkan tanpa penjagaan. Apa hakku bertanya pada Tuhanku.
“Aku adukan kalian pada Tuhanku,” kata gadis kecil yang putus asa. Kenapa doa doa tak diijabah di tempat tempat yang katanya keramat. Desahnya, sambil menutup wajahnya. Air matanya mengering. Dadanya sesak. Semangatnya mulai susut. Tuhan bukan aku tak percaya pada janji pertolongan-Mu. Tapi ini terlalu lama. Aku tak punya siapa pun.
Raja Salman, Erdogan, Para Sultan, Para Emir di negara negara super kaya, para ulama suni yang mengaku paling Islam semua hanya diam terpekur tak satu pun ada perintah dari para panglima di negeri-negeri yang mayoritas muslim tak ada gerakan kecuali sesekali terdengar pada khutbah para alim dan ustad dengan dalil-dalil yang mulai dilupakan. Negara yang saya sebut ini kerjaannya hanya pamer kekayaan dan tinggi-tinggian gedung.
*****
Harapan tinggal Iran atau Rusia atau juga China, di negeri para Mullah dan Atheis ini meski ada isu perangnya hanya drama tapi saya tak perduli, meski drama paling tidak ada yang bisa diperlawankan untuk menunjukkan bahwa islam belum kalah menunjukkan bahwa kami umat islam masih bernapas meski sekali napas setelah itu mati— tapi siapa tahu: Iran yang Syiah itu menyerang beneran dan mengalahkan para musuh Allah lewat tangan kelompok yang selama ini kita benci dan kita musuhi — kita doakan saja.
Oleh: KH. Nurbani Yusuf (Pegiat Komunitas Padhang Makhsyar Malang/Kiayi Muhammadiyah Malang)