Menyeimbangkan Antara Hobi dan Pekerjaan

khusnul Khuluq aktivis imm dan intelektual muda muhammadiyah

Modernis.co, Jambi – Baiklah. Setiap orang mempunyai hobi. Tapi, apa itu hobi? Hobi adalah rutinitas unik yang membuat kita nyaman. Di mana kita terus ingin melakukan itu secara rutin. Artinya, sesuatu yang menjadi kebutuhan kita bukanlah hobi. Seperti makan untuk memenuhi kebutuhan biologis. Saya tidak setuju jika itu disebut hobi.

Tapi, berbeda dengan kuliner. Kuliner bukan sekedar makan. Tapi mencicipi makanan unik dan khas. Jadi bukan sekedar untuk memenuhi kebutuhan biologis. Maka, di situ ada keunikan. Karena itu, perlu dibedakan antara makan dan kuliner. Makan tidak bisa disebut hobi. Tapi kuliner bisa disebut hobi.

Begitu juga dengan tidur. Tidur memang rutinitas. Dan mungkin sebagian orang senang dengan aktifitas ini. Tapi, pekerjaan itu hanya untuk memenuhi kebutuhan biologis. Karena itu, saya tidak setuju jika tidur bisa disebut hobi. Sama hanya dengan kasus makan.

Baiklah, hobi seseorang bisa banyak hal. Apakah itu membaca, menulis, bermain bola, bermain musik, dan lain sebagainya. Kita akan merasakan senang jika melakukan aktifitas ini. Dan kita juga merasa perlu untuk melakukan aktifitas ini.

Bagaimana jika hobi itu berbenturan dengan pekerjaan? Memang ini sering kali terjadi. Di satu sisi kita harus melakukan aktualisasi dengan hobi kita. Di sisi lain, kita juga harus melakukan pekerjaan.

Akan sedikit repot jika pekerjaan itu terikat waktu yang sangat ketat. Misalnya, seperti para pekerja kantor. Di mana jam masuk, jam istirahat, dan jam pulang sudah ditentukan. Maka, kita harus pandai-panda mengatur waktu.

Misalnya, seorang pegawai kantor yang punya hobi bermain bola. Apa yang terjadi? Dia hanya bisa melakukan aktualisasi hobi itu di luar jam kantor. Di akhir pekan atau hari libur. Artinya, dia harus membagi waktu antara hobi dan pekerjaan.

Paling enak memang jika hobi itu menjadi pekerjaan. Misalnya, seorang pemain bola profesional. Di mana mereka sejak kecil merasa senang bermain bola. Itu adalah hobi. Dan kemudian, dia menjadi pemain bola profesional. Pekerjaan dia sekaligus adalah hobi bag dia.

Contoh dalam bidang lain misalnya Ahmad Dhani. Dia adalah seorang yang hobi bermusik. Apakah itu menyanyi, menciptakan lagu, bermain keyboard, gitar, dan lain sebagainya. Dia tentu senang melakukan itu semua. Dan kita tau, itu menjadi pekerjaan bagi dia. Ini memang ideal. Hobi yang menjadi pekerjaan.

Hobi bermusik yang dimiliki oleh Ahmad Dhani bukan hanya menjadi pekerjaan. Tapi hobi itu membuat dia menjadi orang besar. Artinya, itu melampaui pekerjaan.

Lalu bagaimana dengan nasib pegawai kantor yang hobi bermain bola tadi? Tidak ada pilihan kecuali membagi waktu. Dia harus melakukan pekerjaannya. Dan selebihnya, dia bisa melakukan hobinya.

Jika dia lebih condong ke pekerjaan kantor, hobinya akan tersingkir. Begitu juga sebaliknya, jika dia lebih condong ke hobinya, pekerjaan kantor akan tersingkir.

Paling ideal memang hobi yang menjadi pekerjaan. Sebagaimana pemain bola yang saya sebutkan tadi. Atau bahkan mampu menjadikan dia orang besar sebagaimana Ahmad Dhani. Karena itu, bagi yang hobinya belum menjadi pekerjaan, harus bisa membagi waktu secara proporsional antara waktu untuk hobi dan untuk pekerjaan.

Membagi waktu dengan pekerjaan bukan berarti hobi yang dia geluti akan tidak maksimal. Kita mengenal orang-orang menjadi besar karena hobi yang dia jalankan di samping pekerjaan.

Saya sebut Tere Liye misalnya. Nama aslinya Darwis. Dia bukan hanya seorang penulis. Dia memiliki pekerjaan. Dia seorang akuntan. Tapi, dia bisa membagi waktunya untuk hobinya, yaitu menulis. Dan dari situ, siapa sekarang yang tidak kenal novelis kelas berat itu? Sampai sekarang, buku Tere Liye sudah berlusin-lusin.  

Jadi, pekerjaan itu penting. Dan hobi juga penting. Kita perlu dengan keduanya. Paling ideal jika pekerjaan itu sekaligus hobi. Atau hobi yang menjadi pekerjaan. Tapi jika tidak bisa begitu, harus proporsional dalam membagi waktu untuk keduanya.

Oleh: M. Khusnul Khuluq

M. Khusnul Khuluq
M. Khusnul Khuluq

Muhammad Khusnul Khuluq, S.Sy., M.H. Alumnus Jurusan Syariah Universitas Muhammadiyah Malang tahun 2015. Peraih The Asia Foundation Scholarship of Master Program on Syaria and Human Right Studies.

Related posts

Leave a Comment