(Refleksi Musyawarah Cabang XXIII IMM Malang Raya, 8-11 November 2018)
“Api perjuangan tak bolehlah ia padam jikapun kadang meredup pastikan ia tetap menyala”
(Adi Munazir)
Sudah hampir 15 bulan berjalan Pimpinan Cabang (PC) Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) menakhodai kader-kader Malang Raya terhitung 30 Agustus 2017-8 November 2018. Sebagai sebuah organisasi otonom dibawah naungan Persyarikatan Muhammadiyah, IMM merupakan salah satu pelanjut dan penyempurna dari cita-cita suci Muhammadiyah.
Karenanya IMM harus tetap melangkah dalam gerakan yang modernis sebagai salah satu perwujudan tagline ‘Berkemajuan’ yang telah dijalankan secara nyata oleh Muhammadiyah. Saya teringat pesan serius dari Ayahanda Sukma Jaya dalam diskusi di rumah kader Padepokan HW bahwa mengurusi IMM adalah mengurusi Muhammadiyah.
Belakangan saya tersadar bahwa beliau cukup nyata dalam mengenalkan Muhammadiyah dengan tanpa imbalan yang terkadang masih diharap berlebihan oleh mayoritas orang-orang di internal Muhammadiyah. Kita harus paham bahwa ber-IMM sejatinya adalah pengabdian otentik yang ditujukan untuk mewujudkkan cita-cita besar Muhammadiyah (Pasal 7 Anggaran Dasar).
Jika ada tujuan-tujuan lain sesungguhnya orientasi itu perlu direvisi dan dijauhkan dari tubuh IMM karena tidak sesuai dengan tujuan dasar keorganisasian. Mewujudnyatakan semua itu, maka Akademisi Islam harus tampil berlandas pada Tri Kompetensi Dasar Ikatan yang berwilayah pada Intelektualitas, Religiusitas dan Humanitas.
Sejalan dengan itu maka IMM memerlukan sebuah visi besar dan matang dalam merekayasa masa depan yang akan kita hadapi bersama. Rekayasa tersebut tetap hirau dan tidak buta terhadap peta modernitas yang merupakan sebuah realitas sejarah. Menggapai semua itu, maka motivasi berorganisasi kader-kader perlu terus-menerus digelorakan agar tetap tajam dan konsisten mengarahkan organisasi merah maroon ini menghasilkan kader-kader yang berasaskan Islam dan berwatak Muhammadiyah.
IMM juga harus menjadi wadah yang efektif dalam menghadirkan jawab atas realitas yang diperdebatkan secara bertenaga oleh kelompok tertentu.
Keadaan tersebut menyebabkan toleransi yang sudah dicontohkan secara baik oleh Muhammadiyah dirobek lalu dimanipulasi oleh golongan nakal dengan dalih mencintai negeri. Maka intensitas kawalan dari IMM kepada masyarakat haruslah semakin kencang dilakukan memberangus pengaruh jahat dari ketidakmengertian orang-orang yang mengaku paling mengerti dan mencintai negeri.
IMM harus menjadi pelopor dalam merapikan kusutnya pemahaman kebangsaan. IMM tentu memiliki energi yang besar dalam memberi kontribusi yang nyata kepada umat dan bangsa. Maka dari itu dibutuhkan sumber daya berkualitas dalam mencipta pengaruh berkelanjutan dapat ditransformasikan ke hadapan masyarakat luas.
Patut diingat juga bahwa IMM harus hadir sebagai organisasi control of public policy (kontrol kebijakan) yang melakukan pressure (tekanan) terhadap kebijakan yang tidak sesuai dengan nafas keadilan. Dalam bahasa yang lain, IMM harus bangkit merespon secara aktif problematika kebangsaan yang menjadi ciri khas organisasi gerakan.
Tentu hal tersebut tidaklah dapat dilakukan secara parsial akan tetapi membutuhkan sinergisitas yang baik antara IMM dan OKP sejenis guna mendulang resonansi yang lebih besar. Respon tersebut dimaksudkan guna mempengaruhi kebijakan yang ada juga sekaligus menaikan bargaining position (posisi tawar) IMM di hadapan stakeholder (pemangku jabatan) .
Dalam buku Farid Fathoni hadirnya Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) merupakan sebuah keharusan sejarah. Farid menjelaskan bagaimana kondisi kebangsaan pada masa-masa awal pra kemerdekaan dipengaruhi oleh hegemoni bangsa penjajah. Bangsa Indonesia dikuasai dalam berbagai sector kehidupan; ekonomi, sosial, budaya bahkan agama.
Adanya ketimpangan sosial yang ada telah menjadi kenyataan sosial yang sulit untuk dihindari dan cenderung meluas, membesar dan mendapatkan perlawanan yang belum terkonsentrasi pada sebuah alharokah alittihadiyyah (gerakan persatuan).
Belajar dari sejarah yang ada, IMM haruslah mengembangkan pengaruh dan mengempiskan ego sektoral dalam mengawal kebangsaan agar Indonesia dapat berdiri tegak sebagai sebuah negara berdaulat. IMM yang dicipta guna mendesain akademisi Islam yang berakhlak mulia tentu menjadi harapan besar untuk tampil sebagai bagian dari pembawa berita gembira menghadapi kompleksitas problematika kebangsaan.
Dalam situasi yang seperti ini Ahmad Dahlan sudah memberikan sumbangan jalur pendidikan mengajari anak bangsa dalam menggempur kedunguan yang menjadi penyebab tertutupnya mata anak bangsa melihat sebuah peradaban yang maju.
IMM sebagai sebuah organisasi haruslah tetap pada poros utamanya sebagai bagian dari rumah produksi Intelektual yang tetap berwajah ramah terhadap permasalahan. Kepemilikan akan intelektualitas harus difungsikan sebagai suluh untuk menuntun kepada jalan perubahan masa depan.
Sejalan dengan itu dalam buku Islam dalam Bingkai Keindonesiaan dan Kemanusiaan Buya Syafii Maarif mengingatkan bahwa Intelettualitas mutlak diperlukan untuk memenangkan masa depan. Dalam bagian ini, IMM juga harus tetap mengedepankan sense of humanity (rasa kemanusiaan) yang dikawinkan dengan intelektualitas sehingga arah perubahan bisa direkayasa dari hulu sampai hilir.
IMM harus bergerak dalam lintasan sejarah yang modernis dengan tetap adaptif dalam memberi jawab terhadap perkembangan yang ada. IMM tidak boleh tergilas oleh kepentingan sesaat yang tujuannya adalah pragmatisme semata. IMM harus berdiri tegak senafas dengan perjuangan Muhammadiyah yang selama ini konsisten mengawal dan membantu negara dengan gerakan realistis tanpa ketergantungan.
Dalam menghadapi hal tersebut diperlukan suatu semangat dalam membenahi keadaan. Salah satunya adalah dengan tetap merawat produktivitas IMM dengan tetap berkarya dan menghadirkan bukti nyata. IMM juga harus memperbaiki kualitas kader-kadernya di tengah-tengah membludaknya kuantitas minat ber-IMM. Tanggung jawab besar tersebut memerlukan sinergisitas di internal IMM guna menghasilkan pola kaderisasi yang sesuai dengan zamannya.
Terhadap gesekan apapun dalam menjalankan roda organisasi IMM sejatinya adalah dinamika dalam merawat api perjuangan. Oleh karena itu, diperlukan kontribusi dan pengabdian tulus dalam mengurusi IMM agar tepuk tangan tidak didapat dari sensasi melainkan prestasi yang terus berlanjut.
Demikian tulisan singkat ini saya buat atas nama Pimpinan Cabang IMM Malang Raya periode 2017-2018 saya memohon maaf atas segala salah, khilaf dan kurang selama kepemimpinan. Kritik tajam dan saran konstruktif merupakan hal yang saya tunggu sebagai pembenahan untuk tujuan perubahan.
Sebagai penutup saya ingin menyampaikan kepada seluruh kader-kader bahwa Jika ragumu masih besar dalam ber-IMM maka lihatlah Muhammadiyah yang tak pernah ragu menerima siapapun untuk membawa kebesarannya.. Billahi fisabillilhaq fastabiqulkhoirot!
Oleh : Adi Munazir, S.H. (Ketum Cabang IMM Malang Raya 17/18 )