Relasi Politik dan Hak Asasi Manusia

khusnul Khuluq aktivis imm dan intelektual muda muhammadiyah

Modernis.co, Kediri – Kita akan sedikit mendiskusikan bagaimana relasi politik dan Hak Asasi Manusia (HAM). Politik adalah seni bagaimana mendapatkan kekuasaan dan mempertahankannya. Sementara itu, HAM adalah bagaimana menjunjung tinggi martabat manusia. Bagaimana relasi antara keduanya?

Dalam diskusi ini, kita tidak spesifik pada sistem pemerintahan tertentu. Karena sistem pemerintahan tertentu seperti demokrasi mislanya, memang didesain agar kondusif untuk HAM. Meskipun pada praktiknya perlu demokrasi yang apik untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi HAM. Selain itu, pada praktiknya, di banyak negara, demokrasi belum berjalan apik. Namun, kita akan bicara lebih umum. Yakni terkait kekuasaan sebagai entitas.

Secara etik, siapa yang kuat pegaruhnya dalam relasi sosial, maka dialah yang punya tanggung jawab untuk memajukan HAM. Pengaruh yang kuat pada umumnya dimiiki oleh negara (kekuasaan). Meskipun tanggung jawab itu tidak melekat pada kekuasaan saja. Organisasi internasional yang berpengaruh mislanya, juga punya tanggung jawab untuk memajukan HAM.

Kekuasaan diperoleh melalui berbagai mekanisme. Inilah proses politik. Begitu juga ketika kekuasan telah diperoleh, maka harus dipertahankan dengan berbagai mekanisme. Proses ini juga politik.

Apakah kekuasaan selalu sadar akan tangung jawabnya untuk memajukan HAM bagi warga negaranya? Tidak selalu. Bagi kekuasaan yang sadar akan taggung jawabnya untuk pemajuan HAM, ini tidak menjadi persoalan. Namun, bagi negara yang tidak sadar akan tanggung jawabanya dalam pemajuan HAM, ini menjadi persoalan yang akut di banyak negara. Meskipun negara yang bersangkutan menganut demokrasi.

Negara tidak selalu sadar akan tanggung jawabnya untuk memajukan HAM bagi warga negaranya. Sadar artinya mengerti dan berupaya untuk pemajuan HAM. Dan ini tidak dimiliki oleh semua negara. Karena itu, dalam upaya pemajuan HAM, perlu adanya kontrol dari luar kekuasaan. Dalam kasus seperti ini, perlu ada pihak yang melakukan kritik maupun edukasi terhadap negara agar tumbuh kesadaran negara untuk pemajuan HAM.

Pada level internasional, perserikata bangsa-bangsa (PBB) secara umum telah menghimbau pada negara-negara untuk memajukan HAM bagi warga negaranya. Namun, himbauan seperti ini, dapat saja dengan mudah dianulir dengan kebijakan-kebijakan pada level nasional. Karena itu, keperluan kritik dan edukasi terhadap negara pada level nasional mutlak diperlukan.

Edukasi terhadap negara pada level nasional dapat dilakukan oleh rakyat itu sendiri muapun organisasi non pemerintah (non goverment organization/NGO). Karena itu, masyarakat harus memiliki daya kritis pada negara. Semua eleman rakyat perlu memeiliki pengetahuan yang cukup tentang HAM. Sehingga dapat membaca dengan mudah ketika terjadi pelanggaran HAM.

NGO yang bergerak pada bidang pemajuan HAM pada umumnya sudah bekerja dengan sangat bagus. Karena mereka memang fokus bekerja untuk hal ini. Namun, biasanya, dampaknya pada negara masih sangat minim. Dalam negara yang kurang kondusif untuk HAM, NGO semacam ini biasanya di pandang sebelah mata oleh kekuasaan.

NGO yang bekerja untuk pemajuan HAM pada umumnya sangat minim atas akses sumber daya, khususnya keuangan. Terlebih lagi di negara-negara yang kesadaran akan HAM masih kurang. Umumnya, mereka mengandalkan militansi para pekerja HAM (human right defender). Ini berbanding terbalik dengan kekuasaan yang sangat melimpah akan sumber daya. Mereka juga akan lebih kerepotan lagi jika negara justru sengaja menghambat pekerjaan mereka.

Pemajuan HAM melalui kekuasaan sangat efektif karena kekuasaan sangat melimpah akan sumber daya. Kekuasaan memiliki berbagai akses untuk pemajuan HAM. Karena itu, mengedukasi negara merupakan salah satu langkah yang dapat ditempuh dengan harapan tumbuhnya kesadaran pada negara untuk pemajuan HAM.

Bagaimana kesadaran pemajuan HAM pada kekuasaan tumbuh? Kesadaran atas pemajuan HAM oleh kekuasaan dapat dibagi menjadi dua. Saya sebut itu dengan kesadaran legal dan kesadaran temporal. Kesadaran legal artinya sejauh mana HAM menjadi bagian dari regulasi di sebuah negara. Apakah itu berupa konstitusi, undang-undang, atau berbagai peraturan. Sementara itu, kesadaran temporal adalah sejauh mana kekuasan pada suatu waktu memajukan HAM dengan kebijakan-kebijakan yang dijalankan.

Kesadaran pemajuan HAM pada level legal memerlukan usaha keras. Yakni bagaimana HAM diformulasikan sedemikian rupa, dan kemudian dicantumkan dalam regulasi. Usaha ini oleh beberapa kalangan disebut dengan politik HAM. Usaha seperti ini tidak mudah. Utamanya jika pada politisi yang duduk di kekuasaan minim pengetahuan akan HAM. Karena akan terjadi pro dan kontra dalam prosesnya. Perdebatan yang alot juga akan terjadi di sini.

Di Indonesia, perdebatan alot para politisi pra kemerdekaan juga terjadi di BPUPKI. Namun perdebatan mereka bukan lagi pro kontra terkait HAM. Namun, perdebatan itu terjadi dalam kaitanya apakah HAM perlu menjadi bagian dari konstitusi atau tidak. Ketika beberapa kali revisi terhadap konstitusi, baru kemudian HAM menjadi bagian dari konstitusi.

Inilah contoh atas pemajuan HAM pada level kesadaran legal. Kesadaran legal seperti ini bisa saja berubah dengan bergantinya rezim. Rezim bisa saja merevisi dan membuag HAM dari regulasi.

Kesadaran temporal atas pemajuan HAM sebagaimana telah saya sebutkan, yakni sejauh mana kekuasaan pada suatu waktu memajukan HAM dengan kebijakan-kebijakan yang dijalankan. Artinya, pemajuan HAM dapat dilihat dari siap yang berkuasa. Apakah dia punya gairah untuk pemajuan HAM atau sebaliknya. Apakah kebijakan-kebijakannya mendukung untuk perlindungan HAM tau tidak.

Memang, secara teoritik, jika HAM telah menjadi bagian dari regulasi, siapapun yang berkuasa harus menjalankan regulasi tersebut. Namun, praktiknya tidak selalu demikian. Karena itu, siapa yang berkuasa akan berpengaruh terhadap pemajuan HAM. Jika mereka punya kesadaran, maka mereka akan melakukan upaya pemajuan HAM. Jika tidak, maka yang terjadi adalah sebaliknya.

baca opini lainnya : Indonesia Pelanggar HAM Berat

Kesadaran temporal sangat berpengaruh terhadap proses pemajuan HAM. Bahkan jika HAM tidak ada dalam regulasi, bisa saja kekuasaan mengambil kebijakan dalam upaya pemajuan HAM. Artinya, jika kesadaran legal belum ada, kesadaran temporal bisa melampauinya. Karena kembali pada teori awal bahwa kekuasaan punya kases yang tidak terbatas pada berbagai macam sumber daya.

Pada level mana kontrol atas pemajuan HAM dilakukan? Persoalan ini sudah sedikit saya singgung di awal. Kontrol atas pemajuan HAM dilakukan pada level kesadaran legal maupun kesadaran temporal.

Kontrol atas kesadaran legal artinya bagaimana mendorong kekuasaan agar menjadikan HAM sebagai bagian dari regulasi. Ini dilakukan pada level legal. Objek dari kontrol ini adalah regulasi. Secara teoritik ini sangat sederhana. Namun, pada praktiknya sangat susah dilakukan.

Kontrol atas pemajaun HAM pada level kesadaran temporal dilakukan terhadap siapa yang berkuasa. Objek dari kontrol ini adalah siapa yang menduduki kekuasaan. Jika HAM telah menjadi bagian dari regulasi, maka bagaimana mendorong agar kekuasaan menjalankan reguasli itu dengan berbagai kebijakan.

Bahkan jika HAM sama sekali belum atau tidak tercantum dalam regulasi, kontrol semacam ini tetap dapat dilaksanakan dengan mengevaluasi berbagai kebijakan yang dijalankan. Karena itu, rakyat maupun NGO sebagai subjek yang melakukan kontrol harus cukup pengetahuannya akan HAM. Kontrol atas kesadaran pemajuan HAM pada level legal maupun temporal keduanya beririsan dan tidak bisa dipishakan.

Kontrol pada intinya adalah upaya pemantuan atas kekuasaan. Sejauh mana kesadaran kekuasaan atas pemajuan HAM. Baik pada level kesadaran legal maupun temporal. Kontrol juga merupakan upaya intervensi dengan edukasi agar kesadaran atas pemajuan HAM pada kekuasaan tumbuh.

Seperti saya sebutkan di awal, bahwa diksui ini bukan spesifik pada sistem pemerintahan tertentu. Namun fokus pada kekuasaan. Kekuasaan sangat banyak variannya, apakah itu dalam katagori otokrasi, anarkisme, sosialisme, demokrasi, atau republikasinisme. Dalam konteks HAM, satu hal yang memebedakan sistem-istem tersebut adalah tingkat kebebasan dan kepastian hukumnya.

Tingkat kebebasan dan kepastian hukum adalah ruang di mana HAM berdinamika. Semakin tinggi tingkat kebebasan dan kepastian hukum suatu negara, menciptakan iklim yang semakin kondusif untuk HAM. Namun, ini mesti didampingi dengan pengetahuan yang cukup terhadap HAM oleh rakyat. Karena itu, setiap warga negara musti punya pengetahuan yang cukup terhadap HAM. Ini adalah prasyarat mutlak untuk pemajuan HAM di suatu negara.

Oleh : Khusnul Khuluq (Human Right Defender)

M. Khusnul Khuluq
M. Khusnul Khuluq

Muhammad Khusnul Khuluq, S.Sy., M.H. Alumnus Jurusan Syariah Universitas Muhammadiyah Malang tahun 2015. Peraih The Asia Foundation Scholarship of Master Program on Syaria and Human Right Studies.

Related posts

Leave a Comment