Pak Man, Sosok Super dari Bumi Arema

adi munazir pengacara

Modernis.co, Malang – Kami memanggilnya Pak Man, sosok kalem nan bersahaja yang tak banyak bicara dalam menjalani hidup di Bumi Arema (Malang). Sudah dua kali sholat Jumat dia mengajak saya menjamah dua mesjid baru yang berlokasi tak jauh dari tempat saya menimba ilmu. Keakraban saya terjalin dengan baik kurang lebih sejak saya berkenalan dari 6 bulan yang lalu.

Pak Man bagi saya sendiri adalah orang tua sekaligus guru tapi tak jarang saya posisikan sebagai teman karena saya dan rekan lainnya cukup sering ngobrol tentang banyak hal dan tertawa bersama atas hal-hal konyol seputar hidup, meski kami terpaut kisaran 20-25 tahun lamanya.

Dari raut mukanya yang murah senyum dan gaya bicaranya yang tak pernah meninggi, tentu bertolak belakang dengan kami orang-orang baru dalam dunia persilatan hukum yang berasal dari luar pulau jawa. Memang terkesan anak perantau seperti saya dan rekan magang lainnya tak memiliki tata krama dalam melantunkan bicara, apalagi jika harus mengatur bunyi suara pada saat memulai basa-basi dengan Pak Man.

baca juga opini lainnya : Jokowi Adalah Kita

Pak Man adalah sosok disiplin yang selalu hadir lebih pagi dari Senin-Jumat dan sudah pasti akan mulai melakukan pekerjaannya sebelum saya dan teman-teman lainnya hadir menunjukkan gigi di kantor hukum Supreme Law Firm yang dinakhodai oleh Pak Eko Wiyono, SH., M.Hum. Bagi saya Pak Man adalah sosok lengkap dalam melihat potret keramahan menjalin komunikasi dalam percakapan sehari-hari.

Kesan keramahan pertama yang saya rasakan pertama kali di Tanah Jawa adalah di tahun 2007 yang lalu, tepatnya di Desa Gaprang, Kota Blitar, dimana saya pernah tinggal dengan salah satu keluarga yang tak pernah saya kenal sebelumnya selama 25 hari lamanya.

Pak Man sosok super bagi saya, keramahannya membuat saya sering merenung secara mendalam tentang pelajaran hidup yang telah dilaluinya. Selain ramah, Pak Man memiliki sifat nrimoan (jarang protes/penolakan) atas apa yang terjadi. Sifat tersebut jarang saya terapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi saya nuansa penolakan mudah muncul kepermukaan, jika ketidaksepahaman prinsip hadir. Mungkin didikan almarhum ayah saya yang keras dan lingkungan konflik Aceh (Gayo) yang saya rasakan membuat saya tidak gampang terima dan ramah dalam interaksi di lingkungan baru manapun.

Tentu sifat Pak Man yang demikian itu telah banyak memberi saya pelajaran hidup, khususnya memanusiakan manusia semanusia mungkin (humanitas), poin mendasar yang turun-temurun didengungkan oleh para senior saya di Muhamamdiyah. Terma Humanitas itu sering saya ujarkan kembali secara berapi-api kepada kader-kader, khususnya IMM agar mereka tetap menjaga garis kamanusiaan di level manapun.

baca juga opini lainnya : Ijtihad Pemikiran Kaum Muda Muhammadiyah

Satu hal yang bikin saya terenyuh dan kagum dengan Pak Man adalah ketika jadwal makan siang tiba. Pak Man selalu menawari saya dan rekan-rekan lainnya untuk makan terlebih dahulu sebelum melanjutkan kegiatan lainnya. Tawaran tersebut akan berulang jika dalam pantauan Pak Man saya dan rekan lain belum juga mengisi perut. Sebuah ajakan tak lazim yang jarang saya terima selain dari Ine (sebutan Ibu dalam bahasa Gayo) yang di masa mudanya adalah Bunga Desa yang sering diperbincangkan.

Pak Man memang tak pernah memberi saya nasihat lewat kata-kata ala-ala Mas Mario Teguh. Tapi tindakan dan cara dia melakukan sesuatu, mengaktifkan sekaligus menyadarkan saya untuk melihat kehidupan dari sisi yang lain.

Standar hidup Pak Man yang membumi adalah kemewahan yang sulit dicari tandingannya. Pak Man memang bukan alumni dari bangku kuliah yang penuh teoritis nan akademis itu, tapi soal cara berhadapan dengan dunia yang keras nan menantang ini saya angkat topi kepada Pak Man. Saya yang masih muda memang sering berekspektasi tinggi dalam segala hal namun sering gagal merawatnya secara terus-menerus untuk mewujudkannya.

Pak Man, anda sosok sederhana yang mengajari saya bahwa keramahan adalah kekuatan yang bisa mematahkan lawan tanpa harus mengedepankan kesangaran. Sehat selalu Pak Man! kelak jika saya sudah berpunya, Insya Allah saya akan ajak Pak Man menyeruput Kopi Gayo sambil menikmati indahnya Danau Laut Tawar di daerah saya dilahirkan.

baca juga opini lainnya : Rocky Gerung Harus Disingkirkan?

Oleh : Adi Munazir (Aktivis IMM/Konsultan Hukum Supreme Law Firm Malang)

Redaksi
Redaksi

Mari narasikan fikiran-fikiran anda via website kami!

Related posts

Leave a Comment