Modernis.co, Malang – IMM Tamaddun FAI dengan bangga berkesempatan mengundang kakanda Soni Zakaria sebagai pemateri. Acara yang diselenggarakan setiap hari Jum’at merupakan program rutin yang dipersembahkan oleh komisariat untuk kader dan masyarakat luas. Selain sebagai bentuk silaturahim, diskusi virtual ini juga sebagai ajang tukar pikiran sesama kader.
Diskusi virtual yang disyiarkan melalui platform Instagram @immtamaddun_umm dan soni_umm ini menyajikan kajian dengan tema “Kelahiran IMM sebagai Sayap Dakwah Muhammadiyah” merupakan kajian lanjutan dari diskusi sebelumnya yang menghadirkan kakanda Hasnan Bachtiar sebagai penyaji.
Dalam diskusi tersebut, kakanda Soni Zakaria yang pernah menjabat sebagai ketua IMM Tamaddun FAI periode 2011-2012 memberikan arahan bagaimana cara dakwah IMM di era pandemi corona seperti sekarang ini. Sebelum menjelaskan, pemateri menyajikan bagaimana posisi dan peran IMM di Persyarikatan Muhammadiyah.
Dalam pemaparannya salah satu identitas IMM dalam melaksanakan gerakan harus berlandaskan pada kepribadian Muhammadiyah, hal ini tercantum dalam enam penegasan IMM. Artinya apa yang dilakukan oleh IMM tidak boleh bertentangan dengan cita-cita Muhammadiyah, oleh karena itu bila kita ber-IMM sama halnya kita juga ber-Muhammadiyah. Hal ini menjadi penegasan posisi dan peran IMM di Muhammadiyah.
Soni Zakaria yang juga pernah aktif di IRM (Ikatan Remaja Muhammadiyah) sekarang IPM, memberikan kritik gerakan mahasiswa hari ini. Dengan adanya musibah pandemi seolah-olah gerakan mahasiswa mati total tidak terlihat sama sekali. Hal ini dibuktikan tidak massifnya penolakan RUU omnibus law dan RUU lainya.
Gerakan demonstrasi yang biasa digelar sebagai aksi protes dengan kondisi yang mengharuskan physical distancing ditambah lagi banyaknya aktivis yang pulang kampung membuat gerakan mahasiswa kehilangan cara bagaimana memformulasikan gerakanya, dan ini hampir dialami oleh semua organisasi kemahasiswaan termasuk di IMM.
Menurut pemateri yang kesehariannya berada di Program Studi Hukum Keluarga Islam FAI UMM, lemahnya gerakan mahasiswa tersebut merupakan hal yang lumrah, dikarenakan gerakan mahasiswa sudah terbiasa dengan model gerakan yang dilakukan oleh senior-senior sebelumnya di tahun 65 dan 89. Dengan adanya pandemi ini gerakan mahasiswa belum siap apa yang harus dilakukan.
Oleh karena itu menurut penyaji harus ada langkah-langkah cerdas. Sebab baik di era normal sebelum pandemi dan di waktu pandemi seperti sekarang sebenarnya tidaklah berbeda dari sisi peluang dan tantangan, masing-masing keadaan mempunyai peluang dan tantangan yang berbeda, dengan demikian sebenarnya kita bisa memanfaatkan peluang-peluang yang ada. Dengan memanfaatkan teknologi dan informasi kegiatan bisa diselenggarakan dengan daring dan secara finansial tentunya lebih hemat.
Lantas apa yang bisa dilakukan oleh IMM. Karena IMM merupakan gerakan intelektual, tentunya tradisi akademik tetap harus dilakukan walaupun secara virtual, baik berupa seminar, dialog, mimbar akademik, diskusi ilmiah maupun dalam bentuk-bentuk yang lain. Setelah berdiskusi, IMM harus terbiasa membuat release dari apa yang sudah didiskusikan. Release tersebut bisa berupa fliyer, poster, artikel opini, ataupun berupa infografis yang kemudian di syiarkan melalui media sosial.
Oleh karena itu, IMM harus lebih akrab bermain di media sosial sebagai media propaganda, karena langkah tersebut merupakan salah satu bentuk penyadaran kepada masyarakat yang lebih luas dan mempunyai pengaruh yang luar biasa di dunia media sosial.
Gerakan mahasiswa tidak telihat dan tertutup salah satunya karena para buzzer yang menguasai alam dunia maya. Sebagai bukti pemerintah berani menggelontorkan banyak dana kepada buzzer karena tingkat pengaruhnya yang besar maka dari itu IMM sepatutnya bisa mengimbangi dengan gerakan yang ditawarkan oleh IMM. Dengan jumlah anggota kader seluruh Indonesia kiranya cukup sebagai modal menguasai media sosial.
Selain dalam bentuk visual (poster, fliyer, infografis dll). Aksi demonstrasi bisa dilakukan dengan cara lain melalui dunia jurnalistik, baik melalui artikel opini yang bisa dikirim di media cetak maupun online atau bisa dengan mendirikan website secara mandiri. Bagi kader yang belum bisa menulis bisa membuat vlog sebagai bentuk aksi protesnya yang kemudian secara massif di share oleh kader di media sosial. Gerakan seperti ini sebenarnya sudah dimulai oleh beberapa senior.
Sebut saja kakanda Pradana Boy yang membangun tradisi akademik dan ilmiah dengan memanfaatkan Youtube sebagai sarana dakwah Islamiyah kemudian Adi Munazir yang juga membuat channel Youtube sebagai bentuk penyadaran masyarakat dalam memahami hukum dan bersama teman-teman mendirikan modernis.co sebagai media online berupa website yang menampung gagasan, propaganda dan lain-lain. (Ald/SZ)