“Kalau ada orang yang mengatakan kurang tajdidnya Muhammadiyah, maka yang bertanggungjawab adalah IMM”. Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir.
(Sholeh, 2017: 7)
Modernis.co, Jakarta – Sejatinya di dalam Anggaran Dasar sudah sewajarnya sebagai kader IMM secara langsung untuk mengaplikasikan tujuan tersebut dalam sebuah program yang berorientasi pada Amar ma’ruf nahi munkar. Selaras dengan itu, “IMM pada masa sekarang dihadapkan pada persoalan kebangsaan yang semakin tidak kondusif”, (Qorib et al, 2015: 19).
Artinya bahwa persoalan demi persoalan hingga kini yakni pada persoalan kebangsaan menyangkut pemahaman kader-kader IMM pada kepekaan sosial kemasyarakatan, juga dilandasi oleh ideologis IMM yang kuat dari para kader IMM itu sendiri. Perlunya pemahaman-pemahaman dari seorang kader IMM untuk menjalankan estafet kepemimpinan selanjutnya.
Melihat realitas hingga kini, kajian/diskusi tentang ideologi khususnya dalam gerakan ikatan masih terbilang minim. Tradisi intelektual yang sepi dikalangan tubuh ikatan menjadikan penulis sebut sebagai, “kering intelektualitas” seorang kader. Padahal, IMM tidak dapat dipisahkan dengan intelektualitas.
Demikian, intelektualitas sebagai salahsatu motor penggerak IMM. Senada dengan Ahmad Sholeh di dalam bukunya IMM Autentik (2017) mengatakan, IMM mampu menghasilkan ‘sesuatu’ alias produk intelektualnya. Maka, agenda-agenda mengaksikan slogan IMM adalah sebuah konsekuensi logis untuk mewujudkan cita-cita besar IMM. Atas dasar tersebut, kiranya penulis menawarkan beberapa poin-poin refleksi kritis IMM dalam upaya menjawab persoalan kemanusiaan.
Hal tersebut membuat IMM harus bangun dari zona nyaman nya sebagai organisasi yang sudah berkiprah nasional bahkan internasional. Yakni sebagai organisasi yang mampu mewujudkan cita dan tujuan nya. Yang pada saat ini, di era yang semakin materialis-hedonis, IMM harus mampu berjalan memberikan warna-warna kebaikan untuk ummat. Langkah strategis perlu di rumuskan, juga mempertimbangkan potensi, kearifan lokal masing-masing daerah di Indonesia agar pengejawantahan gerakan IMM mampu di aksikan dengan optimal.
Pertama, dalam GBHO Hasil Muktamar IMM XVI berbunyi, dengan basis kekuatan yang berada di kampus-kampus Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM), Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS) lainnya, menjadikan IMM sebagai organisasi otonom (Ortom) Muhammadiyah yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan kader-kader akademis Muhmmadiyah masa depan.
Posisi ini meniscayakan IMM untuk selalu melakukan reorientasi dan penajaman visi, misi, peran, agenda, strategi, metode serta teknik gerakan. Dalam arti lain, IMM perlu melakukan penguatan gerakan, baik dari segi landasan pemikiran maupun program aksinya.
Dalam arti lain, IMM perlu melakukan penguatan dan memformulasikan strategi dakwah gerakan baik dari segi pemberian pemahaman terkait landasan pemikiran/teori-konsep, penajaman visi, misi, peran, agenda, strategi, metode serta teknik gerakan sampai pada bentuk kerja nyata nya dalam upaya aktualisasi tujuan dan trilogi IMM (Keagamaan, Kemahasiswaan, Kemasyarakatan).
Agar IMM, mampu memberikan kebermanfaatan yang positif dan luas di tengah masyarakat. Dan dengan menghadirkan wajah IMM yang memasyarakat, santun dan ramah. Inilah sebenarnya cita-cita para founding fathers IMM, dan tentu kita sebagai kader melanjutkan dan memperjuangkan, penulis sebut dalam ikhtiar dengan lillah tiada kata lelah untuk berjuang.
Kedua, menjadi hal yang fundamental bahwa seseorang dikatakan memiliki loyalitas jika seseorang tersebut memiliki kepatuhan dan kesetiaan terhadap organisasi. Tetapi lebih dari itu, kader dalam Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah diharapkan mampu menjadi kader umat, kader persyarikatan dan kader bangsa.
Tentunya kader yang mempunyai bakat dan minat harus terus diberikan peluang-peluang untuk masuk dalam roda kepemimpinan yang dimilikinya. Ada sebuah pepatah mengatakan bahwa, “Seorang kader bukan hanya mampu berbicara lantang di depan umum tetapi bagaimana ia mampu menjadi seorang pemimpin yang betul-betul mengaplikasikan apa yang telah keluar dari hati dan perkataannya untuk membuktikan bahwa ia adalah pemimpin yang sejati yang dicita-citakan oleh Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah”.
Seorang pemimpin dituntut untuk cerdas dalam menata pikiran, cerdas dalam menata mental, cerdas dalam menata fisik, dan bukan hanya itu seorang kader tentunya juga harus cerdas dalam menata spiritual, intelektual dan humanitas sebagai Tri Kompetensi Dasar yang ada di dalam gerakan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah.
Ketiga, spirit “Fastabiqul khairat” yaitu berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan menjadi semangat yang harus dihadirkan dalam tubuh kader. Kemudian pada mengaktulisasikan sebuah janji, sumpah, loyalitas, kekeluargaan akan menjadi bagian dari kehidupan sebenarnya. Seperti ungkapan Amirullah (2016), ia menjelaskan bahwa, “Memahami bagaimana perkembangan pemikiran yang terjadi di dalam IMM, kematangan perjuangan IMM serta sikap kritis IMM yang selalu berusaha untuk mencari solusi terhadap problem-problem yang muncul dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, senantiasa berdiri paling depan untuk melawan setiap bentuk kezholiman, bahkan tidak segan-segan untuk berhadapan secara diametral dengan penguasa, apabila dirasakan bahwa keputusan-keputusan yang diambil oleh penguasa tersebut tidak lagi sesuai dengan kepentingan rakyat. Kepada seluruh anggota, kader dan pimpinan IMM, kobarkan terus perjuangan humanisme-mu. Percayalah, “no sacrifies is wasted” tidak ada pengorbanan yang sia-sia.” (Amirullah, 2016: 15-16).
Juga masih minimnya semangat kader dalam melihat persoalan, hingga mengambil peran dan peluang. Bahkan masih sepi respons terhadap kondisi bangsa, minimnya kajian-diskusi literatur keagamaan, keilmuan, sosial terlihat masih dengan kondisi yang sepi. Yang pada akhirnya membuahkan semangat gerakan ilmu amaliah, amal adalah ilmiah menjadi tidak optimal.
Padahal sebagai konsekuensi logis, dan tanggungjawab sebagai kader IMM mampu menjadi kader IMM yang diharapkan dan di cita-citakan, mampu mengaktualisasikan nilai-nilai IMM sebagai kader ummat, dan kader bangsa, sebagaimana contoh kekhawatiran penulis diatas. Senada dengan Ahmad Sholeh (2017) yang menyebut, “Ini sebagai wujud tanggungjawab IMM sebagai kader bangsa dan kader umat. Maka, proses pengamalan gerakan IMM mesti sesuai dengan nilai-nilai dan landasan perjuangan IMM.” (Sholeh, 2017: 87)
Akhir kata, cita-cita dan corak gerakan khas yang terdapat dalam 6 penegasan IMM, salahsatu nya yakni ilmu amaliah, amal adalah ilmiah mampu terwujud seandainya aktualisasi nilai-nilai IMM terwujud dan tanggung jawab moral, etis-logis dapat dipegang teguh oleh seriap kader IMM.
Yang kemudian, cita-cita IMM ini dapat terus mengalir dan menyelimuti sendi-sendi kehidupan bangsa dalam diri kader IMM, dan cita-cita perjuangan nya haru terus tersemat pada kader IMM, serta menjadi spirit landasan perjuangan IMM dalam menjawab persoalan kemanusiaan (universal). Wallahu a’lam bishawab.
*Oleh: IMMawan Bayujati Prakoso (Ketua Rausyan Fikr LSO PC IMM Jaksel, Korps Instruktur Cabang PC IMM Jaksel)
Sumber
Amirullah. 2016. IMM Untuk Kemanusiaan: Dari Nalar ke Aksi. Jakarta: CV. Mediatama Indonesia
Sholeh, A. 2017. IMM Autentik: Melacak Autentisitas dan Substansi Gerakan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah. Surabaya: PUSTAKA SAGA
Qorib, M, Yofiendi Indah, Zailani, et al. 2016. Dalam Suatu Masa: Kumpulan Tulisan Kader IMM UMSU. Jakarta: Global Base Review.