Rasa Cinta Terlarang dalam Ber-IMM

cinta terlarang berimm

Modernis.co, Malang – Hilangnya separuh rasa perjuangan adalah hukum alam dan seperti ditransfer secara turun-temurun untuk asupan setiap kader lalu menjadi budaya warisan yang praktis dalam berorganisasi sehingga keutuhan proses perjuangan tidak ditekuni.

Itu semua seperti jadi ketetapan absolut yang tidak bisa dielakkan dalam perjuangan. Berbagai macam perbedaan  paradigma jadi alasan yang dianggap wajar walau pada hakikatnya itu justru meninggalkan perjuangan bersama karena persaingan bersama.

Hal ini dapat dibuktikan manakala ditinjau dari kebiasaan aktivis organisasi yang selalu menyebut kata perjuangan di setiap aktivitasnya, sementara untuk perkuliahan dapat dibuktikan ketika ditinjau dari ketatnya persaingan antar individu dalam merebut nilai IP tertinggi sehingga mereka berlomba-lomba untuk menghamba patuh pada kebijakan Dosen.

Dalam dunia organisasi urgensinya adalah perjuangan sementara dalam dunia perkuliahan urgensinnya persaingan, tapi karena organisasi berorgankan mahasiswa maka terciptalah persaingan dalam perjuangan untuk merealisasikan semua kebaikan dengan membawa mengedepankan nilai.

Rasa persaingan dalam perjuangan merealisasikan kebaikan (Fastabikul Khairat) Itulah yang hilang dalam pondasi pergerakan para kader, sehingga bagi mereka yang telah kehilangan rasa tersebut berlaku pasif berkontrbusi dalam menekuni jalan perjuangan dan lebih mengutamakan kepentingan persaingan pribadi.

Rasa Terlarang Dalam Ber-IMM

Rasa yang hilang tersebut diatas  seumpama mangga dengan rasa kecut dan hambarnya tapi terburu-buru dinikmati  tanpa usaha melewati proses ranumnya yang manis berbau wangi hingga apabila dinikmati hanyalah asem-asem kecut, setelah di colek sedikit mangga ditinggal ternoda. padahal apabila telah ranum dengan rasa manis, mangganya tidak akan dibuat sisa.

Berbicara mangga. Siapa yang tidak tau bentuk buah ini. Ketika mendengar nama dan membayangkan rasanya air liur mengalir menetes dengan sendiri, terlebih lagi kalau mangga muda-nya adalah mangga madu dengan rasa kecut yang membuat kecanduan.

Coba anda bayangkan bagaimana rasanya apabila terhampar sambal manis didepan anda yang memegang mangga tersebut. Tentu hasrat dan giroh untuk mengenyamnya akan semakin bergejolak layaknya pengantin baru yang ingin sesegera mungkin memakai mahkota keberkahannya.

Kira-kira Itu gambaran mangga muda yang gagal dan hanya separuh jalan menuju proses ranumnya untuk berbau wangi sebab terburu-buru untuk dipetik karena sudah terhampar sambal didepan mata sehingga terbesit pikiran melahapnya walau rasa mangga yang ada masih asam kecut, dan hambar.

Lau  bagaimana kaitannya dengan kondisi kader hari ini? Kader dalam berorganisasi ingin menikmatinya dengan cara praktis. Apabila asam kecut dan hambarnya terasa mereka tinggal, tapi ketika manisnya yang dominan maka dengan kilatan semanganyat lahapan demi lahapan dinikmati.

Orang-orag yang seperti ini ialah mereka yang hanya memanfaatkan nama organisasi demi memuaskan hasrat politiknya guna memcapai kedudukan strategis dalam lembaga-lembaga yang penting dan terstruktur. Setelah sedikit menikmati tahta dan naik jabatan, organisasi ditinggal terabaikan sehingga hilangnya separuh kader di tengah perjalanan.

Tidak sedikit hasrat politik kader yang mengarah pada tujuan praktisi individual sebagaiamana di atas dimana mereka tidak sabar melewati proses perjuangan sebagai kader sampai berintelektual komprehensif sehingga mudah tergoda apabila dihadapkan pada kedudukan mereka dengan kilat merebutnya.

Padahal dengan kesadaran Intelektual yang awam manakala berbicara sering kaku dan ngawur, kapasitas menjadi pemimpin masih diragukan dan sangat mudah goyah manakala digugat. Parahnya laku yang seperti itu tetap dilanjutkan tanpa usaha untuk terus bersama berjuang dalam mengoperasionalisasikan tujuan supaya asas lebih kokoh dan tidak terombang-ambing ketika mengarungi lautan luas (kedudukan tinggi/masa kepemimpinan).

Persoalan ini acapkali terjadi, terlebih lagi melihat realitas para kader yang mendapatkan posisi dalam lembaga internal kampus seperti sekarang, mereka tidak hanya pasif tapi secara terang-terangan mengundurkan diri dan tidak lagi mau merasakan asam, kecut hingga manisnya proses perjuangan ber-IMM.

Sejatinya rasa hanya ingin mendapatkan kedudukan ini adalah rasa yang terlarang dalam ber-IMM, karena upaya yang dilalu dan perjuangan yang akan dihadapi IMM terlampau panjang dan akan semakin berat sehingga untuk terus mempertahankan perjuangan dalam berorganisasi harus dengan totalitas berproses bukan mencapai.

Cinta Terlarang Dalam ber-IMM.

Tidak sedikit kader yang mengatakan cinta terhadap dunia organisasi dan selalu menghadiri setiap agenda yang diadakan sebagai bentuk kontribusinya tapi dibalik keaktifan itu terdapat niat yang terselubung yang menjadikan organisasi sebagai tangga loncatan belaka.

Kehadiran dan keaktifannya dalam agenda terlihat tidak diragukan, gaya berbicara seperti intelektual ternama dan berpenanpilan seperti aktor terkenal. Manakala proses pemira dan peregantian kepemimpinan lembaga intra dengan terang-terang mereka unjuk gigi dengan mulut terbuka lebar berkata menonjolkan label organisasi dalam dirinya guna meraut masa.

Saya mau naik jadi ini, saya mau jadi itu, saya harus capai kedudukan atau profesi ini dan itu.

Setelah dukungan penuh dari organisasi didapat dan diraihnya tujuan yang diuapayakan, mereka hanya tinggal nama tanpa kenangan, kalaupun ada hanyalah kenangan yang memuakkan dengan segala kelicikannya dalam strategis politik praktis.

Perkaderan organisasi terhambat jabatan diutamakan, kader dipermainkan dengan ketidak tahuan karena kurangnya asupan terhadap keilmuan sementara disisi lain ilmu mereka khianati demi kekuasaan.

Dalam pertemuan dikontrakannya, Kakanda Adi Munazir S.H. Ketua umum IMM cabang Malang Raya menyatakan: Saya kecewa pada senior saya yang memberikan asupan keilmuan dengan penuh teori yang sulit dimengerti. Dan saya ingin melakukan cara yang berbeda kepada kalian selaku kader saya, agar kegagalan para kader dalam meraih intelek yang luas tidak terulang kembali.

Kegagalan asupan yang beliau utarakan saya maknai dengan asupan rasa dan cinta dalam ber-IMM yang salah dan terlarang. Sehingga kesadaran kader terhadap dinamika lembaga dan IMM jarang yang bisa dikomparasikan.,

Lebih jauhnya beliau menjelaskan dalam tulisannya berjudul Soal Rasa dalam Ber-IMM (terbitan Modernis Kini Untuk Nanti 16 September 2018) Persoalan rasa dalam ber-IMM jauh melebihi Cinta dalam Ber-IMM karena untuk merasakan bagaimana manisnya ber-IMM harus dengan totalitas yang tiada batas dan totalitas yang tulus (Kaffah) tanpa adanya kepentingan pribadi yang terselubung d idalamnya.

Penjelasan kakanda tersebut harus menjadi pondasi dalam setiap pergerakan para kader hari ini, karena jika tidak maka semua paham pragmatis akan melabel dalam diri kader dan akan menghambat perjalanan kader dalam meraih intelektualitas yang komprehensif.

*Oleh: Syarif R. F. (Aktivis IMM Komisariat Tamaddun FAI UMM) 

Redaksi
Redaksi

Mari narasikan pikiran-pikiran anda via website kami!

Related posts

Leave a Comment