Profesi Advokat Sebagai Officium Nobile

profesi advokat

Modernis.co, Malang – Tegaknya hukum yang ada di Negara ini, erat kaitanya dengan keterlibatan advokat dalam membangunya. Penegakkan hukum memang menjadi satu hal rumit, ini dikarenakan oleh adanya ketidak seriusan semua elemen penegak hukum dalam menjalani profesi hukumnya. Namun, kita boleh semata-mata mengecam hal ini.

Bagaiamanapun juga, advokat dan para penegak hukum lainya sudah berusaha maksimal guna mewujudkan tujuan hukum. Lalu apa kaitanya advokat diberi gelar officium nobile ?. hal ini dikarenakan advokat dilindungi dalam menangani kasus atau melayani klien selama itu tidak menyimpang dari kode etik profess advokat.

Marwah hukum akan dipandang oleh masyarakat luas apabila hukum benar-benar melakukan keberpihakan kepada yang seharusnya mendapatkan keadilan hukum. Sistem tebang pilih kadang masih kita jumpai dalam penegakkan hukum di Indonesia. Advokat adalah orang mulia dengan jabatan terhormat.

Demi keberlangsungan hukum yang baik, maka penyelengggaran aktivitas hukum harus sesuai dengan nilai kemanusiaan dan ketuhanan. Dua hal ini sangat penting ditekankan pada setian advokat. Dengan nilai kemanusiaan mereka diajarkan untuk saling menolong orang yang kesusahan. Dan nilai ketuhanan lebih focus pada persoalan nurani, sebab seperti apapun orang dia akan tetap mengikuti apa yang menjadi tuntutan nuraninya.

Mendiskusikan kehormatan advokat, baik sebagai sebuah profesi maupun identitas erat kaitanya dengan bagaimana seorang advokat menegakkan dan menjunjung tinggi kode etik profesi ketika sedang melaksanakan tugasnya. Sikap profesionalisme baik di dalam dan luar perisdangan harus tetap dijaga dengan baik.

Tidak melenceng dari apa yang telah diucapkan dalam sumpah menjadi satu tolak ukur/parometer dalam menilai apakah para advokat masih menjaga sebuah profesi terhormat ini. Sesuai amanat yang terkandung dalam UU Advokat No.18 Tahun 2003, sebagai bagian penting dari penegak hukum, advokat memiliki tanggung jawab besar dan konsekwensi-konsekwensi profesi dan sosial di tengah masih banyaknya praktik penyimpangan peradilan yang dilakukan oleh oknum-oknum penegak hukum.

Sebenarnya ini menjadi isyarat tegas buat para advokat dalam menjalankan tugsanya, bahwa biarpun penyimpangan dan penyelewengan bergelimpangan dimana-mana namun harus tetap menjaga integritas sebagai orang berprofesi terhormat. Penting sekiranya para advokat memahami secara mendasar apa-apa yang diatur dalam UU advokat dan kode etik profesi advokat.

Menurut Dr Frans Hendra Winata SH MH, officium nobile adalah pengejawantahan dari nilai-nilai kemanusiaan (humanity), menjunjung tinggi martabat dan nilai-nilai kemanusiaan; nilai keadilan (justice), seruan untuk selalu menempatkan keadilan hukum pada siapa yang berhak; nilai kepatutan atau kewajaram (reasonableness) sebagi suatu usaha mewujudkan ketertiban, keadilan serta keteraturan sosial; nilai kejujuran (honesty) dalam arti dorongan kuat agar senantiasa menjaga/memelihara kejujuran juga melepas diri dari perbuatan curang, dan yang tak kalah penting yakni menjaga kehormatan profesi; nilai pelayanan publik (to serve public interest), maksudnya semangat keberpihakan dan melayani setulus hati kepada siapapun yang mencari keadilan atau haknya terganggu, ini bertabrakan langsung dengan nilai-nilai keadilan, kejujuran dan kredibilitas.

Perwujudan dari officium nobile bisa juga dilihat dari self critisme para advokat ketika sedang melangsungkan parakti keadvokatan dan tata cara berorganisasi. Dewasa ini, ditengah lemah dan ksrisinya wibawa hukum, masyarakat harus berhadapan dengan sifat ambiguitas sosial hukum sebagai pelindung dan pencegah pelanggaran sosial. Ditambah lagi pesimisme masyarakat pada penegak keadilan selaku penyelenggara hukum membuat kepercayaan pada hukum menjadi kurang.

Tentu saja masyarakat akan berkaca pada perilaku sosial berupa tindak pidana korupsi dan hal serupa lainya yang itu dilakukan oleh mereka yang duduk dalam jabatan strategis baik berkenaan langsung dengan hukum ataupun tidak. Sulit menghindar, sebab itu corak penilaian masyarakat kita. Urgensi loyalitas dan intergritas advokat sangat dibutuhkan dalam hal ini. Gelar kehormatan menjadi satu alasan basic dari sekian alasan lainya.

Pengetahuan hukum yang dimiliki advokat penting dihadirkan dalam mengubah dan mengoreksi setiap paket kebijakan apabila tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan menyiimpang dari tujuan hukum sendiri. Setiap perilaku hukum yang berujung pada menurunya kualitas penegakkan hukum sudah seharusnya diperbaiki. Bukan bermaksud melimpahkan segalanya kepada advokat dengan alasan advokat adalah pekerjaan terhormat dan mulia, akan tetapi perubahan akan tampak signifikan apabila yang menjadi bagian dalam sistem tersebut juga turut serta menjemput perubahan.

Lebih luasnya, semua subjek dan objek hukum bahu membahu dalam hal ini. Kita dibesarkan atas kerja sama, maka sudah sewajarnya apapun bentuk kegiatanya (terutama berkaitan langsung dengan kehidupan sosial) saling support demi kesejahteraan bersama. Advokat adalah ujung tombaknya. Keseringan berpraktek dan berhadapan langsung dengan permasalahan klien membuat advokat semakin berkembang pengetahuan hukumnya.

Hukum yang baik adalah hukum yang mendatangkan kemaslahatan, bukan rasa sakit. Efektifitas dan efisiensi hukum bergantung penuh pada proses penyelenggaraan hukum. Kepercayaan masyarakat terhadap hukum dan penegaknya sedari awal harus dibangun. Bagaimanapun juga, kedepanya masyarakat akan enggan turut serta berkontribusi dalam pengembangan hukum. Mengenalkan mereka dengan problematika hukum dan hal-hal yang terjadi dimuka persidangan adalah poin tambahan bagi masyaraka pada umumnya.

Wahjiansah
Wahjiansah

Mahasiswa, Penerima Beasiswa Sarjana Muamalat

Related posts

Leave a Comment