Modernis.co, Malang – Isu yang berkaitan dengan perempuan cukup fundamental untuk dijadikan bahan pendiskusian. Realita sejarah telah mencatat, bahwa keresahan selalu meradang dalam kehidupan kaum perempuan, mulai dari penindasan, kekerasan, diskriminasi, eksploitasi dan lain sebagainya. Hal yang melatarbelakangi itu semua adalah adanya bias gender dan ketidakadilan gender dengan struktur ketidakadilan masyarakat secara luas.
Pemahaman mendasar yang perlu dipahami ketika membahas persoalan perempuan adalah membedakan antara konep seks (jenis kelamin) dan gender. Seks (jenis kelamin) merupakan pembagian dua jenis kelamin yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu, perempuan ditandai dengan alat reproduksi seperti rahim, memproduksi sel telur dan memiliki vagina, sementara laki-laki ditandai dengan alat reproduksi berupa penis dan menghasilkan sel sperma. Sementara gender, gender merupakan suatu sifat yang melekat pada laki-laki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural.
Sejarah perbedaan gender dan ketidakadilan gender antara laki-laki dan perempuan terjadi melalui proses yang panjang. Hal tersebut terjadi dikarenakan banyak hal, diantaranya dibentuk, disosialisasikan, diperkuat dan dikonstruksi secara sosial dan kultural dalam lapisan masyarakat. Sering kali klaim perbedaan gender terdengar di sekitar kita. Misalnya, bahwa perempuan itu dikenal lemah lembut, keibuan, emosional, irasional. Sementara laki-laki dianggap kuat, tangguh, rasional.
Melalui proses yang panjang, sosialisasi gender akhirnya dianggap suatu ketentuan Tuhan yang bersifat kodrati. Sehingga klaim perbedaan gender dianggap dan dipahami sebagai kodrat laki-laki dan perempuan. Jika ditelaah lebih jauh, tidak menutup kemungkinan bahwa laki-laki juga ada yang memiliki sifat lemah lembut dan keibuan, dan perempuan juga ada yang memiliki sifat tangguh dan kuat. Kurang lebih seperti di atas, uraian singkat terkait konsep seks dan gender.
Mirisnya, dewasa ini dalam proses memahami perbedaan seks dan gender, yang menjadi masalah adalah terjadi distorsi terkait makna tentang seks dan gender. Pengertian yang sesungguhnya dari gender, tidak sesuai pada tempatnya, karena konstruksi sosial dianggap sebagai kodrat. Artinya, segala sesuatu yang berhubungan dengan gender dianggap sebagai ketentuan biologis atau ketentuan Tuhan. Seolah-olah suatu hal tersebut sudah otentik dan tidak dapat diubah lagi.
Dampak Bagi Perempuan Akibat Bias Gender
Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa akar yang menjadi penyebab adalah adanya bias gender yang kemudian melahirkan ketidakadilan gender bagi kaum perempuan. Hal itu kemudian melahirkan sebuah budaya yang disebut budaya patriarki. Konsep patriarki berasal dari kata patriarkat, yang artinya struktur yang memberikan peran laki-laki sebagai penguasa tunggal, sentral, dan segala galanya.
Sistem patriarki mendominasi kebudayaan masyarakat yang kemudian menyebabkan adanya kesenjangan dan ketidakadilan gender yang mempengaruhi hak-hak perempuan di ranah publik maupun privat. Laki-laki berperan sebagai kontrol utama di tengah masyarakat, sedangkan perempuan hanya memiliki sedikit pengaruh atau bisa dikatakan tidak memiliki hak pada ruang publik, baik secara ekonomi, sosial, politik dan budaya.
Posisi perempuan dalam budaya patriarki dapat dibilang dalam posisi yang tersubordinasi. Jelasnya seorang perempuan hanya berhak berkutat di wilayah domestik, yang itu tentu saja merengguk hak-hak perempuan di ranah publik khususnya peran perempuan dalam menentukan nasibnya sendiri.
Dalam budaya patriarki terdapat relasi yang tidak seimbang antara kaum laki-laki dan perempuan. Laki-laki dianggap lebih kuat, maka laki-laki memperoleh kebabasan berekspresi di ruang publik, sementara perempuan dianggap orang yang lemah, sehingga dalam tatanan sosial perempuan selalu berada di bawah laki-laki.
Ketidakadilan gender termanifestasikan dalam berbagai bentuk ketidakadilan, yakni marginalisasi, subordinasi, pembentukan stereotipe dan kekerasan. Manifestasi ketidakadilan gender tidak dapat dipisah-pisahkan, karena saling berkaitan satu sama lain. Misal, melalui subordinasi laki-laki kepeda perempuan maka muncullah stereotipe yang memojokkan perempuan, kemudian timbul kekerasan dan akhirnya perempuan termarginalisasi.
Berdasarkan data yang dihimpun oleh Komnas Perempuan sepanjang 2019 kasus kekerasan terhadap perempuan meningkat hingga 14% dengan jumlah kasus 406.178 kasus. Jenis kekerasan seksual yang dilaporkan oleh korban yakni pelecehan seksual, eksploitasi seksual, pemaksaan penggunaan kontrasepsi, pemaksaan melakukan aborsi, perkosaan dan perbudakaan seksual.
Catatan Akhir: Manifesto Feminisme
Dalam upaya melerai sekaligus memberantas budaya patriarki yang kian menggurita, salah satu tombak untuk melucuti benang patriarki adalah feminisme. Dalam KBBI, feminisme merupakan gerakan perempuan yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum perempuan dan laki-laki.
Menurut Mansour Fakih dalam buku Menggeser Konsepsi Gender dan Transformasi sosial (1995),menjelaskan bahwa feminisme merupakan gerakan yang berangkat dari asumsi dan kesadaran bahwa kaum perempuan pada dasarnya ditindas dan dieksploitasi, serta usaha untuk mengakhiri penindasan dan eksploitasi tersebut.
Teori dan konsepsi feminisme sendiri sebenarnya sangat beragam, keberagaman tersebut menyesuaikan dengan kondisi sosiokultural, kesadaran, persepsi dan juga tindakan yang dilakukan oleh feminis itu sendiri. Kita ambil contoh di Amerika, gerakan feminisme dipandang sebagai suatu sudut pandangan yang mencoba melihat potret ketimpangan-ketimpangan perilaku terhadap tindakan kaum perempuan, baik yang bersifat struktual maupun kultural.
Maka pada perkembangannya yang lebih lanjut nilai yang diperjuangkan gerakan ini dimanifestasikan sesuai dengan tendensi sejarah dan tempat gerakan itu mucul. Yakni dari penolakan perilaku menjadi upaya pembebasan hak-hak perempuan yang cenderung radikal, pada akhirnya muncullah teori feminisme radikal.
Dari hal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa feminisme bukanlah sebuah ideologi atau kepercayaan tunggal, melainkan suatu seruan untuk bertindak atau gerakan pembebasan. Dengan pemahaman teori yang dimanifestasikan dalam tindakan yang konkrit, niscaya gerakan pembebasan tersebut akan terwujud. Dalam prosesnya perjuangannya, gerakan pembebasan tersebut akan susah kalau kemudian dilakukan secara individu. Gerakan tersebut akan lebih efektif jika dilakukan secara kolektif dan berdasarkan kesadaran yang kritis.
Peran organisasi perempuan sangat dibutuhkan dalam melancarkan strategi pembebasan. Organisasi perempuan juga dapat dijadikan wadah untuk melakukan edukasi dan penyadaran kepada masyarakat luas dalam mempropaganda dan agitasi terkait persoalan ketidakadilan gender. Juga dapat dijadikan sebagai sarana advokasi dan pendampingan kepada korban yang diakibatkan adanya ketidakadilan gender.