Modernis.co, Kediri – Apa itu modernitas? Bagaimana modernitas berdampak pada sistem ekonomi? Bagaimana agama menyambut modernitas? Beberapa pertanyaan ini yang akan kita diskusikan dalam ulasan ini.
Modernitas adalah entitas yang luar biasa rumit. Hingga sangat sedikit dari kita yang berupaya memahami apa itu modernitas dan ke mana modernitas bergerak. Apa itu modernitas? Semua dampak dari revousi saintifik sekitar 500 tahun lalu adalah modernitas.
Baik itu yang bersifat ideologis maupun non-ideologis. Sangat luas. Bahkan kita hidup di dalam modernitas. Namun, apa tepatnya modernitas? Secara sederhana, modernitas adalah bahwa manusia setuju menukar makna dengan kekuasaan.
Modernitas tidak membutuhkan makna. Modernitas menggiring manusia untuk bertindak secara efisien. Modernitas mereduksi manusia sebatas pada fungsinya. Manusia tidak berarti kecuali jika memiliki fungsi.
Pada abad-abad pra modern, segala sesuatu penuh dengan makna. Apakah itu perang, berdagang, atau bahkan sebuah wabah yang menyerang memiliki suatu tujuan. Namun, kultur modern menolak keyakinan tentang makna itu sendiri. Alam tidak punya tujuan. Inilah ayat pertama modernitas. Ayat keduanya, kerena alam tidak punya tujuan, kita boleh melakukan apa saja, asalkan tau caranya.
Telah saya singggung di atas bahwa modernitas lahir dari rahim revolusi saintifik. Revolusi saintifik membebaskan munusia dari keyakinan naif bahwa pengetahuan telah tersedia dalam kitab suci. Manusia mulai sadar, bahwa faktanya tidak begitu. Revolusi saitifik menumbuhkan kesadaran baru bahwa ada kemungkinan menaikkan kapasaitas pengetahuan untuk menciptakan kekuasaan.
Pengetahuan adalah kekuatan. Kekuatan adalah senjata yang memungkinkan manusia untuk berkuasa atas alam, satu-satunya entitas yang berusaha ditundukkan pasca revolusi saintifik. Modernitas memberikan kekuasaan pada manusia atas alam.
Memang ada beberapa arus yang menolak modernisme dengan mengemukakan diskursus posmodernisme. Posmodernisme dalam kajian filsafat diperkenalkan oleh Jean-Francois Lyotard dalam bukunya The Postmodern Condition: A Report on Knowledge tahun 1984. Gerakan ini muncul sebagai respon atas modernisme yang dianggap memilki kecacatan.
Lyotard berbicara bagaimana ilmu dilegitimasikan oleh narasi besar (grand narative), seperti kebebasan, kemajuan, emansipasi kaum proletar dan seterusnya. Lyotard melihat bahwa dewasa ini narasi besar tidak mungkin lagi diterapkan.
Artinya, sangat mustahil membangun sebuah wacana universal. Dengan kata lain, posmodernisme menggugat diskursus totliter yang diusung modernisme. Namun, posmodernisme sebetulnya hanya satu varian dari modernisme itu sendiri. Posmodernisme hanya bagian kecil dari modernisme.
Kemana modernitas bergerak? Modernitas adalah arus pasang yang terus melaju tanpa arah. Karena itu, akan sulit membuat prediksi kemana modernitas akan berlabuh. Kemanapun prediski itu ditujukan, itu hanya salah satu kemungkinan di antara banyak sekali kemungkinan. Karena itu, upaya apapun yang dilakukan pada hakikatnya hanyalah upaya untuk memperkaya wawasan masa akan depan semata.
Bagaimana modernitas berpengaruh pada ekonomi? Modernitas memberikan kekuasaan untuk bertindak apa saja terhadap alam. Karena itu, nama dari ekonomi modern yang tepat adalah “keruntuhan ekologi”. Bukan lagi kapitalisme.
Pada zaman pra modern, ketamakan adalah sebuah hal yang sangat dibendung. Namun, modernitas menjungkirbalikkan itu. Dalam konteks modernitas, ketamakan menjadi sebuah kelaziman jika bukan kebutuhan. Sesuai dengan ayat kedua modernitas.
Manusia boleh melakukan apa saja terhadap alam asalkan tau caranya. Dan itu bisa dilakukan dengan kekuasaan yang diperoleh dari pengetahuan. Artinya, modernitas memberikan kekuasaan pada manusia untuk bertindak semena-mena demi memuaskan ketamakan.
Bagaimana itu terjadi? Revolusi saintifik menyulut ledakan modernitas yang dahsyat. Gelombang pasang modernitas membanjiri semua aspek kebudayaan. Meksipun demikian, revolusi saintifik menyisakan pertanyaan-pertanyan pelik yang belum bisa dijawab. Bagaimana otak memproduksi kesadaran? Apa yang menyebabkan big bang? Pertanyaan-pertanyaan semacam ini belum dapat dijawab.
Revolusi saintifik bukan revolusi pengetahuan. Tapi justru revolusi ketidaktahuan. Manusia semakin sadar bahwa manusia tidak tau banyak tentang dunia. Kitab suci atau agama juga tidak memberikan jawaban atas pertanyaan-pertayaan mendasar tentang dunia.
Karena itu, manusia mulai berusaha melakukan penyelidikan tentang dunia. Dalam konteks itu, keberanian untuk mengatakan “Kami tidak tau” adalah kunci kemajuan. Manusia mulai bergairah terhadap pengetahuan. Para pelajar pengetahuan mengemban sebuah visi. Visi mereka adalah melampaui apa yang pernah diketahui orang-orang sebelum mereka. Menguji apa yang pernah dikemukakan pendahulu mereka.
Ujian dari ilmu pengetahuan adalah kemanfaatannya. Teori yang memungkinkan kita melakukan hal baru adalah pengetahuan. Tidak ada konsep ide, atau teori yang sakral dalam konteks ilmu pengetahuan. Semangat inilah yang membuat ilmu pengetahuan terus tumbuh. Bayi mungil itu terus tumbuh.
Namun, pengetahuan adalah anak berbakat tanpa tuan. Karena itu, politik, ekonomi, serta agama yang menjadi kandidat tuan dari pengetahuan. Segera politik mengajukan diri sebagai bapak angkatnya. Politik kemudian yang memberi makan pengetahuan dan menetukan untuk apa perkembangan pengetahuan digunakan. Ibarat simbiosis mutualisme. Termasuk dalam melakukan imperialisme.
Kemesraan antara ilmu pengetahuan dan politik diam-diam menghasilkan kesepakatan gelap. Imperialisme. Imperialisme adalah evolusi dari kapitalisme. Pengetahuan tidak bisa berkembang tanpa donor dari politik untuk melakukan berbagai penyelidikan. Dengan kata lain, kapitalisme yang telah berkembang menjadi bentuknya yang sempurna, imperialisme, itulah yang mendorong perkembangan pengetahuan.
Pengetahuan adalah nutrisi yang membuat modernitas terus tumbuh. Sedangkan, semua yang terdampak oleh pengetahuan adalah modernitas.
Persekutuan pengetahuan dengan imperialisme membuat posisi masing-masing menguat. Ilmu pengetahuan tumbuh, berkembang. Imperialisme segera menjadi bencana berskala masif bagi alam di berbagai belahan dunia. Inilah yang saya sebut sebagai keruntuhan ekologis sebagai salah satu dampak dari modernitas.
Bagaimana posisi agama dalam konteks modernitas? Modernitas adalah dunia tanpa tuhan, tanpa agama dan tanpa etika. Satu-satunya etika dalam modernitas adalah pengabdian pada manusia. Modernitas adalah sebuah tatanan dunia yang mengabdi pada humanisme dengan berbagai variannya. Apakah itu humanisme liberal, humanisme sosialis, ataupun humanisme evolusioner.
Pada umumnya, kalangan agamawan gagap dalam menyambut gelombang pasang modernitas. Karena keduanya berdiri di atas asumsi yang sama sekali berbeda. Agama berdiri di atas fondasi makna. Sementara modernitas berdiri dengan tujuan kekuasan, tanpa makna. Agama juga tidak didesain untuk rakus terhadap kekuasaan.
Berbanding terbalik dengan modernitas. Di sisi lain, secara masif, modernitas mengepung agama dari berbagai sudut. Karena itulah kalangan agamawan gagap, bahkan hanya untuk mendiskusikan gelombang pasang modernitas.
Sudah terlambat untuk mencegah modernitas tumbuh. Modernitas mengepung agama dari berbagai sisi. Tidak ada pilihan lain bagi agama kecuali bersikap progresif. Agar dapat bertahan di tengah arus moderitas.
Secara ringkas, revousli saintifik menghasilkan kekuasan tanpa makna. Kekuasaan melahirkan dominasi atas alam. Dominasi atas alam menyebabkan keruntuhan ekologi. Di sisi lain, kultur tanpa makna memasung ruang gerak agama. Dalam kondisi demikian, agama tidak mampu berbuat banyak. Kecuali bersikap akomodatif, progresif, dan berdamai dengan modernitas.
Oleh : M. Khusnul Khuluq (Human Right Defender, Kader Muda Muhammadiyah)