Modernis.co, Malang – Dewasa ini pelbagai hal yang berkaitan dengan keagamaan marak dibicarakan. Hal ini dimulai oleh anggapan-anggapan negative terhadap keberadaan maupun peran suatu paham kegamaan dalam kehidupan bersosial kemasyarakatan.
Sebagai contoh misalnya, aksi terorisme diidentikkan dengan agama, serta model berpakaian seseorang pun tak luput dari penilaian. Pandangan ini membuktikan adanya ketidakmampuan suatu golongan dengan golongan lainya saling terbuka menyikapi setiap perbedaan.
Mirisnya, paradigma seperti ini rupanya melekat pada setiap individu. Hal ini dikarenakan mereka diajari sejak masa pertumbuhan. Artinya, ini berbicara tentang peran orang tua dalam lingkup keluarga sebagai komponen terkecil dalam masyarakat, dan juga lingkungan yang menjadi factor eksternalnya.
Namun ada satu hal menarik menjadi alasan lain kenapa hal seperti ini bisa terjadi. Menurut hemat penulis, dari beberapa literatus yang menjelaskan tentang persoalan ini, dapatlah dirangkum bahwa paham radikalisme terbentuk karena 3 (tiga) hal yaitu :
Pertama, minimnya pengetahuan tentang keanekaragaman paham keagamaan (multi tafsir). Ini disebabkan perbedaan sudut pandang ketika mengkaji nash-nash, maupun dilatarbelakangi oleh beragamnya metode yang dipakai ketika melakukan penggalian/penetapan hukum (istinbath).
Kedua, kekolotan dalam beragama. Seringkali ini bermula ketika seseorang mengutamakan sifat tekstualisnya dalam menyikapi setiap persoalan. Menjadilah nash hanya sebagai legitimasi pernyataan maupun tindakan. Hakikatnya nash harus bisa ditafsirkan secara progresif guna mewujudkan fungsinya sebagai penjelas (al-bayyan) dan petunjuk (al-huda), sebab persoalan dalam masyarakat tidak berhenti pada satu kasus saja. Akan tetapi kehidupan begitu dinamis begitupula dengan persoalan kehidupan begitu kompleks.
Ketiga, fanatisme golongan. Sikap mendewakan pemuka golongan atau tokoh agaman berimplikasi langsung kepada ekspresi keberagamaan seseorang. Akibatnya, berujung pada sikap fanatisme. Memiliki identitas tersendiri sebagai pembeda dengan golongan lain tidak menjadi persoalan, guna menunjukan bahwa seseorang tersebut memiliki ciri tersendiri ketika menunjukan paham keagamaanya. Ciri khas sebagai kecenderungan perihal ini yakni terlau eksklusiv dan tak jarang ada juga yang konservatif.
Kedudukan Muhammadiyah di Masyarakat
Muhammadiyah sejak berdirinya mengutamakan keterbukaan dalam setiap hal, baik itu dari warga muhammadiyah sendiri maupun dari orang-orang yang bukan warga muhammadiyah akan tetapi memiliki kepedulian terhadap organisasi kemasyarakatan ini. Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah menyerukan amar makruf nahi munkar kepada siapapun. Realitas ini menegaskan bahwa muhammadiyah memiliki cita-cita mulia dalam membangun peradaban manusia.
Misi inilah yang dalam muhammadiyah dikenal dengan “tajdid” atau pembaharuan. Jika dipandang menurut sasaranya, M Djindar Tamimy menguraikan bahwa tajdid memiliki dua makna yaitu : Pertama, purifikasi (usaha untuk mengembalikan ajaran sesuai dengan sumber otentik). Kedua, modernisasi (ini berkaitan dengan muamalah/keduniawiaan berupa inovasi metode, strategi, maupun taktik yang digunakan sebagai instrument guna mencapai cita-cita persyarikatan).
Muhammadiyah tidak pernah mengajarkan kepada siapun untuk bersikap melenceng dari agama. Radikalisme adalah muara yang berakar dari kesalahan dalam pemahaman agama. Pemahaman akan membentuk ideologi seseorang, selanjutnya ideologi inilah yang akan menuntunya untuk berbuat sebab sudah melekat pada dirinya. Penting kiranya muhammadiyah menekankan tentang purifikasi dalam hal pembentukan ideologi masyarakat.
Peran Muhammadiyah di Masyarakat
Kontribusi muhammadiyah tak bisa diragukan lagi. Dalam perjuangan kemerdekaan muhammadiyah ikut berpartisipasi dalam melawan kekuasaan colonial yang ingin menduduki Bangsa ini, pun banyak dari tokoh muhammadiyah yang terlibat aktif berkontribusi ketika perumusan dasar Negara.
Di era sekarang muhammadiyah tetap melanjutkan warisan luhur tersebut. Berbondong-bondong amal usaha didirikan guna memudahkan masyarakat mengakses kebutuhanya baik itu berkaitan dengan pendidikan, kesehatan, keagamaan, serta kebutuhan hidup sehari-hari.
Dewasa ini titik berat yang menjadi hal pokok atau dikenal dengan bidang garapan muhammadiyah dapat disimpulkan menjadi 3 (tiga), yaitu : (1) Bidang Keagamaan, (2) Bidang Pendidikan, (3) Bidang Kemasyarakatan. Inilah ciri muhammadiyah yang membedakanya dengan golongan maupun organisasi kemasyarakatan (walaupun pada dasarnya terdapat kesamaan diaspek realisasi, namun masih banyak juga ditemukan perbedaan).
Maksimalisasi Amal Usaha
Menurut hemat penulis, salah satu cara paling efektif guna mencegah merambatnya paham radikalisme adalah dengan memasifkan segala hal yang berkaitan dengan penanaman ideologi, harus didalamkan atau difokuskan lewat pengajaran maupun pembinaan yang terdapat di amal usaha sendiri. Semakin intensif ini dilaksanakan, maka semakin besar pula untuk mebnghasilkan generasi yang terjebak persoalan agama.
Keberadaan amal usaha, terutama diwilayah ranting sangat diperlukan. Tumpu perkaderan persyarikatan. Baik itu menjadi kader umat, kader bangsa, maupun kader persyarikatan sendiri. Peningkatan kualitas semua elemen yang terlibat langsung secara efektif dalam melaksanakan peranya dalam amal usaha menjadi kunci utama, selanjutnya metode/system yang diterapkan juga harus maksimal. Hal ini dimungkinkan akan terjadi lahirnya kelompok-kelompok yang sengaja numpang dalam tubuh amal usaha muhammadiyah untuk menghancurkanya dari dalam.
Masifnya perkaderan yang dijalankan oleh amal usaha akan equivalen dengan lahirnya generasi yang berkualitas. Artinya, amal usaha menjadi ujung tombak perjuangan melawan terror-teror radikalisme ditengah kehidupan sosial kemasyarakatan. Maksimalisasi amal usaha, munkin bisa ajukan satu contoh, kita semua mungkin pernah berpikir kenapa gerakana radikalisme selalu mengidentikkan diri dengan gerakan jihad yang imbalanya adalah surga.
Oleh karena itu disinalah peran amal usaha, terkhusus dalam kasus ini adalah lembaga keagamaan agar memmberikan pembinaan terhadap seluruh elemen agar mendapatlan pengetahuan akan makna jihad dan radikalisme yang sesungguhnya.
Menebarkan kedamaian, memperjuangkan persatuan dan persaudaran itulah yang menjadi cita-cita komunal kita semua. Merealisasikan makna islam yang dalam arti hakiki. Harapanya muhammmadiyah sebagai organisasi kemasyaratan yang terbesar dan warganya ada diseluruh pelosok nusantara maupun dunia bisa mengusahakan hal-hal seperti ini, agar terbentuknya masyarakat islam yang sebenar-benarnya sebagaiman yang tertera jelas menjadi landasan perjuangan atau cita-cita perjuangan muhammadiyah
*Oleh : Wahjiansah (Mahasiswa Jurusan Hukum Keluarga Islam Universitas Muhammadiyah Malang)