Modernis.co, Malang – 54 tahun Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) memancarkan cahaya landasan filosofisnya (Tujuan Muhammadiyah) di tengah masyarakat Indonesia. Besar kiranya harapan kita sebagai kader agar cahaya itu tidak meredup meskipun sekarang IMM secara lansung sedang berhadapan dengan pergeseran nilai spiritualitas, moralitas, dan peruban sosiali yang begitu berkecamuk.
Bukan hanya di ranah masyarakat, dari tatanan kepemimpinan yang membuat peraturan-pun melanggar hukum, batasan, dan memberikan contoh yang sangat tidak etis sebagai panutan dalam kehidupan sosial kita. Pemimpin muda yang mewarisi pola berpikir pendahulunya yang condong tergiur dengan nilai material, angka, nominal serta kesenangan ini menjadikan era milenial semakin tercekik dengan lontaran fitnah dan berita kezaliman yang memuakkan.
Melihat banyaknya intelek-intelek muda yang hanya sekedar mencari nama dan terbawa arus kapitalis, serta membudayakan sifat individualis seperti sekarang, maka sebagaimana darah yang menerobos kesetiap organisme manusia dan menelusuri saraf-saraf untuk di tepatinya.
Harapannya, seperti itu jualah nilai Trilogi dan Kompetensi dasarnya IMM bisa melekat / mengungsung kepada seluruh kader-kadernya. Agar perjuangan panjang dan cita-cita mulianya tidak ternodai apalagi sampai didiskterditkan hanya karena dangkalnya pemahaman dan tidak meratanya aktualisasi asas ideologi.
Menurut pengamatan saya secara pribadi sebagai bentuk perhatian terhadap organisasi yang saya cintai dan saya dalami selama baru setahun menjadi kadernya. Pergerakan ikatan semakin luas, seiring dengan tantangannya yang semakin berat, sehingga dapat kita nilai ikatan sudah mampu bertahan jauh dan tinggal mengambil alih guna menghapuskan sikap dehumanisasi dengan menyebar luaskan kepakan sayap dakwahnya.
Strategi, atau metode dan teknik-teknik baru harus dirumuskan agar ketika bergulat dengan keadaan buruk, ikatan tidak hanya bertahan dan menangkis. sembari itu ikatan harus mampu menyerang agar tatanan dan paradigma terhadap kemajuan teknologi yang memanjakan sifat kebinatangan dan sikap serakah yang melampui batasan yang merugikan masyarakat luas tersebut roboh dan tak lagi tumbuh di ranah kehidupan.
Hal ini sangat urgent karena merupakan penerapan dan implementasi dari penghayatan yang mendalam dari kalimat “amal ma’ruf nahi mungkar”. “amal ma’ruif” yang berartikan: memunculkan kebaikan yang akan timbul dan memelihara kebaikan yang sedang timbul”. Sedangkan “nahi mungkar” diartikan, “menghilangkan keburukan yang sedang timbul dan mencegah keburukan yang akan timbul”.
Dengan demikian selogan dan upaya yang dirancang tidak hanya jadi wacana yang seperti lingkaran setan, hanya berkutat sebagai topik buah bibir tanpa implementasi dan operasialisasi terhadap kehidupan sehari-hari.
*Oleh : Syarif R. F. (Mahasiswa FAI UMM)