Modernis.co, Malang – Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia beberapa pekan ini menjadi hentakan keras bagi pemerintah yang juga sudah pasti berimbas kepada rakyat Indonesia.
IMM Jatim menilai bahwa krisis yang melanda negeri hanya mampu diminimalisir namun tetap tidak terobati, bisa kita lihat hingga saat ini nilai mata uang Indonesia tidak kunjung membaik. Karena bagi kami, kerisis dibelahan dunia berdampak erat hubungannya ke dalam negeri, bahkan berdampak terhadap negara-negara kawasan. Jika Indonesia tetap bergantung terhadap hutang dan modal investasi maupun dari IMF dan World Bank, maka yang ada akan memperpanjang kesengsaraan ekonomi rakyat.
Bagi IMM Jawa Timur bukan alasan dan langkah yang tepat jika Indonesia terus bergantung pada Investasi dan pinjaman modal melalui IMF dan WB, asing maupun suwasta, seperti agenda terdekat dimana Indonesia membidik Investasi Rp 43 T dari Pertemuan IMF-WB di Bali.
Perhelatan tahunan IMF-World Bank Annual Meeting bakal dimanfaatkan Indonesia sebagai ajang untuk menggalang investasi dari sejumlah negara yang hadir. Demikian disampaikan Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan usai menggelar rapat pelaksanaan IMF-World Bank Annual Meeting 2018 di kantornya, Senin (27/8/2018).
Dari kegiatan tersebut, Luhut bilang ada potensi investasi sebesar US$ 2-3 miliar atau Rp 43,5 triliun (kurs Rp 14.500) bisa masuk ke Indonesia, dari mulai investasi di bidang infrastruktur jalan, jembatan hingga energi.
Sebagaimana kita ketahui bahwa, International Monetary Fund (IMF) – World Bank Group (WBG) Annual Meetings (AM) merupakan pertemuan tahunan yang diselenggarakan oleh Dewan Gubernur IMF dan WBG. Pertemuan tersebut akan menghadirkan total 15.000 peserta, yang terdiri dari Gubernur Bank Sentral dan Menteri Keuangan dari 189 negara, sektor privat, NGOs dll.
Selain dihadiri oleh seluruh Menteri Keuangan dan Gubernur Bank sentral dari 189 negara anggota IMF-WB, pertemuan tahunan ini juga akan dihadiri 3.500-5.000 investor di industri keuangan yang siap berinvestasi.
IMM Jawa Timur paham betul bahwa disatu sisi pembangunan ekonomi melalui investasi dan pembangun infrastruktur yang terjadi saat ini tidak lepas dari ketergantungan negeri ini terhadap penanaman modal asing ataupun swasta, yang sudah pasti ada item-item kebutuhan yang mengharuskan Impor dalam pelaksanaannya, entah berbentuk jasa ataupun berbentuk barang raumateril atau material, begitu pula sudah pasti mempengaruhi kurs rupiah. Hal itu juga berbanding lurus dengan perusakan dan perampasan tanah rakyat yang setiap tahun konflik agraria meningkat 50%.
Persoalan kasus agraria, dimana eksplorasi terhadap alam Indonesia yang dilakukan pemerintah atau yang dilakukan oleh korporasi swasta mapun asing membuat sejarah panjang konflik agraria yang terjadi di Indonesia.
Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat terjadi 659 konflik agraria sepanjang 2017, dengan luasan mencapai 520.491,87 hektar (ha). Jumlah konflik agraria meningkat 50 persen dibandingkan 2016. “Jika dirata-rata kurang lebih ada dua konflik agraria terjadi dalam satu hari di Indonesia, tahun ini,” kata Sekretaris Jenderal KPA Dewi Kartika dalam Catatan Akhir Tahun 2017.
Konflik-konflik tersebut melibatkan sedikitnya 652.738 kepala keluarga. Dari seluruh sektor yang dimonitor, perkebunan masih menempati posisi pertama, sebanyak 208 konflik, atau 32 persen dari seluruh jumlah konflik.
Berturut-turut setelahnya yaitu properti 199 konflik (30 persen), infrastruktur 94 konflik (14 persen), pertanian 78 konflik (12 persen), kehutanan 30 konflik (5 persen), pesisir/kelautan 28 konflik (4 persen), serta pertambangan 22 konflik (3 persen).
“Dengan begitu, selama pemerintahan Jokowi-JK dari 2015-2017, telah terjadi sebanyak 1.361 konflik agraria. Jika dilihat dari luasannya, sepanjang 2017 ada lebih dari 500.000 hektar lahan yang masuk dalam konflik agraria. Paling luas adalah perkebunan yaitu seluas 194.453,27 ha.
Berturut-turut setelahnya yaitu kehutanan (137.204,47 ha), infrastruktur (52.607,9 ha), pertambangan (45.792,8 ha), pesisir/kelautan (41.109,47 ha), pertanian (38.986,24 ha), dan properti (10.337,72 ha).
Dan jika dilihat secara komoditas, kontributor terbesar konflik agraria di sektor perkebunan berasal dari perkebunan kelapa sawit dan juga pertambangan.
Sisi lain dalam proyek infrastruktur meliputi proyek jalan tol, bandara, pelabuhan, hingga kereta cepat. Yang sudah selaras dengan perampasan tanah serta konflik agraria yang terus meningkat.
Investor Asing Akselerator Pembangunan Infrastruktur Indonesia, seperti apa yang disampaikan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyambut baik, menurutnya semakin banyak investor asing yang bekerja sama dengan perusahaan lokal dalam hal pembangunan infrastruktur.
Keterlibatan bank asing dalam memberikan bantuan pembiayaan juga tak luput dari harapan pemerintah satu tahun silam. Partisipasi perbankan asing dalam proyek infrastruktur di Indonesia pun mulai beriringan dengan bank-bank BUMN yang tadinya mendominasi.
Dimana para investor memberikan pinjaman jangka panjang 15 sampai 20 tahun bahkan lebih, dan itu akan menyandra kekayaan alam kita hingga puluhan tahun kedepan dengan masa depan ekonomi yang tak pasti bagi rakyat, namun yang ada akan memperpanjang kesengsaraan rakyat.
Dalam narasi pemerintah satu tahun silam tersebut, IMM Jawa Timur memandangan alasan yang tidak tunggal, karena memang proyek infrastruktur tetap berjalan dan ada progres. Namun apakah hal tersebut mampu mengobati krisis yang terjadi di Indonesia, nyatanya semakin banyak Investor yang masuk dalam proyek Infrastruktur, terbukti adanya difisit neraca dagang Indonesia tidak mampu mendongkrak perekonomian, yang ada hanyalah perbaikan jalan.
Namun setelah jalan membaik tumbuh perusahaan- perusahaan swasta maupun asing berdiri, dengan segala keberingasan nya siap mengeksplorasi alam Indonesia dari hulu ke hilir.
IMM Jatim sadar betul bahwa langkah tersebut juga akan memperpanjang perampasan tanah dan pengrusakan alam yang semakin lama, dan konservasi alam serta ketahanan pangan Indonesia semakin menurun. Bukti terjadi baru baru ini dimana Indonesia sebagai negara agraris namun masih impor beras, miris kan..!!
Sisi lain, negara yang kaya akan sumber energi, toh nyatanya BBM tetap merangkak naik, bahan pokok terus melambung tinggi, perampasan tanah dan eksplorasi terhadap alam terjadi dimana mana, pengalihan konservasi hutan lindung berubah menjadi hutang produksi, seperti yang terjadi di Tumpang Pitu, Banyuwangi, Jawa Timur. Belum yang terjadi di belahan daerah- daerah Indonesia.
Maka dari itu IMM Jawa Timur mendesak dan menuntut pemerintah:
Isu Pokok:
1. Tolak Investasi Modal Swasta dan Asing masuk ke Indonesia.
Isu Turunan:
2. Nasionalisasi aset-aset strategis dikuasai oleh rakyat dan diperuntukkan semata mata kesejahteraan rakyat.
3. Tingkatkan Kilang-kilang minyak dalam negeri yang dikuasai oleh rakyat dan untuk rakyat.
4. Usir kilang- kilang minyak milik korporasi asing dan swasta dari Indonesia untuk dikuasai rakyat.
5. Berikan upah layak dengan kesejahteraan buruh yang sejati.
6. Berikan fasilitas kesehatan gratis bagi rakyat 100%.
7. Tolak perampasan tanah dan pengrusakan atas eksplorasi alam Indonesia swasta maupun asing, dalam bentuk perjanjian apapun yang merugikan rakyat.
8. Tegakkan reforma agraria sejati dan mengabdi untuk rakyat.
9. Tingkatkan serta peningkatan ekonomi di sektor maritim Indonesia yang mengabdi kepada rakyat.
*Oleh: Baikuni Alshafa, S.IP. (Kabid Hikmah DPD IMM Jatim)