Modernis.co, Malang – Pada 18 November 2022 Muhammadiyah telah berusia 111 tahun. Sejak 18 November 1912 yang didirikan oleh Muhammad Darwis atau KH. Ahmad Dahlan, mentari Muhammadiyah selalu menyinari umat dan bangsa melalui berbagai amal usaha yang bermanfaat.
Muhammadiyah mampu dan tetap eksis melintasi zaman dalam menjalankan konsistensinya memperjuangkan Khitahnya sebagai organisasi sosial keagamaan.
Dengan tiga gerakan sentral yakni gerakan Islam, gerakan amar ma’ruf nahi mungkar dan gerakan tajdid (pembaruan). Kronologis atau aspek historis berdirinya Muhammadiyah ini berawal dari keresahan, kegelisahan yang dialami oleh KH. Ahmad Dahlan.
Melihat kerendahan pengetahuan umat islam di indonesia yang disebabkan oleh minimnya pendidikan yang diperoleh masyarakat mulai dari golongan rakyat hingga bangsawan.
Sehingga melalui gerakan kebangkitan Islam dengan berdirinya organisasi Muhammadiyah diharapkan mampu memberikan kualitas pendidikan yang jauh lebih baik terhadap masyarakat dan memunculkan semangat nasionalisme untuk melepaskan diri dari imperialisme dan kolonialisme belanda.
Namun jika ditarik lebih awal KH. Ahmad Dahlan sudah memberikan dasar-dasar kultural kemasyarakatan. Hal ini merupakan infrastruktur sosial-budaya dan sekaligus infrastruktur kebangsaan sejak ia berumur 29 tahun yang meluruskan arah kiblat pada 1897 dan menyelenggarakan pengajian Wal-Ashri pada tahun 1904.
Meluruskan arah kiblat yang dilakukan KH. Ahmad Dahlan mengajak masyarakat berpikir kritis dan ilmiah untuk melek peta geografis agar dapat melihat posisi indonesia dengan ka’bah sebagai arah kiblat yang sebenarnya.
Ia juga mengajarkan Wal-Ashri agar bangsa Indonesia menghargai pentingnya waktu. KH. Ahmad Dahlan juga mendorong perempuan untuk melek kebebasan, membebaskan perempuan dari kultur sumur, dapur, dan kasur serta mendorong mereka agar peduli pada kaum dhuafa dan tolong menolong semangat berbagi dengan spirit Al- Ma’un (welas kasih) dan seterusnya.
Pembebasan perempuan ini dimulai sejak tahun 1914 yang pada awalnya KH. Ahmad Dahlan mendirikan perkumpulan Sopo Tresno dan berkembang menjadi Aisyiyah pada tahun 1917.
Sejak tahun 1912 peran Muhammadiyah dalam membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI semakin jelas dengan banyak mendirikan sekolah yang mendorong masyarakat melek huruf melek ilmu pengetahuan dan melek politik.
Yakni kemauan dan semangat nasionalisme untuk mendapatkan kemerdekaan. Berpuluh-puluh sekolah dibangun untuk mencerdaskan bangsa Indonesia. Pada tahun 1918 KH.
Ahmad Dahlan mengajak bangsa Indonesia untuk melek kemerdekaan dengan mendirikan kepanduan Hizbul Wathan HW (golongan pecinta tanah air) yang dijadikan sebagai wadah untuk memupuk semangat nasionalisme dan patriotisme generasi muda.
Penanaman ideologi kebangsaan sangat sarat dalam pendidikan di HW. Mereka diajarkan disiplin, sifat kesatria, keterampilan fisik dan seterusnya. Sehingga banyak melahirkan ribuan pecinta tanah air antara lain: Jendral Sudirman, Presiden Suharto, Letnan Jenderal Daryatmo dan seterusnya.
Akan tetapi perkembangan zaman mulai dengan globalisasi, demokratisasi yang sudah universal serta revolusi industri 4.0 tidak bisa nafikan. Muhammadiyah harus menyesuaikan dengan kondisi zamannya. Upaya Muhammadiyah juga demikian dinamis dalam menghadapi revolusi industri 4.0 untuk negeri.
Mulai dari mencerdaskan kehidupan bangsa dengan amal usahanya di berbagai bidang. Bidang pendidikan dari TK hingga PT menyehatkan bangsa dengan berbagai rumah sakit dan klinik yang sudah tersebar seantero negeri.
Memberdayakan sosial-ekonomi masyarakat dengan gerakan sosialnya membangun panti asuhan dan Lazismu. Jejaring sosial dan manajerial Muhammadiyah semakin mendunia dan mendapatkan pengakuan secara internasional sebagai organisasi yang modern. Revolusi industri 4.0 berawal dari penemuan Cyber fisik dan kolaborasi manufaktur sekitar tahun 2011.
Revolusi ini ditandai dengan digitalisasi manufaktur, komputerisasi, peningkatan volume data, kekuatan konektivitas, komputasi dalam berbagai aspek kehidupan serta pemanfaatan kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence, AI, teknologi nano dan berbagai macam inovasi teknologi informasi dan komunikasi. Era ini memiliki dampak yang sangat signifikan dalam kehidupan manusia.
Kemajuan sains dan teknologi, khususnya dalam teknologi informasi dan komunikasi yang menciptakan robot cerdas faktanya mulai mengganti posisi manusia dan mendegradasi perannya.
Adanya big data, IoT (internet of thing), AI, percetakan 3D, kendaraan tanpa pengemudi dan mesin pintar membuat hidup manusia kurang bermakna. Manusia menjadi termarginalisasi dan teralienasi.
Bahkan mengalami dekadensi spiritual sebab kemajuan sains dan teknologi yang diciptakannya sendiri. Maka dari itu muncullah kesadaran baru dalam menciptakan kemajuan sains dan teknologi yakni gagasan society 5.0 yang mulai digulirkan oleh Jepang dengan menawarkan konsep masyarakat yang berpusat terhadap manusia (human-centered) dengan memadukan berbagai aktivitasnya berbasis teknologi (technology based).
Society 5.0 berupaya dalam menyemibangkan kemajuan teknologi, sosial budaya, ekonomi dengan menyelesaikan permasalahan sosial melalui sistem yang menghubungkan dunia nyata dengan dunia maya.
Apabila revolusi industri 4.0 mendahulukan kecerdasan buatan dalam menyelesaikan berbagai macam masalah. Maka society 5.0 adalah masa dimana semua teknologi merupakan bagian dari manusia itu sendiri.
Adanya society 5.0 diharapkan menjadi tonggak sejarah humanisasi peradaban. Masyarakat dunia memang sedang merindukan peradaban baru yang lebih humanis dan bermakna, bukan peradaban yang mekanistik.
Gerakan tajdid (pembaharuan) Muhammadiyah harus sigap dan siap dalam menghadapi tantangan untuk memasuki era baru pasca revolusi industri 4.0 yakni era society 5.0 di tengah kegersangan spiritual yang dialami oleh generasi milenial.
Muhammadiyah harus menyiapkan diri untuk gerakan humanisasi peradaban dengan menghadirkan keterlibatan tuhan dalam seluruh aspek kehidupan. Humanisasi peradaban dapat dimulai dari pengembangan sistem pendidikan yang holistik integratif sebuah sistem yang memadukan trilogi iman, ilmu dan amal shalih dengan menumbuhkan equilibrium orientasi duniawi dan ukhrawi.
Juga mengaktualisasikan multi kecerdasan, multi peran dan multipotensi bangsa. jika di abad pertama Muhammadiyah sukses menerjemahkan teologi Al-Ma’un dengan menebar banyak manfaat dan maslahat bagi bangsa dan umat melalui jalur pendidikan, kesehatan, pemberdayaan sosial ekonomi umat, dan jihad konstitusinya.
Maka pada abad kedua Muhammadiyah harus mampu menghadirkan kontribusi kamanusiaan profetik dan kontribusi kenegaraan yang lebih konstruktif. Selamat milad Muhammadiyah yang ke-111.
Oleh: Muhammad Nur Ghazali Mahasiswa Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Malang