Soal Bisnis, Bagaimana Islam Memberi Pandangan?

etika bisnis

Modernis.co, Depok – Bisnis dengan segala macam bentuknya terjadi dalam kehidupan kita setiap hari, sejak bangun pagi hingga tidur kembali. Alarm jam weker yang selalu membangunkan kita dini hari dengan lantunan merdunya adzan subuh, sajadah alas yang kita gunkan untuk sujud, mobil atau sepeda motor yang mengantarkan kita ke mana saja, serta semua kebutuhan rumah tangga kita.

Seluruhnya adalah produk yang dihasilkan, didistribusikan, dan dijual oleh para pelaku bisnis. Uang yang dibelikan beragam produk tersebut mungkin diperoleh dari bekerja pada suatu bisnis. Contoh di atas menunjukkan betapa luasnya cakupan bisnis yang terjadi mulai zaman dahulu hingga sekarang.

Pada umumnya, setiap manusia memerlukan harta untuk mencakupi segala kebutuhan hidupnya. Karenanya, manusia akan selalu berusaha memperoleh harta kekayaan itu. Salah satunya melalui bekerja. Sedangkan salah satu dari ragam bekerja adalah berbisnis.

Islam mewajibkan setiap muslim untuk “bekerja”. Bekerja merupakan salah satu sebab pokok yang memungkinkan manusia memiliki harta kekayaan.

Untuk memungkinkan manusia berusaha mencari nafkah, Allah SWT melapangkan bui serta menyediakan beragai fasilitas yang dapat dimanfaatkan manusia untuk mencari rezeki. “ sesungguhnya, kami telah menempatkan kamu sekalian di bumi dan kami adakan bagimu di muka bumi itu sumber-sumber penghidupan” (al-‘araf:10).

Bisnis pastinya tidak luput dengan yang namanya harta. Karenanya, harta merupakan salah satu kebutuhan primer dalam kehidupan. Tidak ada manusia yang tidak membutuhkan harta. Dalam Al-qur’an, kata Mal (harta) disebutkan dalam 90 ayat lebih. Sedangkan dalam hadist Rasulullah, kata harta banyak kali disebutkan; tidak terhitung jumlahnya.

Islam memandang harta sebagai salah satu bekal kehidupan dunia. Ia merupakan salah satu sarana yang bisa memepermudah kehidupan manusia. Harta hanya sebagai sarana, jika dipergunakan untuk kebaikan, maka ia akan menjadi baik, dan jika dipergunakan untuk keburukan, maka ia akan menjadi buruk.

Dari paparan di atas hubungan antara harta dan bisnis merupakan hal yang saling berkaitan dan bisnis Islami dapat diartikan sebagai serangkaian aktivitas bisnis dalam berbagai bentuknyayang tidak dibatasi jumlah (kuantitas) kepemilikan hartanya (barang/jasa) termasuk profitya.

Namun dibatasi dalam cara perolehan dan pendayagunaan hartanya (ada aturan halal dan haram).

Sejalan dengan kaidah ushul fiqh “al-aslu fi al-af’al at-taqayyud bi hukmi asy-syaar’i” yang berarti bahwa hukum asal suatu perbuatan adalah terikat dengan hukum syara’; wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram, maka pelaksanaan bisnis harus tetap berpegang pada ketentuan syariat.

Dengan kata lain, syariat merupakan nilai utama yang menjadi payung strategis maupun taktis organisasi bisnis. Bisnis Islami yang dikendalikan oleh aturan halal dan haram, baik dari cara perolehan maupun pemanfaatan harta, sama sekali berbeda dengan bisnis non-Islami.

Dengan landasan sekulerisme yang bersendikan pada nilai-nilai material, bisnis non-Islami tidak memperhatikan aturan halal dan haram dalam setiap perencanaan, pelaksanaan, dan segala usaha yang dilakukan dalam meraih tujuan-tujuan bisnis.

Seorang pebisnis wajib membuka usaha bisnisnya sesuai dengan ajaran Islam, sehingga segala usaha yang dibuka untuk berbisnis mendapat ridha dari Allah SWT. Beberapa hal yang kerap dilakukan oleh Rasulullah sebelum berbisnis adalah salah satunya menanamkan niat saat bekerja.

Karenanya, niat merupakan spirit, biji, dan tiang amal. Keabsahan dan tidaknya sebuah amal tergantung pada sah dan tidaknya niat. Amal tidak akan dianggap absah kecuali didahului dengan niat. Kualitas amal seorang pebisnis tergantung kualitas niatnya.

Amal tersebut tidak hanya terfokus pada ibadah, akan tetapi juga meliputi muamalah dan lainnya, seperti tradisi amal-amal yang boleh dilakukan, yang bisa diubah dengan niat menjadi ibadah dan bentuk pendekatan diri kepada Allah.

Pebisnis yang bekerja dengan niat untuk mendapatkan rezeki semata-mata karena Allah berarti dia beribadah dan berjihad fii sabiilillah (di jalan Allah).

Dalam  berbisnis, etika bisnis menjadi penopang dan landasan bisnis, karena tanpa etika bisnis tidak akan berjalan, tanpa etika pelanggan akan menghilang dari hadapan pebisnis. Berikut etika Islam yang terpenting yang sudah dicontohkan oleh Rasulullah SAW terhadap ummatnya.

Karenanya, dunia bisnis mengantarkan Rasulullah SAW mendapat kepercayaan yang tinggi  dengan gelar Al-Amin (yang dapat dipercaya).

Etika Bisnis Islam

Hendaknya dalam berbisnis mengedepankan; pertama, kejujuran, jujur merupakan sifat utama dan etika Islam yang luhur. Jujur merupakan motivator yang abadi dalam budi pekerti dan perilaku seorang muslim; sebagai salah satu sarana untuk memperbaiki amalnya, menghapus dosa-dosanya, dan sarana untuk bisa masuk ke surga.

Seorang pebisnis, jika dalam mendistribusikan barang dagangannya selalu disertai dengan sumpah, meskipun dia jujur, maka dia menjadikan Allah dalam sumpahnya penghalang.

Dia telah berbuat kesalahan dalam berdagang. Di anatara bentuk kejujuran adalah, seorang pebisnis harus menjaga dan mencintai mereka sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri.

Kedua, amanah, Islam menginginkan pebisnis mempunyai hati nurani  yang “bangun” sehingga bisa menjaga hak-hak Allah dan hak-hak manusia, dan bisa memproteksi muamalahnya dari tingkah laku yang mendorong untuk membuat remeh dan lalai. Dengan demikian, Islam mewajibkan pebisnis mempunyai sikap amah dalam dirinya sendiri dan orang lain.

Amanah mendorong seseorang untuk bisa menjaga hak dan memelihara kehinaan. Hal itu tidak akan terjadi kecuali amanah sudah melekat erat dalam nurani seseorang dan sudah dijiwai oleh perasaannya.

Ketiga, toleransi, adalah kunci rezeki dan jalan kehidupan yang mapan. Di antara manfaat toleransi adalah mudah berinteraksi, mempermudah muamalah, dan mempercepat berputarnya modal.

Rasulullah SAW bersabda : “Allah mengasihi seseorang yang toleran ketika berdagang, ketika membeli, dan ketika meminta haknya” (HR. Bukhari).

Motivasi untuk menekuni dunia bisnis sudah sejak lama disampaikan oleh Rasulullah SAW. Motivasi ini sekaligus menjadi tantangan untuk menghindarkan umat Islam dari kekufuran.

Oleh karenanya, marilah memulai bisnis dengan cara Islami sehingga segala muamalah kita baik dari segi bisnis dan lainnya mendapat keridhoan dari Allah SWT.

Oleh: Sitti Nur Aini (Aktivis KAMII dan Mahasiswa Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI)

editor
editor

salam hangat

Related posts

Leave a Comment