Pahlawan yang Dibully

pahlawan yang dibully

“Berapa Guru yang Tersisa”

(Kaisar Hirohito)

Modernis.co, Malang — Perkataan itu mempunyai makna yang sangat dalam ketika Jepang menerima kekalahan dan menyerah kepada sekutu akibat 2 kota besar yang menjadi pusat persenjataan dan militer hancur karena bom nuklir Amerika Serikat yaitu Hiroshima  dan Nagasaki yang membuatnya lumpuh total.

Puluhan ribu juta orang tewas, ditambah efek radiasi yang ditimbulkan akibat bom tersebut. Diperkirakan membutuhkan waktu 50 tahun lebih untuk menghilangkan itu semua. Ketika itu kaisar Hirohito mengumpulkan para jendralnya yang masih hidup dan menanyakan sesuatu yang membuat binggung para jendral karena kondisi yang sekarat yang dialami oleh Jepang, mana bisa sang kaisar menanyakan sesuatu seperti itu.

Pertanyaan kaisar adalah berapa guru yang masih hidup? Yang menurut para jendral sang kaisar sudah gila akan tetapi ketika salah satu jenderal menyanggah pertanyaan tersebut.

Kaisar kondisi kita sedang sekarat kita lebih membutuhkan seorang prajurit dibandingkan seorang guru. Dan jawaban kaisar membuat semua jenderal yang hadir di ruangan tersebut mengerti apa yang dimaksud oleh sang kaisar.

Jika kita bertumpu pada prajurit atau militer pada saat ini kemungkinan kecil kita akan memukul balik dan mempertahankan negara ini. Tetapi jika kita mempunyai guru kita bisa mencetak beribu ribu prajurit dan dapat menciptakan sebuah senjata yang bisa menandingi senjata mereka.

Maka kaisar menyuruh para jendralnya untuk mengumpulkan semua guru yang masih tersisa di semua pelosok negeri tersebut. Dan berkata kita sekarang bertumpu kepada mereka (guru) bukan kepada kekuatan pasukan. Dari sebuah percakapan kaisar dan para jendral jepang tersebut, kita dapat melihat sang jendral sangat mengerti bagaimana berharganya seorang guru yang sering kita kenal dengan pahlawan tanpa tanda jasa.

Pahlawan yang rela mengorbankan waktu, tenaga dan pikirannya. mencerdaskan dan membentuk suatu generasi bangsa yang di tangannya sebuah generasi dapat menjadi ujung tombak bagi kejayaan bangsa atau sebagai kacung bagi bangsa lainnya. Darinya bakal tercipta suatu pemimpin yang adil memberikan kemakmuran serta kejayaan bagi rakyat dan bangsanya, atau pemimpin yang menindas rakyat dan menjadi penghianat untuk bangsanya sendiri.

Kita tau, sejatinya Guru adalah seseorang yang memberikan pelajaran yang baru kepada seseorang untuk mencerdaskan. Tujuannya agar tercapainya salah satu tujuan negara republik indonesia sebagaimana dalam pembukaan UUDNRI 1945 alinea ke-4 yaitu mencerdakan kehidupan bangsa.

Guru memang mendapatkan posisi yang sangat tinggi jika kita melihat alinea ke-4 dari pembukaan UUDNRI 1945 yang harus dihormati dan didengar setiap perkataan yang terucap darinya. Akan tetapi jika kita melihat kondisi nyata pada saat ini sungguh mengenaskan di mana seorang pendidik atau seseorang yang kerjanya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa malah mendapatkan bullyan atau pelecehan dari murid-muridnya.

Ketika memberikan hukuman kepada anak didiknya dengan maksud membuatnya jera dan tidak mengulangi kesalahannya, kadangkala malah berakhir di jeruji besi dengan dalih melakukan kekerasan terhadap anak. Jadi seorang guru sudah tidak diperkenankan untuk memberikan hukuman kepada murid yang sifatnya fisik. Jika kita lihat mungkin inilah salah satu sebab banyak anak sekarang yang memiliki moral dan adab yang rusak.

Kita melihat beberapa waktu lalu viral di beberapa media sosial ada seorang guru yang di-bully oleh murid sekelas yang diajarnya. Menurut beberapa sumber kejadian tersebut terjadi di SMK 3 Kaliwungu, Jawa Tengah. Walaupun sudah mendapatkan klarifikasi dari pihak yang bersangkutan, namun kejadian tersebut sangat tak pantas karena dapat berdampak pada moral dan adab seorang siswa untuk menuntut ilmu.

Sekarang banyak sekali orang yang pintar akan tetapi tak dapat memberikan perubabahan kearah yang lebih baik, banyak sekali orang yang pintar tapi membodohi, banyak orang yang memiliki ilmu tapi tak punya adab dan sopan santun.bung hatta pernah berkata sangat mudah untuk membuat seseorang berilmu akan tetapi sangat susah untuk membuatnya beradab.

Kejadian pembullyan dan ketidakadilan terhadap guru sangat banyak. Di samping itu pula kita bisa lihat kenyataan pada hari ini di mana moral dan adab para siswa dan generasi bangsa sangat menurun dan pendidikan saat ini sangat banyak menciptakan generasi yang tidak beradab kurangnya sopan santun kepada guru dan orang yang lebih tua darinya.

Dampak dari semua itu adalah ilmu ataupun nasehat yang diberikan sangat susah untuk ditarik kemanfaatannya bagi semua orang. karena uswah dari pemberi nasehat dan ilmu tersebut sangat kurang. Di sini kita bisa melihat salah satu yang terpenting dalam menuntut ilmu adalah adab.

“Belajar Ilmu dengan Adab. Belajar Adab-pun ada Ilmunya. Adab dan ilmu tidak dapat dipisahkan untuk membentuk Akhlak”. (Miftahul W. Abdullah).

Perkataan ini selaras dengan apa yang disampaikan oleh seorang guru sekaligus penulis Syaikh Sholeh Al Ushoimi menyatakan: Dengan memperhatikan adab maka akan mudah meraih ilmu, Sedikit perhatian pada adab, maka ilmu akan disia-siakan. Serta kebanyakan ulama menyatakan bahwa adab itu tingkatannya diatas ilmu.

Mungkin jika bertumpu dan membuktikan keadaan sebenarnya dari perkataan Syaikh Soleh Al Ushoimi tersebut bisa melihat dan membandingkan dua negara yaitu Jepang dan Indonesia. Yang pertama negara Jepang menurut  Prof. Dr. Rully Indrawan Rektor IKOPIN sepulangnya berkunjung di Jepang mengatakan bahwa: masyarakat Jepang sangat menghargai seorang guru dan penghargaannya bukan hanya sebatas basa-basi belaka.

Mereka benar benar takzim sebagaimana yang diajarkan dalam kitab ta’limul muta’alim mungkin itu salah satu alasan yang membuat bangsa tersebut bisa maju dalam waktu singkat walau pernah diluluhlantakkan oleh bom dan  ditambah lagi terkena tsunami pada tahun 2011. Akan tetapi dengan cepat bisa mengatasi kerusakan demi kerusakan yang menimpa mereka secara singkat.

Sedangkan di Indonesia pembelajaran tentang adab dikesampingkan. Munking ini pula yang menjadi salah satu sebab  Indonesia hingga kini mengalami kemerosotan etika dan adab. Selama adab tidak mendapatkan perhatian khusus dalam pembelajaran di Indonesia mungkin selama itu pula Indonesia akan susah menjadi bangsa dan negara yang maju.

Kami mempelajari masalah adab selama 30 tahun dan kami mempelajari masalah ilmu 20 tahun” (Ibnul Mubarok).

*Oleh: Edi pramono (Aktivis IMM Komisariat Tamaddun FAI UMM) 

Redaksi
Redaksi

Mari narasikan pikiran-pikiran anda via website kami!

Related posts

Leave a Comment