Ragam Pendapat Corona

khusnul Khuluq aktivis imm dan intelektual muda muhammadiyah

Modernis.co, Kediri – Pilek corona sudah sampai di Indonesia. Publik riuh. Sosial media ramai bicara corona. Beberapa wilayah mulai kegentingan. Sudah ada yang mulai menimbun masker dan stok bahan pangan.

Semua mulai waspada. Batuk biasapun dicurigai pilek corona. Kalau melihat orang pakai masker, kata pertama yang muncul di pikirannya adalah corona. Orang periksa ke puskesmas ditanya, “habis dari luar negeri?” Astaga. Meriang aja dicurigai terjangkit corona.

Ada yang menghimbau untuk tetap tenang. Terus berdoa, memperbanyak doa, salat pakai kunut, memperbanyak zikir, memperbanyak wudu, dan lain sebagainya. Kalau virus bisa diatasi dengan doa, tidak perlu bangun rumah sakit. Tidak perlu ada fakultas kedokteran. Tapi ya, boleh-boleh saja. Namanya juga pendapat.

Ada pula yang menghimbau agar sering-sering cuci tangan. Menghindari kerumunan. Mengurangi traveling jika tidak penting. Dan seterusnya. Ada yang menganjurkan untuk mengkonsumsi obat herbal seperti kunyit, laos, jahe, madu dan lain sebagainya. Ya, itu sah-sah saja. Namanya juga usaha.

Ada yang berpendapat bahwa itu takdir. Kenapa? Berdasarkan sebuah riwayat, setiap 100 tahun akan datang sebuah wabah. Dan tahun ini adalah waktunya. Sah-sah saja. Itu juga pendapat.

Satu analisa mengatakan, pilek itu adalah senjata pemusnah biologis yang bocor ketika dikembangan di Wuhan. Masuk akal juga. Mengingat bahwa Wuhan adalah salah satu pusat penelitian kimia medik Tiongkok. Senjata makan tuan jadinya.

Analisa lain mengatakan, itu kerjaan si Paman Sam. Lantaran takut kalah saing soal ekonomi. Paman Sam pakai pilek itu sebagai senjata. Untuk meruntuhkan salah satu sendi ekonomi Tiongkok.

Bagi saya, pilek itu tentu bukan ada dengan sendirinya, tapi diciptakan. Jadi, siapa yang menciptakan? Itu senjata makan tuan atau kerjaan Paman Sam? Bagi saya, yang pertama lebih masuk akal. Itu senjata makan tuan. Karena bocor saat dikembangkan, lalu menyerang si tuan. Akhirnya si tuan kebingungan. Jelas si tuan tidak akan mengaku.

Kalau itu kerjaan paman sam, kenapa Wuhan? Bukan Beijing, Shanghai, atau Tianjin? Kalau itu kerjaan paman sam, mestinya tiga kota itu jadi sasaran. Jadi, yang pertama lebih masuk akal. Itu senjata makan tuan.

Beberapa pekan lalu, saudi Arabia sudah menghentikan jamaah dari Indonesia. Tidak takut pendapatan akan menurun. Lebih takut terjangkit pilek itu. Rupanya Saudi tau kalau pilek itu sudah sampai di Indonesia. Lantaran penerbangan dari Tiongkok ke Indonesia tidak dihentikan.

Fakta bahwa pilek itu sudah sampai Indonesia rupanya ingin ditutupi. Agar industri pariwisata tetap laku katanya. Tetap ramai pengunjungnya. Malah ada politisi yang menganjurkan supaya kasih diskon tiket pesawat. Dari pada pesawat kosong, mending kasih diskon. Supaya penerbangan ke Indonesia tetap ramai. Astaga.

Pilek corona sudah sampai di Indonesia. Yang diberitakan hanya dua orang yang terjangkit pilek itu. Serius dua orang? Emang dasar media. Kasih berita isinya hoak. Fake news. Alias berita bohong.

Rupanya, itu pilek yang cukup serius. Itu ditandai dengan gegernya beberapa negara lantaran pilek itu. Ada yang mengatakan, obat untuk pilek itu kemungkinan baru akan ditemukan setelah bekerja selama 18 bulan. Dengan kolaborasi riset yang masif. Big riset. Melibatkan banyak tim ahli kelas dunia yang mengerjakan tiap bagiannya. Berharap hasilnya baik. Menemukan penyembuhnya.

Selama menunggu, yang bisa dilakukan hanya memperlambat penyebarannya. Harus pintar-pintar mengamankan diri. Mengamankan keluarga. Negara harusnya juga berperan aktif untuk memperlambat penyebarannya.

Bagaimana dampak pilek corna pada ekonomi? Ekonomi Tiongkok lumpuh untuk sementara waktu. Aktifitas ekonomi berhenti. Runtuh. Beberapa negara ikut merasakan dampaknya. Utamanya negara yang terkoneksi kuat dengan Tiongkok. Singapura jelas terasa sekali dampkanya. Karena Singapura terkoneksi kuat dengan Tiongkok.

Begitu juga Indonesia. Pertumbuhan ekonomi akan merosot nol koma sekian persen. Untungnya, Indonesia “baru akan” sepenuhnya bergantung pada Tiongkok. Belum sepenuhnya. Tapi duta luar negeri Tiongkok untuk Indonesia menghimbau agar tidak memutus mobilitas ekonomi dengan Tiongkok. Seperti impor barang dan pekerja. Pantas saja Saudi menutup jamaah dari Indonesia.

Dalam hal ini, pemerintah mestinya tegas dalam melakukan pencegahan agar pilek itu tidak menyebar ke Indonesia. Aihhh. Bicara politik jadinya. Sebetulnya Saya sudah mulai insaf bicara politik. Tapi masih saja keceplosan. Ya, kalau begitu anggap saja ini nasehat. Untuk para politisi yang berwenang. Bukan hanya Pak Presiden. Tapi juga orang-orang dibalik Presiden.

Jangan korbankan rakyat Republik demi investasi yang menguntungkan beberapa gelintir orang saja. Terlebih lagi investasi ekstraktif. Selain meningkatkan risiko penyebaran pilek corona, investasi ekstraktif juga merusak lingkungan. Kita semua harus memperlambat penyebarannya sampai obat untuk pilek itu ditemukan. Kalau perlu putus koneksi dengan Tiongkok.

Stop mobilitas dari Tiongkok. Stop penerbangan dari Tiongok ke Indonesia untuk megurangi risiko penyebaran pilek itu. Ini demi kesehatan warga republik. Sebagai bentuk upaya pemenuhan hak atas kesehatan. Right to healt (hak atas kesehatan maksimal) adalah bagian dari hak asasi manusia. Bagian dari HAM. Dan itu tentu sepenuhnya tanggung jawab negara.

Oleh: M. Khusnul Khuluq (Human Right Defender, Kader Muda Muhammadiyah)

M. Khusnul Khuluq
M. Khusnul Khuluq

Muhammad Khusnul Khuluq, S.Sy., M.H. Alumnus Jurusan Syariah Universitas Muhammadiyah Malang tahun 2015. Peraih The Asia Foundation Scholarship of Master Program on Syaria and Human Right Studies.

Related posts

Leave a Comment