Modernis.co, Jakarta – Korupsi adalah setiap tindakan yang melibatkan penyalahgunaan kekuasaan atau kepercayaan publik untuk keuntungan pribadi atau kelompok. Perbuatan korupsi bisa bermacam-macam, seperti: penyuapan, penyelewengan dana, pemalsuan dan penyalahgunaan kekuasaan. Di awal tahun 2023 Indonesia sudah terjadi banyak tindakan korupsi berupa penyuapan maupun penyelewangan dana.
Salah satu kasus yang baru baru ini terjadi adalah Direktorat Jendral Pajak yang diduga melakukan penyalahgunaan kekuasaan berupa tindak korupsi. Kasus ini berawal dari anak dari Direktorat Jendral Pajak yang melakukan tindak kekerasan terhadap anak ketua Ansor pusat. Kasus ini semakin melebar saat Direktur Jendral Pajak diperiksa kekayaannya yang mencapai Rp. 56,1 miliar. Lebih parahnya seorang Direktur Jenderal Pajak tidak patuh dalam pelaporan dan pembayaran pajak, serta memiliki gaya hidup pribadi dan keluarga yang tidak sesuai dengan asas kepatutan dan kepantasan Aparatur Sipil Negara.
Akibat terbukti mempunyai harta yang tidak wajar Direktorat Jenderal Pajak di pecat dan dilakukan penyelidikan oleh KPK. Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) juga telah menghentikan aliran dana puluhan rekening terkait Direktur Jenderal Pajak dengan nilai transaksi ratusan milar rupiah. Tekanan Menteri Keuangan Sri Mulyani bertambah untuk mengawasi harta tak wajar para bawahannya. Akibatnya para 69 pegawai juga terseret untuk dilakukan pemeriksaan karena tidak melaporkan harta secara lengkap dalam LKPN. Bila terbukti ada pelanggaran yang dilakukan, para pegawai akan terancam dikenai hukuman disiplin.
Sejumlah ahli hukum tindak pidana pencucian uang memberi petunjuk alat bukti dan upaya hukum yang bisa digunakan Komisi Pemberantasan Korupsi untuk menjerat Rafael Alun Trisambodo. KPK telah menyelediki dugaan korupsi pajak Rafael yang disebut melibatkan geng pegawai pajak. Dalam hasil pemeriksaan LHKPN terdapat dua mantan pejabat pajak yang ikut terlibat yang disebut geng seangkatan. Rafael menyamarkan harta kekayaan dengan modus menggunakan nama orang lain yang disebut nominee dalam perkara pencucian uang.
KPK sudah mencium kejanggalan harta kekayaan Rafael. Tetapi sejauh ini, lembaga belum bisa menemukan bukti adanya korupsi yang dilakukan. KPK berpegangan pada UU Tindak Pidana Korupsi dimana harus memperoleh dua bukti yang menunjukkan adanya korupsi agar kasus ini bias dinaikkan ke tingkat penyidikan hingga penuntutan. Tapi hal ini tidak mudah karena banyak harta Rafael yang disamarkan dan pengadilan pidana cenderung lebih menekankan bukti administrasi.
Misalnya, mobil Rubicon yang digunakan anak dari Rafael bukanlah milik Rafael berdasarkan surat kepemilikannya. Dengan demikian, dimata hukum harta tersebut bukanlah milik Rafael. Jika pun belum bayar pajak, maka keluarga Rafael tak bias disalahkan, karena Rubicon tersebut memang bukan miliki mereka secara administrasi. Tetapi persoalan ini sebenarnya bisa menggunakan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Tertera dalam pasal 69 UU TPPU yang menyebutkan, “Untuk dapat dilakukan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tindak pidana Pencucian Uang tidak wajib dibuktikan terlebih dahulu tindak pidana asalnya”. Yang dimaksud pidana asal adalah sumber uang yang diperoleh secara tidak halal misalnya penyuapan. Tidak sulit juga untuk mencari bukti pidana dengan UU TPPU, karena semua transaksi keuangannya tercatat. Nilai transaksi yang mencapai ratusan miliar didalamnya bisa dijadikan pijakan penyidik KPK untuk memulai menulusuri sumbernya.
Hal ini telah menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap perpajakan. Kepercayaan memang merupakan hal yang sangat mempengaruhi kepatuhan wajib pajak. Mengesampingkan masalah kemudahan administrasi untuk penghindaran pajak yang disengaja. Kepercayaan ini harus dijaga oleh Direkorat Jenderal Pajak, bukan dengan memfasilitasi atau menghukum, tetapi dengan menjaga tata kelola Direktorat Jenderal Pajak itu sendiri. Jika ada kendala tata kelola, seperti petugas pajak yang curang, maka kepercayaan wajib pajak terhadap Direktorat Jenderal Pajak pasti akan menurun.
Alhasil, kepercayaan masyarakat untuk membayar pajak ke Direktorat Jenederal Pajak bisa tumbuh kembali. Jadi, mulai dari Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati hingga pejabat pajak di berbagai daerah harus bisa menertibkan pegawai. Termasuk keluarganya agar tidak terjerumus dalam gaya hidup mewah. Namun, kepatuhan membayar pajak tidak dapat diabaikan dengan alasan banyak pembayar pajak yang menyimpang. Karena ditekankan bahwa membayar pajak tidak memungkinkan uang yang dibayarkan masuk ke kantor pribadi pegawai pajak, tetapi masuk ke rekening kas negara.
Korupsi adalah masalah serius yang menghambat pembangunan ekonomi dan sosial serta mengancam demokrasi dan Hak Azasi Manusia (HAM). Korupsi dapat menimbulkan ketidakadilan dan ketimpangan sosial serta menimbulkan kerugian besar bagi masyarakat. Penanggulangan korupsi membutuhkan kerja yang sistematis dan berkesinambungan oleh semua pihak, baik pemerintah, masyarakat maupun swasta. Untuk memerangi korupsi, misalnya, lembaga negara untuk pencegahan dan pengendalian korupsi dapat diperkuat, masyarakat dapat diinformasikan dan disadarkan akan bahaya korupsi, dan dapat diperkenalkan sistem administrasi yang terbuka dan akuntabel.
Oleh: M. Raditya Mahendra, Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang