Ramadan dan Ampunan

Ramadhan dan Ampunan

Modernis.co, Lombok – Ramadan biasa disebut bulah rahmat, bulan ampunan, dan bulan pembebasan dari api neraka. Sebenarnya tidak bulan itu yang membawa rahmat dan ampunan tetapi orang yang melakukan shiyam di dalamnya yang kemudian mendapatkannya. Itupun mesti memperhatikan banyak instrumen pengertian secara benar. Kembali pada beberapa bahasan terdahulu bahwa jika pelaku shiyam itu hanya dinilai imsak maka hanya lapar dan haus yang didapat.

Ramadhan pun tidak bisa membakar apa-apa, karena bulan adalah alam yang pasif. Sesungguhnya Tuhan yang memerintah gawai ibadah di dalamnya itulah yang memberi rahmat kemudian ampunan. Ada hadis “barang siapa yang melaksanakan shiyam dengan iman dan dengan ihtisaban (melakukan perhitungan) diampuni dosanya yang terdahulu”.

Pada hadis di atas, ada dua kata yang harus mendapat perhatian secara cermat dan benar, yaitu kata iman dan ihtisab. Di dalam melaksanakan shiyam pertama, harus si iman yang melakukan bukan hawa nafsu. Apa beda keduanya, jika iman yang melakukan shiyam dia sembari dzikr atau ingat Allah senantiasa.

Si iman itu aktif ingat berhubungan dengan Tuhannya dalam bentuk ingatannya selalu berada di tempat yang ditentukan Allah sebagai langkah awal mengingat Allah oleh karena tidak bisa langsung bertemu Allah, seperti diterangkan di dalam Q.S 2:125; 27:91. Jika hawa nafsu yang melakukan shiyam maka sebenarnya hanya imsak yaitu menahan tidak makan dan tidak minum saja. Cirinya orang yang demikian hanya heboh karena lapar dan hausnya dan tidak tampak keikhlasan dan kesabarannya.

Kedua, harus melakukan penghitungan atas apa yang dilakukan sebelum melakukan shiyam. Harus mengaca ke dalam dada di sana ada setumpuk tulisan. Hendaklah tulisan itu dibaca (Q.S 17:14) supaya terlihat yang hitam dan yang putih walau hanya setitik debu (Q.s. 99:8). Kenanglah catatan yang hitam dan simpul di dalam benak atau ingatan kita, kemudian kita datang menghadap-Nya di alamat yang ditentukan itu, di mana yang datang adalah hakikat diri yaitu dzikr atau ingatan kita.

Di tempat itulah Allah mengampuni dan kemudian kita menjadi suci karena di tempat itu pelaku catatan hitam dipisah dari mukmin dan hengkanglah segala penyakit hati di dada (Q.S 8:24; 7:43). Artinya, jika kita tidak menghitung catatan kita, lalu tidak datang menghadap-Nya, maka sesungguhnya ampunan itu tidak pernah diberikan oleh Allah. Sementara yang bisa menghadap itu adalah si mukmin dan harus ia dalam keadaan konek artinya shalat.

Jadi dengan iman datang kepada Allah dalam ber-shiyam dan sebelum datang itu mengenang semua dosa, maka ampunan baru dikucurkan. Syarat lain di dalam Q.S 4:64 jika kita telah zhalim berbuat dosa, maka datang kepada Rasul mohon ampun kepada Allah Rasul pun memohonkan ampun kepada Allah. Artinya selain dua keterangan di atas kita harus mengerti cara datang kepada Rasul yaitu dengan cara mengikutinya. Apa yang diikutinya, ternyata kita harus mengikuti haluannya dalam menghadap Allah pada kiblat yang ditentukan.

Oleh : Ardi, M.Pd (Pegawai UPT Embarkasi Asrama Haji Lombok NTB).

editor
editor

salam hangat

Leave a Comment