(Sebuah Telaah Tentang Pembangunan Desa)
Modernis.co, Mataram – Desa Mandiri adalah suatu kondisi yang mencerminkan kemauan masyarakat desa yang kuat untuk maju, dihasilkannya produk atau karya desa yang membanggakan dan kemampuan desa untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
Dalam istilah lain, Desa Mandiri bertumpu pada Trisakti Desa yaitu; karsa, karya, sember daya. Jika Trisakti Desa dapat dicapai maka desa itu disebut sebagai Desa berdikari. Karsa, karya, sember daya desa mencakup bidang ekonomi, budaya dan sosial yang bertumpu pada tiga daya yakni berkembangnya kegiatan ekonomi Desa dan antar desa, makin kuatnya sistem partisipatif desa, serta terbangunnya masyarakat di desa yang kuat secara ekonomi dan sosial-budaya serta memiliki kepedulian tinggi terhadap pembangunan serta pemberdayaan desa.
Desa merupakan bagian struktur yang paling bawah dalam struktur ketatanegaraan, dan kini menjadi perhatian yang serius oleh semua kalangan baik itu aktifis, akademis dan lebih-lebih BPK.
Terkadang isu badang pemeriksa keuangan (BPK) memeriksa semua kepala desa dan menjadi momok yang menakutkan bagi kepala desa.
Berbicara tentang desa adalah pembicaraan yang seksi kedua dari isu politik pilpres dan pileg hari ini. Kenapa isu tentang desa ini menjadi seksi karena negara telah memberikan anggaran yang cukup banyak untuk di kelolah sehingga desa bisa mewujudkan desa yang mandiri.
Dalam upaya membangun desa ada tiga poin penting yang harus diperhatikan dan di tangani serius diantaranya sebagai berikut :
a. Program
Program yang dicanangkan harus pro rakyat atau mensejahterakan rakyat karena kenyataan selama ini masih banyak program-program yang masih berat sebelah dan mementingkan kelompok kepala desa atau mereka yang disebut kelompok yang memenangkan kepala desa pada saat pilkades.
Munculnya faksi di kalangan masyarakat itu sendiri mengakibatkan gagalnya program yang jalankan oleh pemerintah. Pada aspek lain para pelaksana program juga harus memahami secara totalitas program yang di jalankan dan outputnya.
Hal-hal lain yang mempengaruhi tidak berjalannya program yang direncanakan karena kurangnya sosialisasi baik pemerintah kabupaten, camat dan kepala desa serta pelaksana terhadap masyarakat sehingga keterlibatan masyarakat untuk membantu program-program yang di rencanakan sedikit berkurang.
Kesalahan yang paling fundamental misalnya ada program pemberdayaan selama ini karena kurangnya bimbingan serta tidak berkelanjutanya program yang di selenggarakan itu.
b. Regulasi
Kita harus akui kualitas pemerintah desa untuk membentuk peraturan dalam tingkat desa masih sangat memprihantinkan. Sebuah negara yang kuat harus di dukung oleh peraturan perundang-undangan yang kuat pula sehingga tatanan masyarakat akan di dorong oleh sistem yang ada.
Kebijakan yang dikeluarkan selama ini masih memenuhi kontroversi di kalangan masyarakat, di sebabkan kurang pahamnya pemerintah desa itu sendiri untuk menganlisis kebutuhan-kebutuahan masyarat pada umunya.
Contoh yang paling kongkrit misalnya tentang tata cara pengelolahan dana desa. Pemerintah pusat hanya mengeluarkan kebijakan umum tapi oleh pemerintah daerah dan desa belum mampu menafsirkan secara detail arah pembanguan dan peraturan yang yang di keluarkan oleh pemerintah pusat.
Masih banyak juga desa-desa yang belum memeliki aturan atau tata cara untuk mengelolah badan usaha milik desa (BUMDES), kalapun ada masih tidak efektif dan mendapatkan sorotan yang serius.
Maka dengan kondisi yang demikian pemerintah baik di pusat, daerah maupun di desa harus serius untuk membicarakan dan membentuk hal-hal yang teknis seperti yang di bicarakan di atas.
c. Sumber daya manusia
Dua poin yang disebutkan oleh penulis di atas tidak bisa terlaksana dengan baik bila sumber daya manusia masih minim. Maju mundurnya, sukses dan tidak nya program dan atau negara, bergantung sungguh pada sumber daya manusia.
Sekalipun program yang di rencakanakan oleh pemerintah itu pro terhadap kesejahteraan rakyat, dan regulasinya kuat tapi kalau kualitas sumber daya manusianya masuh kurang maka akan mempengaruhi juga hasil akhirnya.
Maka untuk mewujudkan desa yang mandiri sebagai mana yang di cita-citakan dalam undang-undang no 4 tahun 2017 tentang desa tiga komponen di atas harus di perhatikan dengan serius dan ketiganya merupakan satua kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.
Proses implementasi program pembangunan selalu terjadi kesenjangan antara aturan pelaksanaan dan realitas di lapangan.
Hal ini juga terjadi dalam implementasi program. Hambatan yang terjadi diidentifikasikan oleh penulis terjadi pada tiga pelaku program yakni Pemerintah baik di tingkat Provinsi dan Kaupaten dengan leading sector yaitu Bappeda dan Pemerintah Desa, Pendamping Kelompok Masyarakat dan Kelompok Masyarakat. Faktor penghambat implementasi dipengaruhi oleh beberapa hal berikut:
- Kualitas dan kuantitatas pelaksana program kurang memadai
- Koordinasi para pelaku program lintas sektor yang kurang terjalin dengan baik
- Intensitas pendampingan yang kurang maksimal
- Sosialisasi program belum dilaksanakan secara optimal
- Rendahnya kesadaran masyarakat dalam pelaksanaan program
- Rendanya jiwa atau semangat kewirausaahn dari masyarakat
- Pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan program belum optimal.
Dengan demikian, berbagai kendala sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi kegagalan implementasi di atas hendaknya dilakukannya penyempurnaan sehingga dapat terselesaikan dengan baik.
Salah satu cara sederhana yang dapat memecahkan kekurangan di atas yakni dengan meningkatkan intensitas sosialisasi secara terus menerus dan menyeluruh kepada seluruh lapisan masyarakat akan maksud dan tujuan program sehingga masyarakat akan mengerti dengan jelas yang pada gilirannya
masyarakat akan merasa memiliki program dan bermafaat bagi upaya mengeluarkan masyarakat sendiri dari belenggu kemiskinan dan keterbelakangan.
Berdasarkan bersarkan uraian di atas di atas, dapat dipahami bahwa strategi untuk mewujudkan desa mandiri adalah diawali dengan terbitnya UU no 6 tahun 2017 tentang Desa, yang memiliki paradigma baru dengan konsep desa membangun. Konsep desa membangun berarti bahwa kekuatan untuk membangun desa bersumber pada kekuatan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri.
Berbeda dengan konsep membangun desa berdasarkan pengalaman sebelumnya, bahwa membangun desa dilakukan dengan menggunakan kekuatan-kekuatan supra desa. Pengaturan tentang desa berdasarkan UU Nomor 6 tahun 2014 ini harus menjadi pemahaman semua kalangan, baik pemerintah desa, masyarakat, termasuk supra desa itu sendiri. UU Desa memiliki tujuan :
- Memberikan pengakuan dan penghormatan atas desa yang sudah ada dengan keberagamannya sebelum dan sesudah terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia
- Memberikan kejelasan status dan kepastian hukum atas desa dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia demi mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia
- Melestarikan dan memajukan adat,tradisi, dan budaya masyarakat desa
- Mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi masyarakat desa untuk pengembangan potensi dan aset desa guna kesejahteraan bersama
- Membentuk pemerintahan desa yang profesional, efisien dan efektif, terbuka, serta bertanggung jawab
- Meningkatkan pelayanan publik bagi warga masyarakat desa guna mempercepat perwujudan kesejahteraan umum
- Meningkatkan ketahanan sosial budaya masyarakat desa guna mewujudkan masyarakat desa yang mampu memelihara kesatuan sosial sebagai bagian dari ketahanan nasional
- Memajukan perekonomian masyarakat desa serta mengatasi kesenjangan pembangunan nasional
- Memperkuat masyarakat desa sebagai subjek pembangunan Memberikan pemahaman tentang substansi UU Desa kepada seluruh pemangku kepentingan yang sudah memiliki pemahaman sebelumnya, yaitu bahwa untuk membangun desa dilakukan oleh kekuatan supra desa adalah sesuatu yang tidak mudah, karena budaya lama sudah tertanam, sementara budaya baru belum tertanam. Untuk itu maka perlu upaya-upaya persuasif dengan pendekatan partisipatif.
Pendekatan partisipatif ini penting dilakukan, yaitu untuk mendorong masyarakat desa terlibat aktif dalam perumusan kebijakan pembangunan desa.
Pembangunan partisipatif dilakukan sebagai upaya mempercepat dan meningkatkan kualitas pelayanan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat desa dengan mengedepankan kebersamaan, kekeluargaan, dan semangat gotong royong, “strategi ini akan mewujudkan pengarusutamaan perdamaian dan keadilan sosial,”.
Oleh : Harmoko M. Said (Pegiat Literasi Bima)