Modernis.co, Solo – Moderasi beragama adalah cara beragama yang dilakukan dengan pandangan tengahan, atau menolak cara-cara ektrimisme yang nir ilmu dalam menyebarkan agama. Dalam berbagai macam kajian, moderasi dianggap sebagai cara beragama yang sesuai dengan apa yang diajarkan oleh Nabi, tidak berlebihan serta mencintai kedamaian.
Berangkat dari perspektif ini, IMM sebagai organisasi islam yang bergerak di ranah kemahasiswaan mencoba untuk menyuarakan islam moderat di tengah masyarakat melalui berbagai macam kegiatan.
Hal tersebut terungkap dalam kegiatan Ngopi Bareng: Apa itu Islam Moderat? yang diinisiasi oleh Cangkir Opini, sebuah komunitas digital yang dibentuk oleh IMM Jawa Timur dalam kegiatan bertajuk Islam Moderat untuk Mencegah Ekstrimisme Berbasis Agama, di Surakarta, Solo-Jawa Tengah (18/06/2021).
IMM melalui Cangkir Opini mengundang Hammam Sanadi, tokoh intelektual yang juga aktif sebagai dosen IAIN Salatiga. Majelis Pendidikan Kader PWM Jateng dan Mahmud Hariono, mantan narapidana terorisme asal Jombang yang pernah dikirim ke Filipina untuk berlatih militer serta akademisi muda Nafik Muthohirin yang juga aktif meneliti persoalan radikalisme agama di Indonesia.
Dalam kegiatan tersebut, Hammad Sanadi memberikan pandangan bahwa moderasi beragama adalah upaya memberikan ruang yang selebar-lebarnya kepada anak muda dalam mengekspresikan agama tapi dengan satu tujuan, yaitu menjaga harmonisasi beragama dan bermasyarakat.
“Aktualisasinya Islam moderasi harus menjadi narasi alternatif agar gerakan-gerakan ekstrimisme beragama tidak menyebarluas di kalangan masyarakat. Ruang-ruang publik harus diberikan kepada generasi muda yang memiliki wawasan moderat guna mencerahkan keberagamaan masyarakat yang saat ini sangat mudah dipengaruhi oleh paham-paham ekstimisme,” terang Dosen IAIN Salatiga itu.
Nafik Muthohirin yang juga menjadi pembicara dalam kegiatan tersebut mengungkapkan bahwa moderasi beragama harus disebarluaskan di media sosial, karena ia menyadari bahwa organisasi mainstream seperti Muhammadiyah dan NU adalah organisasi yang sangat representative untuk berbicara moderasi beragama di Indonesia.
“Generasi muda memiliki peran yang signifikan dalam menyuarakan paham beragama yang moderat di media sosial,” terang Nafi.
Ia menambahkan, anak muda memiliki kreatifitas seperti kemampuan desain, membuat meme, dan menuliskan narasi progresif bisa dijadikan alat untuk menyuarakan moderasi beragama yang sampai hari ini masih jarang mencuat di media social.
Di akhir, Mahmud Hariono memberikan pandangan bahwa sebagai mantan napi terorisme ia berpesan bahwa jangan sampai generasi muda mengikuti jejaknya. Hal ini akan memberatkan keluarganya, ia teringat ketika masih di penjara yang memberatkan keluarganya.
“Karena tindakan masa lalu saya, keluarga saya harus bolak balik menjenguk saya dari rumah ke Nusakambangan,” tuturnya.
Pasca lepas dari penjara, ia bertekad untuk menyebar luaskan ajaran Islam yang cinta damai, dan tidak lagi berurusan dengan hal-hal yang berbau kekerasan. Ia berkeyakinan bahwa Islam adalah agama yang mencintai kedamaian, dan harusnya menjadi penyejuk bagi siapapun yang tahu dengan Islam, bukan sebaliknya, yang digunakan untuk berperang.
Kegiatan Ngopi Bareng ini juga sangat diapresiasi oleh ketiga pembicara. Karena sangat jarang dilakukan oleh generasi muda. Kegiatan diskusi yang mengkaji topic moderasi agama harus terus menerus digalakkan Islam kedepan tetap menjadi agama yang rahmatan lil alamin.
Dalam kegiatan ini dihadiri oleh kalangan aktivis muda yang berasal dari berbagai macam latar belakang organisasi. (Nam)