Ekspresi Pendidikan di Era Revolusi Industri 4.0

ekspresi pendidikan

Modernis.co, Malang — Orientasi pendidikan hari ini perlu diremajakan kembali, mengingat tantangan zaman selalu berubah-ubah dalam skala waktu yang sangat cepat. Namun bukan berarti harus mendekonstruksi lembaga pendidikan secara besaran-besaran, hanya saja lembaga pendidikan hari ini hendaknya memiliki visi jangka panjang yang inovatif seiring dengan perkembangan zaman.

Harus disadari bahwa kini kita memasuki era revolusi industri 4.0, yakni era baru yang memiliki dampak besar pada lini-lini kehidupan. Dalam kacamata global, revolusi industri 4.0 ini dapat merenggut kisaran 1 sampai 1,5 juta pekerjaan hanya dalam jangka waktu 10 tahun. Secara tidak sadar tenaga manusia akan digantikan oleh  mesin otomatis.

Era revolusi industri 4.0 tidak muncul dengan sendirinya, ada hal yang melatar belakanginya. Sekilas jika melihat ke belakang, tentu kita mengenal (1) Industri 1.0 (1784), berdasarkan peralatan produksi mekanik yang digerakkan oleh tenaga air dan uap. (2) Industri 2.0 (1870), berdasarkan produksi massal yang dimungkinkan oleh pembagian kerja dan penggunaan energi listrik. (3) Industri 3.0 (1969), berdasarkan penggunaan elektronik dan TI untuk lebih mengotomatisasi produksi. (4) Industri 4.0 (hari ini), berdasarkan penggunaan system cyber-fisik (https://edukasi.com/pendidikan-4-0-apa-/).

Selain itu Revolusi industri 4.0 ditandai oleh hadirnya empat hal, yaitu komputer super, kecerdasan buatan (artificial intelligency), sistem siber (cyber system), dan kolaborasi manufaktur. Tentunya hal ini bukanlah persoalan yang mudah untuk dihadapi oleh pendidikan kita. Kedepannya sekitar 65% murid usia sekolah di dunia akan bekerja pada profesi yang belum pernah ada saat ini. Secara tidak sadar saat ini manusia bukan lagi mengendalikan sistem tapi dikendalikan system, contoh kecilnya adalah ojek online, belanja online,dll.

Tantangan Pendidikan Hari ini

Jika dicermati secara khusus, sekolah menengah kejuruan (SMK) memiliki tantangan besar dalam menjawab era revolusi industry 4.0. Hal ini dikarenakan SMK merupakan sekolah yang memiliki orientasi untuk siap menghadapi dunia kerja. Namun kenyataanya berbanding terbalik dengan apa yang diharapkan. Lulusan SMK masih menjadi penyumbang angka pengangguran terbesar di Indonesia. Penyebabnya sangat kompleks, menurut Kepala Sub Direktorat Penyelarasan Kejuruan Kemendikbud , Saryadi, diantaranya penyebabnya karena minimnya kesempatan kerja dan SMK hanya terfokus hanya di kota-kota besar saja.

Berdasarkan data statistik kemendikbud, saat ini jumlah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Indonesia pada tahun ajaran 2017/2018 berjumlah kisaran 13,710, terdiri dari 3,519 SMK Negeri dan 10,191 SMK Swasta (statistik.data.kemdikbud.go.id). Melihat kuantitas SMK yang sangat besar tersebut, menjadi beban tersendiri ketika lulusannya hanya menjadi penyumbang pengangguran. Artinya memang perlu adanya revitalisasi kembali peran SMK di era revolusi industri 4.0 ini.

baca juga opini lainnya : Sosok Darwis dan Walidah

Kehadiran Revolusi industri 4.0 bukan hanya menjadi tantangan bagi SMK belaka, namun juga bagi perguruan tinggi di seluruh penjuru negeri. Persoalannya masih sama, lulusan Perguruan Tinggi di Negeri ini turut menjadi top score dalam mengisi kuota pengangguran. Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) pada tahun 2018 mencatat sekitar 8,8% dari total 7 juta pengangguran di Indonesia adalah sarjana.

Lebih parahnya lagi, tenaga kerja lulusan Perguruan Tinggi lebih rendah jika dibandingkan dengan lulusan SMK/SMA maupun SD. Kemenristekdikti membeberkan data, tahun lalu, jumlah tenaga kerja lulusan Perguruan Tinggi hanya sebesar 17,5%, lulusan SMK/SMA yang mencapai 82%, sedangkan lulusan SD mencapai 60%. Idealnya, semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin besar pula kesempatan kerja yang dimilikinya. Namun jika melihat data di atas, seakan-akan perguran tinggi hanya menjadi batu loncatan untuk meningkatkan status sosial berpredikat sarjana.

Meremajakan Kembali Wajah Pendidikan Kita

Era Revolusi Industri 4.0 merupakan fenomena baru yang menjadi tantangan bagi semua komponen bangsa. Mau tidak mau Indonesia harus bersaing dengan bangsa-bangsa lain untuk menyiapkan sumber daya unggulan. Tentunya untuk menghadapi semua ini bukanlah persoalan yang mudah, pasalnya saat ini berbagai negara di dunia sedang mempersiapkan hal ini sejak jauh-jauh hari. Poin pentingnya adalah, Indonesia harus benar-benar menyiapkan sejak dini SDM yang mampu bersaing secara global.

Pendidikan menjadi unsur yang sangat penting dalam mencetak SDM yang siap menghadapi tantangan global di era digital atau era disrupsi saat ini. Karena melalui pendidikan yang berkualitas berpotensi untuk melahirkan SDM yang berkualitas. Oleh karena itu perlu adanya peremajaan kembali wajah pendidikan kita dalam rangka menjawab tantangan di era revolusi industri 4.0.

Menurut hemat saya, ada tiga hal yang harus direkonstruksi bagi pendidikan kita hari ini. Pertama, dalam aspek kurikulum, baik Perguran Tinggi maupun SMA/SMK perlu meleburkan kurikulumnya agar memiliki korelasi dengan revolusi industri 4.0. Menurut Ahmad, I (2018) untuk melahirkan lulusan yang kompetitif diperlukan 3 jenis literasi di era rovolusi industri 4.0, yakni literasi data, literasi teknologi, literasi manusia.

Kedua, kompetensi tenaga pengajar perlu ditingkatkan kembali seiring dengan perkembangan zaman. Penting kiranya bagi pendidik untuk meningkatkan kapasitasnya terutama dalam hal pengguasaan teknologi. Problem utama hari ini, terkadang siswa jauh lebih pintar dalam hal penggunaan teknologi ketimbang gurunya. Ini hanya persoalan beda generasi belaka, dosen/guru merupakan Digital Immigrant, sedangkan mahasiswa/siswa merupakan kaum Digital Native.

Ketiga, Instansi pendidikan baik sekolah/universitas harus menyediakan fasilitas yang mendukung untuk pembelajaran di era digital saat ini. Harus diakui bahwa hadirnya era revolusi industri 4.0 mengharuskan seluruh kehidupan manusia bersentuhan dengan teknologi dan informasi. Maka dari itu infrastruktur berbasis teknologi digital sangat mendukung untuk pembelajaran di era kekinian.

Melalui tiga hal itulah yang kiranya dapat menjadi alternatif bagi pendidikan di era revolusi industri 4.0. Momentum pergantian tahun ini hendaknya menjadi evaluasi besar bagi pendidikan kita kemarin. Sehingga tahun 2019 menjadi angin segar bagi pendidikan Indonesia untuk menunjukkan taringnya dalam persaingan global.

*Oleh : M. Ibnu Rizal (Mahasiswa FAI UMM, Ketua Bidang Organisasi PC IMM Malang Raya)

Redaksi
Redaksi

Mari narasikan pikiran-pikiran anda via website kami!

Related posts

Leave a Comment