Memudarnya Eksistensi Nilai HAM

Eksistensi Nilai HAM

Modernis.co, Malang – Hak asasi manusia merupakan keharusan bagi setiap orang dilahirkan di dunia ini, karena memang kuadrat manusai sebagai manusai yang bebas dan memiliki martabat yang sama.

Akan tetapi pada kenyataannya bertolak belakang dengan keadaan dimana sejumlah hak tidak diakui secara universal yang mencakup hak atas hidup, kebebasan dan keamanan. Setiap orang tidak dikenakan untuk penangkapan,Penindasan atas kedzholiman dan berhak didengar secara adil dan terbuka oleh sebuah mahkamah yang bebas dan tidak memihak.

Akhir-akhir ini terjadi begitu banyaknya kejadian atas pelanggaran HAM yang dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab dengan penjelasan yang simpang siur dan tidak diketahui motivnya melakukan hal tersebut, sebagai manusia yang berpikir apakah boleh menindas penderitaan orang lain atas kepentingan pribadi.

Apakah moral tidak tertanam lagi sehingga menyebabkan banyaknya darah mengalir tanpa diketahui secara fakta dengan pembuktian secara empiris, sehingga letak kesalahan dan kebenarannya dapat diperlihatkan tanpa adanya nyawa yang merenggut. Kejadian yang menimpa aggota FPI dan pihak kepolisian tentu menjadi sebuah pelanggaran HAM, kerana memang yang menjadi permasalahannya yaitu hilangnya nilai luhur pada manusia.

Apakah iya sebagai aparat keamanan yang bertugas untuk mengayomi rakyat, malah sebaliknya menyiksa sampai membunuh rakyatnya sendiri, ini bukan berarti letak kesalahan tersebut terjadi dikarenakan penembakan yang dilakukan oleh oknum polisi tersebut, tapi yang menjadi puncak permasalahan yaitu pada terbunuhnya anggota FPI, karena pada dasarnya tindakan yang salah dilakukan mengakibatkan hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap oknum yang telah menyeleweng atas perbuatan dan tanggung jawab mereka.

Memang mempelajari sebuah makna dalam kejadian tidak hanya sebatas menyenandungkan dengan kata-kata yang indah dan menarik saja, tapi nilai apa yang dipertanggung jawabkan, apakah seseorang bisa menjamin jikalau semua tindakan yang dilakukan bisa dipertanggung jawabkan, apakah lebih baik kehilangan nyawa atau menanyakan letak kesalahannya dimana dan seperti apa. Ataukah memang sepenuhnya kelompok FPI memang dianggap Kriminal.

Memang beberapa permasalahan mereka terikat konflik, tapi yang disini malah sebaliknya oknum aparat yang dipercayai malah melenceng, mungkin hak-hak sipil tidak terikat lagi, dalam pasal 3 mengatakan “ Hak atas hidup, kebebasan dan keamanan pribadi”. Adakah hak atas hidup disini, hak kebebasan, atau keamanan, kalo memang ada, dimanakah mereka berada.

Begitu pula tindakan yang dilakukan oleh mentri sosial Juliari Batubar, disaat pandemi yang bergejolak malah salah satu mentri kabinet indonesia maju tersandung kasus korupsi, atas penyimpangan terkait pemberian bansos dalam bentuk sembako. Adakah pelanggaran HAM terkait ini, sebagai warga negara seseorang akan terikat segala ketentuan yang dibuat suatu negara, namun dikarenakan kekuasaan negara dikuasai oleh orang-orang berkedudukan sebagai alat perlengkapan negara, maka jangan heran dan tidak jarang kekuasaan negara disalah gunakan.

Namun semua itu bukanlah hal penting bagi mereka, ketika nyawa direnggut, pekerjaan menghilang, pendapatan berkurang, disana orang-orang tak tau diri berpesta dan berdansa ria. Ketika kepercayaan telah hilang dilubuk hati, penderitaan menimpa bertubi-tubi, hak-hak rakyat kecil diselewengkan oleh penguasa tak tau diri, mau sampai mana penderitaan ini akan berakhir, sampai mana dan kapan.

Kesewenangan berlaku bagi mereka tapi nilai hak orang lain tidak tertanam dalam sanubari, pepatah mengatakan “lihatlah apa yang dikatakan, dan jangan melihat siapa yang mengatakan”. apakah dalam pasal terkait dengan hak belum menutupi kebiadaban mereka yang dimana pasal 7 mengatakan “Hak untuk bebas dari siksaan atau perlakuan kejam, tak berperi kemanusiaan” ini kah yang dinamakan formalitas saja, atau sekedar memahami tapi iplementasinya nihil tak ada hikmah yang bisa diambil.

Berarti lebih baik mempercayai mereka yang kita benci tetapi perbuatannya demi maslahat umat, dari pada mempercayai orang yang kita cintai tetapi menghianati dan tertawa atas penderitaan. Contoh kasus, berapa banyak penderitaan yang dialami oleh saudara kita yang berada di timur sana khususnya Papua.

Papua merupakan daerah yang kalo bisa dikatakan selalu berkaitan dengan konflik, kalo memang begitu apakah kita sebagai saudara seumat tidak berhak mengetahuinya, kita memang diciptakan berbeda-beda namun tidak menutupi perbedaan tersebut sebagai kekurangan. Keadaan mengatakan ras, warna kulit, dan agama berbeda tapi semua itu bukanlah hal yang perlu diperdebatkan kerana hakikat manusia diciptakan berbeda-beda untuk saling mengetahui.

Isu HAM terkait dengan rakyat Papua tidak pernah tuntas diselesaikan, dilansir JAKARTA, KOMPAS – Peneliti komisi untuk orang hilang dan tindak kekerasan (kontras) Arif Nur Fikri melaporkan, catatan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) sepanjang 2020, Berdasarkan pemaparannya terdampat 40 peristiwa pelanggaran HAM di Papua yang terjadi sejak Januari – November 2020.

Kekerasan dan pelanggaran HAM sejak tahun 1965 nyaris nol keadilan yang dialami rakyat Papua, yang diantaranya hutan sabagai tonggat dan garda terdepan bagi kebutuhan ekonomi maupun kebutuhan finansial mereka kini berubah menjadi kebun sawit bagi perusahaan asing untuk keperluan bisnis mereka. Tingkat pendidikan belum memadai jika dibandingkan dengan daerah lain.

Meski sejak 2001 mendapatkan kesewenangan khusus kondisi pendidikan di Papua belum menunjukan kemajuan yang signifikan, buruknya kondisi pendidikan ini berdampak serius terhadap rendahnya kinerja pembangunan daerah. Adapun hal yang terpenting adalah kasus kematian tejadi di Papua memperkirakan antara 100.000 hingga 500.000.orang telah terbunuh sejak Indonesia mengambil alih Papua Barat pada 1960-an.

Dengan demikian pelanggaran HAM bukan hanya sebatas pembunuhan, melainkan terletak pada penyelewengan kekuasaan, dimana kekuasaan dinilai berharga dan bukan juga karena kelangkaannya, karena pengaruhnya yang sangat kuat terhadap kekuasaan lain, baik berupa ekonomi, politik, maupun sosial.

Terakhir penulis berharap kepada pembaca dan generasi muda sekalian, apa yang menimpa sekarang bukanlah untuk sebuah kemunduran, belajar untuk merubah dari hal yang kecil, karena hal yang kecil tersebutlah yang memungkin akan mengangkat derajat seseorang, pohon tidak pelit untuk memberikan naungan, walaupun kepada orang yang hendak menebangnya. Teruslah berbuat baik dan mengajak kebaikan meski orang lain menghujatmu.

Oleh : Ichlasul Amal (Aktivis IMM)

editor
editor

salam hangat

Related posts

Leave a Comment