Modernis.co, Malang – Radikalisme adalah paham baru yang dibuat oleh sekelompok orang dengan tujuan mencapai kemerdekaan atau pembaharuan berupa penghapusan gelar, redistribusi hak milik dan kebebasan pers, dengan cara kekerasan. Paham ini mendambakan perubahan secara total dan bersifat revolusioner menjungkirbalikkan nilai-nilai yang ada secara drastis.
Radikalisme ini merupakan gejala umum yang terjadi dalam suatu masyarakat dengan berbagai motif, baik sosial, budaya maupun agama, yang ditandai oleh tindakan-tindakan keras, ekstrim, dan anarkis sebagai wujud penolakan terhadap gejala yang dihadapi. Gerakan ini muncul pada masa kemerdekaan Indonesia, bahkan dapat dikatakan sebagai akar gerakan Islam garis keras era reformasi.
Gerakan yang dimaksud adalah DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia) dan negara Islam Indonesia (NII) yang muncul era 1950-an (tepatnya 1949). Darul Islam atau NII mulanya di Jawa Barat, Aceh, dan Makasar. Gerakan ini disatukan oleh visi dan misi untuk menjadikan syariat sebagai dasar negara Indonesia. DI ini berhenti setelah semua pimpinannya atau terbunuh pada awal 1960-an, bukan berarti gerakan semacam ini lenyap dari Indonesia.
Pada awal tahun 1970-an dan 1980-an gerakan Islam garis keras muncul kembali, seperti komando Jihad, Ali Imron kasus Talangsari oleh Warsidi dan Teror Warman di Lampung untuk mendirikan negara Islam dan semacamnya. Pada awalnya, alasan utama dari radikalisme agama atau gerakan-gerakan Isam garis keras tersebut adalah dilatarbelakangi oleh politik lokal: dari ketidakpuasan politik, keterpinggiran politik dan semacamnya.
Namun Setelah terbentuknya gerakan tersebut, agama meskipun pada awalnya bukan sebagai pemicunya, kemudian menjadi faktor legitimasi maupun perekat yang sangat penting bagi gerakan Islam garis keras. Radikalisme yang dilakukan oleh sekelompok muslim tidak dapat dijadikan alasan untuk menjadikan Islam sebagai biang radikalisme. Yang pasti, radikalisme berpotensi menjadi bahaya besar bagi masa depan peradaban manusia.
Gerakan radikalisme ini awalnya muncul sebagai bentuk perlawanan terhadap komunisme di Indonesia. Selain itu, perlawanan mereka terhadap penerapan Pancasila sebagai Asas Tunggal dalam politik. Bagi kaum radikalis agama sistem Demokrasi Pancasila itu dianggap haram hukumnya dan pemerintah didalamnya adalah kafir taghut (istilah bahas arab merujuk pada “setan”).
Begitu pula masyarakat sipil yang bukan termasuk golongan mereka. Oleh sebab itu, bersama kelompoknya, kaum ini menggaungkan formalisasi syariah sebagi solusi dalam kehidupan bernegara. Menurut Horace M Kallen radikalisme memiliki kekayaan yang kuat akan kebenaran ideologi atau progam yang mereka bawa. Dalam gerakan sosial, kaum radikalis memperjuangkan keyakinan yang mereka anut.
Dalam hal ini kaum radikalisme memandang fakta historis bahwa kelompok tersebut tidak diuntungkan oleh peradaban global sehingga menimbulkan perlawanan terhadap kekuatan yang mendominasi. Dengan membawa simbol tertentu serta slogan-slogan agama, kaum radikalis mencoba menyentuh emosi keagamaan dan menggalang kekuatan untuk mencapai tujuan “mulia” dari politiknya.
Salah satu faktor yang menyebabkan gerkan radikalisme adalah faaktor sentimen keagamaan, termasuk di dalamnya adalah solidaritas keagamaan untuk kawan yang tertindas oleh kekuatan tertentu. Tetapi hal ini lebih tepat dikatakan sebgai faktor emosi keagamaan, dan bukan agama (wahyu suci yang absolut).
Walaupun gerakan radikalisme selalu mengibarkan bendera dan simbol agama seperti dalih membela agama, jihad dan mati syahid. Dalam konteks ini yang dimaksud dengan emosi keagamaan adalah agama sebagai pemahaman realitas yang sifatnya interpretatif. Jadi sifatnya nisbi dan subjektif.
Peradaban barat sekarang ini merupakan ekspresi dominan dan universal umat manusia. Negara Barat telah dengan sengaja melakukan proses marjinalisasi seluruh sendi-sendi kehidupan Muslim sehingga umat Islam menjadi terbelakang dan tertindas. Negara Barat dengan sekularismenya, sudah dianggap sebagai bangsa yang mengotori budaya-budaya bangsa Timur dan Islam, juga dianggap bahaya terbesar bagi keberlangsungan moralitas Islam.
Pencegahannya
Dalam sejatinya ada beberapa hal yang patut dikedepankan dalam upaya pencegahan gerakan radikalisme yaitu: pertama, memperkenalkan ilmu pengetahuan dengan baik dan benar. Pengenalan tentang ilmu pengetahuan ini harusnya sangat ditekankan kepada siapapun, terutama pada generasi muda.
Kedua, meminimalisir kesenjangan sosial, apabila tingkat pemahaman radikalisme tidak ingin terjadi termasuk Indonesia maka kesenjangan antara pemerintah dan rakyat haruslah diminimalisir. Pemerintah harus mampu merangkul pihak media yang menjadi perantaranya dengan rakyat sekaligus melakukan aksi nyata secara langsung kepada rakyat.
Ketiga, menjaga persatuan dan kesatuan, dengan adanya kemjemukan tersebut sangat perlu dilakukan untuk mencegah masalah radikal dengan cara memahami dan menjalankan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, sebagaimana semboyan yang tertera di Bhineka Tunggal Ika.
Oleh karena itu, cara pencegahan ini harus diketahui dan dilakukan oleh siapapun, terlebih generasi muda yang merupakan ujung tombak penerus bangsa di masa depan. Mengingat generasi muda yang mudah terpengaruh dengan pemahaman-pemahaman baru yang biasanya muncul di tengah-tengah masyarakat sehingga mereka terpancing untuk terpengaruh ke dalamnya.
Oleh : Zuhrotus Sha’adah (Mahasiswa Prodi Pendidikan Agama Islam FAI UMM)