Kata Gates, Yuval, Chomsky dan Peranan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Pasca Covid-19

aktivis imm

Modernis.co, Tasikmalaya – Krisis global yang disebabkan Covid-19 telah mengundang banyak figur ternama untuk memberikan sebuah analisis argumentatif, di antaranya Gates, Yuval dan Chomsky.

Pendapat mereka dapat dijadikan bahan refleksi bagi umat manusia demi terciptanya tatanan dunia yang lebih adil, terlebih kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) pun perlu mengaktualisasikan perspektif mereka kepada aksi yang lebih nyata dalam rangka menciptakan manusia terbaik (Khairu Ummah).

Bill Gates

Tepat pada lima tahun yang lalu, 3 April 2015, Gates menekankan bahwa dunia ini belum mampu untuk menghadapi sebuah ancaman virus. Secara mengejutkan ramalan Gates tersebut terealisasi di tahun ini dengan kemunculan Covid-19 sebagai pandemi yang merenggut ratusan ribu nyawa dan terus bertambah.

Dalam video TED yang berjudul ‘The Next Outbreak? We’re not Ready’, secara terang-terangan Gates membandingkan ancaman virus sama halnya dengan ancaman perang nuklir, di mana kehancuran fatal dapat menimpa umat manusia.

Hal tersebut dapat terjadi entah karena natural viruses seperti Ebola dan Spanish Flu yang merenggut 33.365.533 nyawa dalam rentang 263 hari, ataupun virus buatan yang ditujukan untuk bio terorisme.

Karenanya, Gates menuturkan terdapat lima hal yang dapat dilakukan untuk mencegah hal tersebut. Pertama, memperkuat sistem kesehatan di negara-negara berkembang, lalu meningkatkan jumlah tenaga medis, juga meningkatkan kerjasama dengan tenaga militer, tak lupa megintensifkan upaya simulasi terhadap situasi terkait, dan memperbanyak penelitian dan pengembangan dalam area Vaccine dan health diagnostic.

Yuval Noah Harari

Seorang penulis best-seller dunia asal Israel, memperediksi dua opsi penting yang akan menimpa umat manusia kelak. Beliau menekankan konsekuensi logis pasca berakhirnya virus corona.

Ia menegaskan, bahwa akan ada negara yang menjelma menjadi Pengawas Totaliter (totalitarian surveilance) bagi rakyatnya, atau ada negara yang mampu mengkonsolidasikan Pemberdayaan Rakyat (citizen empowerment), selain itu menjadi suatu kemungkinan juga terdapat Isolasi Nasionalis (nasionalist isolation), dari pada tren positif Solidaritas Global (global solidarity).

Pertama, kemunculan teknologi canggih memang banyak membantu pemulihan Covid-19. Dalam hal ini, negara Cina daratan menghendaki pemonitoran terhadap ponsel pintar warganya dengan memasang banyak kamera pendeteksi wajah di berbagai titik (The Economist:2018). Hal tersebut telah memungkinkan Cina untuk mendeteksi pengidap Covid-19 secara efektif dan efisien.

Namun demikian, kecanggihan teknologi dapat memungkinkan legitimasi pemerintah yang totaliter. Yuval menegaskan, pemerintah kelak tidak hanya mampu mendeteksi detak jantung warganya, tapi juga mampu untuk memanipulasi sikap dan tingkat laku masyarakat, karena teknologi memungkinkam pemerintah untuk mengakses informasi rakyatnya secara masif, melalui analisis Big Data.

Sebagai pembanding, pengawasan totaliter dapat tergantikan dengan pemberdayan masyarakat yang dicontohkan Korea Selatan. Di sana, masyarakat memiliki peranan penting dalam mempercayai pemerintahnya, selain itu tingkat literasi publik yang tinggi, memungkinkan masyarakat Korea untuk mengambil keputusan yang berdasar.

Dengan kata lain, pemerintah menyediakan informasi yang kredibel lagi ilmiah sebagai acuan untuk meminimalisir dampak Covid-19 yang lebih besar. Sehingga sinergitas antara pemerintah dan masyarakat dapat timbul.

Dalam hal ini, pemerintah tak perlu memegang kontrol menyeluruh, melainkan menghendaki individu untuk menggambil keputusan yang berdasar. Hal ini tidak hanya mampu meminimalisir jumlah terdampak secara efektif, namun juga mampu menciptakan masyarakat yang cinta ilmu.

Kedua, kemungkinan selanjutnya ialah apakah kerjasama global dapat terwujud?. Dalam hal ini Yuval meyakinkan bahwa semua entitas wajib bergotong royong untuk menyelesaikan krisis global.

Pada konteks ini, negara maju hendaknya membantu negara lainnya dalam rangka menyuarakan Solidaritas Global. Bantuan kemanusiaan yang dilakukan berbagai negara dapat meningkatkan semangat terkait dan mempercepat berakhirnya krisis kesehatan kali ini.

Dapat dikatakan, bahwa segala bentuk Isolasi Nasional yang lebih mementingkan negaranya sendiri dapat mencoreng Solidaritas Global, terlebih hal tersebut dilakukan oleh negara-negara adidaya.

Sebagai contoh, tindakan Amerika Serikat (AS) dalam memutus pembiayaan bagi World Health Organization (WHO) adalah suatu langkah yang mencederai Solidaritas Global. Terlepas dari motif politiknya AS, langkah tersebut justru dapat memperlambat kinerja WHO dalam megupayakan berakhirnya krisis.

Noam Chomsky

Dalam sebuah diskusi berjudul, World After Corona Virus, Chomsky selaku filsuf asal AS memberikan beberapa nasehat bagi para intelektual, aktivis, dan pekerja di seluruh dunia. Di antaranya, memperkuat ikatan sosial, mengembangkan organisasi, memperluas analisis, dan merencanakan masa depan.

Keempat alasan tersebut menjadi suatu hal yang lebih konkrit untuk untuk diupayakan, karena dalam hal ini Chomsky berpandangan berbeda dari Gates. Ia menjelaskan bahwa ancaman yang lebih dahsyat justru akan datang dari ancaman nuklir dan pemanasan global.

Dengannya, nasehat yang diberikan cenderung ditujukan untuk menciptakan kelompok-kelompok yang lebih intens lagi untuk menyuarakan resistensi terhadap kebijakan yang memungkinkan perang nuklir dan kerusakan lingkungan.

Peran Kader IMM

Dari beberapa analisis di atas, IMM memiliki peran yang signifikan untuk merealisasikan gagasan para tokoh di atas, telebih IMM merupakan organisasi yang cukup besar di mana kadernya tersebar di 34 provinsi di Indonesia. Dengan komposisi massa tersebut, kelak IMM dapat menjadi entitas yang luar biasa dalam mempengaruhi dan mengkondisikan bangsa Indonesia agar terciptanya keadilan.

Salah satu usulan Gates yang memprioritaskan perbaikan sistem kesehatan di negara berkembang, tentu relevan dengan salah satu bidang di IMM, yakni bidang kesehatan. Kader dapat menentukan tujuan jangka panjangnya untuk merealisasilan hal tersebut.

Gates menjelaskan bahwa sistem kesehatan saat ini sangatlah lemah, salah satu faktornya adalah minimnya anggaran yang difokuskan untuk memperbaiki sistem kesehatan. Dari sini, para kader yang ingin berjuang di wilayah kebangsaan, dapat turut serta mengakomodir permasalahan tersebut, melalui kebijakan yang pro terhadap problematika kesehatah negeri ini.

Selain itu, peranan kader IMM di seluruh Indonesia sangatlah dibutuhkan untuk menyuarakan pemberdayaan masyarakat, kekuatan narasi ilmah yang dimiliki kader, perlu disebarluaskan melalui berbagai medium dan diterjemahkan melalui bahasa-bahasa yang dapat dimengerti oleh khalayak.

Sehingga masyarakat tidak melakukan tindakan yang justru memperkeruh kondisi krisis. Kader IMM selaku intelektual, perlu dengan semangat dan teguh untuk senantiasa mengaplikasikan hal terkait demi terciptanya masyarakat yang cinta ilmu.

Di sisi lain, implementasi solidaritas global dapat dimungkinkan dengan adanya eksistensi kader IMM yang mampu menyuarakan intenasionalisasi gerakan. Tidak hanya berarti mahir dalam berbahasa asing, namun para kader ini mampu memainkan peran kepeminpinannya di level internasional, sehingga mampu memberikan daya jual bagi bangsa ini sekaligus menciptakan kerjasama global yang lebih memanusiakan manusia.

Berkaitan dengan nasehat Chomsky, keempat saran tersebut memang sangat penting bagi IMM secara organisasi dan kader secara individu. Penguatan organisasi hanya akan terjadi jika ikatan sosial sesama kader dapar ditumbuhkan.

Apalagi hadirnya pimpinan yang visioner, di mana senantiasa mengaping para kader melalui serangkaian program yang tersistematis, sehingga kader dapat berdiaspora sesuai minat dan bakatnya kelak. Hal ini tak lain dan tak bukan untuk mencapai tujuan IMM.

Oleh : Muhammad Alwin (Kabid Ekowir PC IMM Kab. Tasikmalaya dan Awardee LPDP untuk Program Magister di University of Queensland)

editor
editor

salam hangat

Related posts

Leave a Comment