Covid-19 dan Persaudaraan

imam fahrudin

Modernis.co, Malang – Social distancing dan physical distancing membuat sebagian besar warga masyarakat memilih mengurangi aktivitasnya di luar rumah. Mengurangi interaksi sosial dan menjaga jarak dari orang lain, sederhananya seperti itu.

Penggunaan istilah social distancing pada mulanya sangat dicanangkan dalam pencegahan penyebaran Covid-19. Namun, penelitian dari Dr. Tracy Alloway, menjaga jarak sosial justru dapat merusak mental. Seseorang akan merasa sendirian, kesepian, kehilangan nafsu makan, dan perubahan mood(suasana dalam diri). Kesehatan psikologis sangat mempengaruhi kesehatan fisik seseorang.

Sulisyanti dalam penelitiannya pada tahun 2013 terhadap penderita hipertensi menyatakan bahwa keadaan lingkungan sekitar dan kesehatan psikologis merupakan faktor yang paling mempengaruhi terjadinya hipertensi. Apakah hal ini berlaku untuk semua jenis penyakit?

Sudah banyak penelitian mengenai hubungan kesehatan fisik dan keadaan jiwa dalam tubuh manusia. Riset yang dilakukan tahun 2015, menyebut bahwa keduanya saling berkaitan. Apabila seorang mengalami terganggu jiwanya oleh tekanan dalam kehidupannya maka fungsi fisiknya akan terganggu. Dan sebaliknya, apabila seseorang sedang sakit, maka kondisi jiwanya akan terpengaruhi.

Memahami Istilah

Dari social distancing, WHO beranjak kepada physical distancing. Fitrah manusia sebagai makhluk sosial salah satunya adalah tidak sepenuhnya dapat melakukan social distancing. Hasil penelitian Tomasello tahun 2014 dalam European Journal Of Social Psychology menyatakan manusia sebagai The ultra-social animal, yakni mempunyai hasrat berhubungan atau berinteraksi satu sama lain yang tinggi.

Physical distancing memungkinkan manusia untuk tetap berinteraksi namun dengan syarat menjaga jarak satu sama lain. Meski telah beralih penggunan istilah, namun masih banyak istilah-istilah lain yang garis besarnya adalah, kurangi aktivitas luar rumah, di rumah saja. Fasilitas umum ditutup dan hanya menyisakan kebutuhan dasar warga maysrakat yang diperbolehkan untuk terus beroperasi.

Dampak dari bertambahnya jumlah kasus positif Covid-19 di Indonesia dirasakan oleh semua kalangan. Bergantinya kegiatan offline menjadi online sangat dirasakan oleh penyedia jasa offline. Semua berada di rumah, menjaga jarak, tidak ada kegiatan massal, mengurangi aktivitas sosial di luar rumah. Semua saling curiga dan wasapada satu sama lain. Menggaungkan solider dengan sikap soliter.

Memaknai solider harus disertakan dengan soliter dalam perkembangan penyebaran Covid-19. Bersama-sama saling menjaga, memahami, memperhatikan dengan bersikap individual. Bukankah terlihat seperti kontradiksi yang diapksakan agar sejalan. Ini tentang kemanusiaan yang merupakan upaya memutus rantai penyebaran Covid-19 agar tidak saling tertular dan menularkan.

Terdampak Covid-19

Menahan hasrat sebagai makhluk sosial sangat berpengaruh dalam bidang perkonomian. Terlebih ketika beberapa tempat mata pencaharian harus diliburkan. Maka efeknya sangat kompleks hingga ke rantai mata pencaharian paling bawah.

Ketika sebuah perusahaan merumahkan pegawainya untuk berkerja dari rumah, maka kebutuhan harian perusahaan tidak seperti biasanya, akibatnya penyedia kebutuhan harian perusahaan juga tidak beroprasi seperti biasanya.

Sebulan setelah munculnya Covid-19 di Indonesia pelan namun pasti telah mengubrak-abrik sudut pandang warga masyarakat yang kurang mendapat edukasi. Jangan keluar rumah, ada Corona. Begitu pola pikir sederhana yang mungkin ada.

Penjual jasa kesiapan pembeli jasa. Harga semakin mahal, membuat pembeli mengkerutkan dahi dan penjual mengurangi stok dagangan. Hingga akhirnya semua sama-sama kesusahan. Meskipun hari ini masih terdapat warga masyarakat yang memilih tetap berkerja di luar rumah karena hanya itulah yang dapat dilakukan untuk mencukupi kebutuhan dapur rumah tangga.

Namun sangat memperhatikan, jasa yang mereka sediakan semakin hari semakin sepi pelanggan. Anggaplah seperti supir angkot, supir becak, ojek motor, kedai makanan, pedagang pinggir jalan, tukang parkir, dan sebagainya yang notabene ekonomi kelas menengah kebawah.

Ambil contoh pedagang mainan anak-anak yang berkeliling dari sekolah satu ke sekolah lain, sekarang sekolah diliburkan dengan belajar dari rumah. Atau kita ambil supir transportasi umum yang sehari-hari ditumpangi pekerja yang hendak berangkat dan pulang kerja, sekarang para pekerja berkerja dari rumah.

Warga masyarakat yang masih berkerja menyediakan jasa hari ini semakin kencang berdoa agar penyebaran Covid-19 di Indonesia segera usai. Sambil berharap adanya perhatian dari pemerintah dalam memberi upaya solutif terhadap terancamnya mata pencaharian mereka. Beberapa daerah yang menjadi zona merah juga semakin mengencangkan ikat pinggang dalam pencegahan penyebaran Covid-19.

Bencana dan Kontribusi Kita

Sangat prihatin rasanya, setiap kali membaca laman media yang tersaji berupa informasi tentang hal-hal di dalam pesitiwa pandemi Covid-19 yang dapat memicu menurunnya kesehatan mental yang akhirnya dapat mempengaruhi kesehatan fisik seseorang.

Mulai dari angka kematian, bertambahnya pasien positif, gambaran betapa mengerikannya bencana ini, meluasnya daerah penyebaran Covid-19, hingga pemberitaan tentang kebijakan-kebijakan yang melupakan upaya edukasi dapat mudah diakses.

Sangat bangga rasanya ketika beberapa komunitas sosial yang dengan serentak membuka pengumpulan donasi dalam membantu warga masyarakat yang semakin kesusahan di tengah pandemi Covid-19. Beberapa orang baik membagikan uangnya secara mandiri kepada pekerja offline yang membutuhkan di pinggir-pinggir jalan. Ini adalah tentang bagaimana kita menyikapi keadaan saat ini.

Saling bahu membahu ini yang semestinya lebih dikedepankan. Bagaimana rasa saling tolong-menolong dapat diwujudkan antar sesama untuk menghiasi kehidupan. Membagi makanan, uang, dan kebutuhan pokok kepada sesama harus diagendakan. Menebar energi positif guna menanggulangi bertambahnya kasus pasien positif Covid-19 harus diinterpretasikan dalam menyikapi pandemi Covid-19.

Saat tulisan ini dibuat, mungkin penulis hanya duduk di depan monitor sambil santai tanpa memberi kepada warga masyarakat yang membutuhkan. Namun sedikit dari tulisan ini, penulis berharap agar kita dapat menyikapi situasi dengan dewasa. Selayaknya orang yang matang dalam berpikir dan mewujudkannya dalam bertindak bijak.

Warga msayarakat perlu ditenangkan dan perlu perhatian untuk bangkit dan melawan, bukan dibuat lusuh. Warga masyarkat perlu ditenangkan dengan sajian informasi edukatif yang membangkitkan pola pikir cerdas bukan semata meningkatkan kepanikan. Warga masyarakat membutuhkan perhatian baik moril maupun materil, bukan laporan kematian.

Sebagai pegiat dunia pena, tulisan sangat besar kaitannya dalam merubah pola pikir. Tulisan memuat sekumpulan informasi, namun belum tentu mengedukasi atau hanya luapan emosi.

Related posts

Leave a Comment