Bukan Lockdown tapi Smackdown

lockdown

Modernis.co, Surakarta – Fenomena yang terjadi sekarang ini adalah banyak kita lihat dan jumpai di dunia maya dan media sosial bahwa kejadian yang harusnya benar namun menjadi terlihat salah dan yang harusnya salah seakan-akan menjadi terlihat benar. Sekarang ini kita sudah memasuki zaman fitnah. Zaman fitnah yang kecil seperti saat ini saja, dampaknya sudah sangat besar dan sudah sangat signifikan. Saya yakin bahwa kita sudah memasuki akhir zaman, Wallahu a’lam Bi as-Showab.

Sudah banyak manusia yang tertipu dengan permasalahan dan apa yang sudah terjadi saat ini, tertipu dengan branding menarik untuk mengemas sebuah kebohongan menjadi sebuah kebenaran begitupun sebaliknya. Kita hidup di Negara yang menggunakan senjata Buzzer bayaran yang tugasnya menggiring opini masyarakat untuk membenci keadilan dan kebenaran, coba kita perhatikan beberapa kebijakan Pemerintah untuk menghadapi pandemi wabah Covid-19.

Mereka mengeluarkan regulasi yang tujuannya adalah lebih mementingkan jabatannya dari pada mementingkan keselamatan warga negaranya. Lihat saja sikap pemerintah yang belum mengeluarkan kebijakan Lock Down, karena apa ? karena mereka memiliki kepentingan dibalik ini semua. Mereka lebih mementingkan proyek pembangunan Ibu Kota baru dari pada memperhatikan keselamatan nyawa rakyatnya sendiri.

Payung hukum yang mereka keluarkan adalah Pasal 59 atau  pemilihan pembatasan sosial dan penerapan darurat sipil dengan maksud bahwa pemerintah tidak mau bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyatnya. Berbeda dengan pasal 55 atau karantina wilayah, pasal yang mereka buat sendiri. Pada pasal 55 ini sudah pasti bahwa ketika sudah diterapkan kebijakan ini, maka semua kebutuhan dasar rakyatnya ditanggung oleh pemerintah.

Jika dikaitkan dengan pasal 34 UUD 1945 ayat 1,2,3 yang berbunyi bahwa Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara. Coba kita perhatikan redaksi dari ketiga ayat dalam pasal ini, Ketika rakyat sedang berada pada fase sulit seperti saat ini yaitu menghadapi pandemi Covid -19. Mereka yang fakir, miskin dan anak terlantar harusnya dipelihara oleh negara, Lalu dengan kondisi seperti ini seakan-akan rakyat dimiskinkan karena efek dari wabah Corona.

Perekonomian menjadi lemah dan banyak masyarakat yang mengeluh karena lesunya gerak laju arah perekonomian baik itu usaha kecil, UMKM maupun usaha besar. Coba kita lihat pidato dari Presiden Ghana yang berani menerapkan kebijakan Lock Down, Presiden Ghana memilih kebijakan Lock Down dengan argumen bahwa mereka tahu bagaimana menghidupkan kembali perekonomian namun tidak bisa membangkitkan kembali orang yang sudah meninggal.

Nana Akufo-Addo atau presiden Ghana berani mengeluarkan kebijakan itu, jika kita logika karena mungkin ia sadar bahwa dirinya bukanlah Nabi Isa Al Masih yang bisa menghidupkan kembali orang yang sudah meninggal atas izin Allah SWT. Atau mungkin beliau sadar bahwa beliau bukanlah salah satu anggota klan dari serial anime Jepang ‘Naruto’ yaitu Kabuto yang bisa membangkitkan orang yang sudah meninggal dengan menggunakan jutsu Edo Tensei.

Kita sebagai masyarakat awam harusnya bisa lebih bijak lagi dalam menanggapi fenomena yang sedang terjadi sekarang ini, jangan mudah terpengaruh dengan setiap berita yang ada. Bijaklah dalam menyikapi suatu berita yang masuk, pilihlah mana yang benar dan mana yang tidak benar atau salah. Yang saya takutkan disini hanyalah satu, murkanya dari sang pemilik Alam Semesta ini yaitu Allah Azza wa Jalla.

Dalam Qur’an Surat Al A’raf ayat 96 disebutkan bahwa :

Allah SWT akan melimpahkan berkah dari langit dan bumi bagi penduduk negeri yang beriman dan bertakwa, namun Allah SWT akan memberikan siksaan kepada penduduk negeri yang mendustakan ayat-ayat Allah dan memberikan siksaan sesuai dengan apa yang mereka kerjakan.

Sepenggal ayat ini harusnya bisa menyadarkan kita bahwa Tuhanlah pemilik Alam Semesta.

Hanya kepada-Nya lah kita memohon ampunan dan pertolongan, dengan adanya wabah Covid-19 harusnya membuat kita sadar dan berubah untuk memperbaiki diri menjadi hamba yang senantiasa lebih beriman dan bertakwa lagi. Bukan menjadi seorang hamba yang kufur dan tersesat kejalan yang tidak diridhoi oleh yang maha Kuasa. Jadi nasib suatu kaum atau sebuah negara tergantung dari diri mereka sendiri.

Seperti yang tertulis dalam Q.s Ar Rad ayat 11 yang menjelaskan bahwa Tuhan atau Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah nasibnya. Semua orang pasti menginginkan hidup dalam sebuah negeri yang Baldatun Thayyibatun wa Robbun Ghofu” atau Negeri yang baik dengan Rabb yang maha pengampun, bisa mencakup seluruh kebaikan perilaku penduduknya sehingga mendatangkan ampunan dari Allah SWT.

Diakhir tulisan ini, saya ingin memberikan sedikit kritikan kepada Pemerintah ataupun Presiden.

“Sebaiknya 7 stafsus millenial dan 6 BPIP dipecat saja atau gajinya dialokasikan untuk mengatasi pandemi Covid-19.”

Karena jika saya melihat, percuma presiden ataupun pemerintah membentuk mereka. Sampai sekarang kita tidak bisa melihat secara jelas apa fungsi mereka untuk negara kita ini dan apa kontribusi mereka untuk membawa kemajuan di negara kita.

Semoga kita bisa menjadikan kejadian ini sebagai pembelajaran untuk menjadi insan yang senantiasa selalu beriman, bertaqwa dan bersyukur kepada Tuhan. Saling bahu membahu, saling membantu dan saling menguatkan untuk bersama-sama menghadapi wabah ini. Untuk saat ini kita tidak bisa hanya bergantung kepada pemerintah saja, namun peran kita juga dibutuhkan berupa materi dan tindakan nyata bukan hanya sekedar saling menghujat dan menyalahkan.

*Oleh: Hamid Anjar Kasih (Ketua Umum PK IMM Azhar Basyir IAIN Surakarta)

Redaksi
Redaksi

Mari narasikan fikiran-fikiran anda via website kami!

Related posts

Leave a Comment