Bulan Sya’ban, Momen Menyambut Ramadhan

menyambut ramadhan

Modernis.co, Malang – Bulan Rajab baru saja meninggalkan kita dan saat ini kita telah memasuki bulan Sya’ban. Tak lama lagi, bulan Ramadhan yang penuh berkah akan segera tiba. Umat muslim di seluruh dunia pun seolah bersuka cita menyambut kedatangannya. Ramadhan ini adalah bulan istimewa yang memiliki banyak keutamaan dibandingkan bulan lainnya.

Sebagaimana yang umum diketahui, pada bulan ini Allah swt. menjanjikan pahala serta ampunan yang begitu besar bagi seorang muslim yang melakukan amal ibadah. Tak heran, banyak kaum muslimin meningkatkan intensitas amalan ketaatan pada bulan ini, mulai dari membaca Al-Qur’an, bersedekah, memberi Ifthar atau hidangan pembuka bagi orang berpuasa, dan lainnya.

Berusaha sekuat tenaga untuk menghindari kemaksiatan kepada Allah swt.  Akan tetapi, bagi sebagian kaum muslimin momen ketaatan itu seolah hanya pada bulan Ramadhan saja. Bulan Sya’ban yang menjadi pintu masuk bulan Ramadhan pun terkesan terabaikan. Hal ini sudah diprediksi oleh Baginda Nabi Muhammad saw dalam hadits shahih, “Ini adalah bulan yang sering dilalaikan oleh banyak orang, bulan antara Rajab dan Ramadhan.

Bulan diangkatnya amal-amal kepada Rabb Semesta Alam dan aku senang bila amalku diangkat  sedang aku dalam keadaan berpuasa.” (HR. Nasa’I dan Ahmad). Sebuah pola pikir masyarakat yang tak boleh diteruskan dan mesti diubah sejak dini. Bulan Sya’ban juga memiliki keistimewaan lain di samping keistimewaan sebagai bulan pelaporan amal.

 Sebagai informasi Adalah Rasulullah saw. terbiasa melakukan puasa rutin satu bulan penuh, kecuali beberapa hari saja di bulan Sya’ban. Keterangan ini bisa kita dapat dari perkataan Ibunda Aisyah r.a.  riwayat Imam Muslim. Sebuah perlakuan khusus yang dilakukan oleh Baginda Nabi Muhammad dalam rangka memuliakan bulan Sya’ban ini.

Menarik untuk diperbincangkan, bulan Sya’ban ini bisa dijadikan sebagai “warming up” berbagai amalan kita sebelum memasuki bulan Ramadhan. Anjuran untuk meningkatkan amalan di bulan Ramadhan seyogyanya sudah kita lakukan di bulan Sya’ban ini. Mengapa demikian? Tentulah ketika kita memasuki Ramadhan, ada sebuah kesiapan diri yang sudah dimiliki sehingga kita merasa ringan untuk istiqomah dan meraih kesuksesan di dalamnya. 

Kalaulah kita perhatikan, tak jarang bagi masyarakat kita terlihat begitu antusias menghadapi bulan Ramadhan dan berlomba-lomba menghiasinya dengan ketaatan serta kesholihan amal. Sebuah fenomena yang baik dan perlu diapresiasi, karena Ramadhan adalah waktu yang tepat untuk hal demikian. Namun, tak jarang pula kita temukan dari sebagian kita tak melazimkan atau merutinkan amalan ketaatan itu hingga Ramadhan usai.

hal yang cukup disayangkan, mengingat belum tentu Ramadhan dapat kita temui pada tahun berikutnya. Ada anggapan itu terjadi karena kita tidak membiasakan diri sebelum menghadapi Ramadhan, sehingga kita merasa berat untuk sekedar melanggengkannya.Mari kita telusuri sebuah penelitian yang cukup popular dan sering  didengar, yakni “Teori 21” yang mengatakan bahwa “Seseorang akan memiliki sebuah kebiasaan pada perilaku tertentu, ketika ia mengulang-ulang perilaku itu selama 21 hari.”

Teori ini diperkenalkan oleh Dr. Maxwell Maltz, seorang ahli bedah plastik, ketika mengamati seseorang yang salah satu anggota tubuhnya diamputasi memerlukan waktu rata-rata 21 hari untuk beradaptasi terhadap hilangnya anggota tubuh.  Dia pun berkesimpulan, bahwa manusia itu hanya perlu sekitar tiga pekan untuk beradaptasi terhadap berbagai perubahan hidupnya.

Akan tetapi, kita juga menemui sebuah penelitian baru oleh University College London yang mengatakan bahwa sebuah kebiasaan baru itu membutuhkan setidaknya 66 hari agar dapat dilakukan dengan berulang-ulang. Hal inilah yang mungkin mendasari kita, mengapa sebagian masyarakat memiliki semangat tinggi untuk beribadah di awal saja. Setelahnya cenderung menurun sehingga mempengaruhi intensitas ibadah mereka.

Tidak terbangunnya sebuah kebiasaan yang cukup menjadikan seseorang merasa berat dan letih untuk merutinkan sebuah aktifitas ibadah, khususnya di bulan Ramadhan. Berangkat dari fenomena di atas, sudah selayaknya bagi kita yang ingin mendapatkan kemuliaan Ramadhan agar membuat kebiasaan yang baik dimulai dari bulan Sya’ban ini. Meskipun kita tahu, segala kebaikan di bulan Ramadhan akan dilipatgandakan oleh Allah, bukan berarti di bulan Sya’ban ini kita tidak mempersiapkannya sama sekali. Justru, inilah momen kita untuk “berinvestasi” sebagai bekal penunjang menghadapi Ramadhan.

Apalagi, saat ini negara kita sedang tertimpa musibah Virus Corona yang semakin meluas, sehingga pemerintah menginstruksikan masyarakat untuk menerapkan Social Distancing dan tidak keluar rumah, kecuali ada hal yang sangat mendesak.

Mungkin, kondisi seperti ini dapat kita isi dengan memperbanyak amalan ketaatan, seperti puasa sunnah, sholat malam, membaca Al-Qur’an, bersedekah, dan kegiatan positif lainnya macam menulis, membaca, memasak, hingga menonton film Bersama keluarga. Secara tidak langsung, kita juga sudah berpartisipasi membantu pemerintah dalam menekan angka persebaran Virus Corona di Indonesia.

Menyadari pentingnya bulan Sya’ban ini tentu harus diimbangi dengan niat dan usaha kita agar tidak melewatinya begitu saja. Dimulai dari hal-hal yang ringan menurut kita terlebih dahulu, sebagai upaya dalam meningkatkan kapasitas diri menjadi pribadi yang lebih siap dalam menghadapi Ramadhan. Adapun upaya lain yang bisa kita lakukan untuk membantu kita dalam berproses, yakni mengajak keluarga, maupun teman untuk mengikuti kita, serta memperkaya wawasan mengenai kemuliaan bulan Sya’ban yang  mungkin tidak banyak diketahui orang.

Dengan begitu, diharapkan ke depannya kita akan memperoleh keistiqomahan dan kenikmatan dalam beribadah tak hanya Ramadhan, melainkan juga seterusnya. Tentunya, kita juga perlu memperbanyak doa agar diberi kemudahan oleh Allah dalam setiap langkah kita. Sehingga, predikat Taqwa dapat kita raih. Wallahu a’lam.

Oleh : Muhammad Davi Arham (Mahasiswa HKI UMM 2017)

editor
editor

salam hangat

Related posts

Leave a Comment