Modernis.co, Malang – Sejauh ini para ekonom mengukur kemajuan ekonomi dari tingginya pertumbuhan dan melupakaan dampak negatif akibat pertumbuhan. Ternyata dampak dari pertumbuhan ini lebih memprihatinkan daripada pertumbuhan itu sendiri. Oleh karena itu, konsep ekonomi yang sempit harus diubah dengan konsep yang mempertimbangkan segala aspek kehidupan secara utuh sebagai tolah ukur pertumbuhan.
Konsep pertumbuhan ekonomi secara holistik itulah yang sesuai dengan aturan syariah islam. Hingga saat ini, masih banyak yang melihat masalah kerusakan lingkungan dari sudut ekonomi, yaitu perlunya pembiayaan ekstra untuk memperoleh hasil ekonomi tertentu. Karena itu, persoalan kerusakan lingkungan hidup tidak hanya dilihat dari sudut ekonomi saja. Melainkan dilihat secara holistic. Seperti kerusakan mental, moral, sosial budaya,dll. Juga, fenomena kerusakan lingkungan hidup akibatnya.
Pembuatan perumahan yang tidak memenuhi syarat, pembangunan upah yang tidak memadai, penjualan barang produksi yang cacat, dll. Kemudian, pemaksaan kehendak yang dieksekusi melalui penyalahgunaan wewenang, manipulasi, korupsi, dan kesalahan prosedur. Sebagai bagian dari kerusakan lingkungan dan kerusakan mental. Isu pelestarian lingkungan hidup muncul dan hangat sejak tahun 70-an hingga sekarang. Dari sisi ekonomi, ide dasarnya mengacu pada munculnya kesadaran bahwa kemajuan ekonomi yang tinggi menjadi kurang berarti jika tidak diikuti dengan adanya degradasi lingkungan akibat kemajuan.
Selain itu, munculnya ke permukaan isu lingkungan juga dipengaruhi dengan perkembangan permintaan pasar dunia, perdangan bebas dan globalisasi. Negara negara maju menuntut eco-label sebagai salah satu persyaratan bisnis. Tuntutan itu, disatu pihak bisa dilihat dari adanya desakan dari negara-negara Eropa untuk menangkal masuknya barang dari dunia ketiga. Tapi dilain pihak, kenyataannya pertumbuhan ekonomi di Indonesia justru mendapatkan dan membawa dampak negatif adanya pencemaran udara, air dan limbah.
Seperti, isu tersebut menjadi makin populer karena secara ekonomis pelestarian lingkungan menimbulkan kepentingan yang bertolak belakang, antara pertimbangan ekonomi dengan pertimbangan kepentingan mempertahankan kondisi ingkungan. Pada glirannya menuntut pembiayaan yang besar. Sehingga, perkembangan ekonomi menjadi tidak efisien lagi.(Bustanul Arifin 1996, Jurnal Salam Pascasarjana UMM, Jul 1997, hlm:113-114). Selain itu, dari faktor-faktor yang memicu timbulnya krisis lingkungan adalah paradigma ekonomi yang sempit.
Konsep eknomi yang dipelajari sampai saat ini masih meniti beratkan pada tujuan ekonomi semata. Konsep optimalisasi laba dan utilitas sumber daya ekonomi membawa para pelaku ekonomi memusatkan aktivitasnya pada pencarian keuntungan semata, tanpa peduli dampak kerusakan lingkungan sekitar. Prof.Abdul Mannan (1995). Menanggapi bahwa, pengejaran angka keramat pertumbuhan ekonomi, misalnya pendapatan perkapita, invetasi,dll menjadi biang krisis lingkungan. Karena itu, konsep eknomi bisnis konvensional harus dirubah, dari ekonomi konvesional menuju paradigma ekonomi syariah/islam. Atau ekonomi dengan syariah yaitu suatu pendekatan ekonomi yang tidak hanya melihat kemajuan ekonomi, statistik dan pertumbuhan saja.
Melainkan melihat kemajuan ekonomi secara holistic yang mempertimbangkan segala aspek kehidupan. (Bustanul Arifin, hlm:118). Untuk itu, kita memerlukan konsep ekonomi islam yang dilandasi ajaran agama, khususnya Islam. Karena seperti yang ditegaskan oleh, Prof.Abdul Mannan bahwa, konsep ekonomi islam melihat masalah perekonomian secara multidimensional. Meliputi dimensi moral, spiritual, etika, sosial, politik, serta alam dan lingkungan.
- baca juga: 5 Masalah Hidup Setelah Tamat Kuliah
Dengan kata lain, pembangunan ekonomi dalam Islam bukan hanya mementingkan pembangunan material, melainkan menempatkan pembangunan moral dan spiritual, termasuk didalamnya kesadaran akan lingkungan, pada kedudukan yang sangat penting (Bustanul Arifin, hlm 118). Sebagai konsekuensinya, ukuran keberhasilan ekonomi harus diubah. Usaha pengembangan, pencegahan, pelestarian, dan pemulihan lingkungan harus dijadikan salah satu faktor untuk menentukkan kinerja manajemen dan kemajuan pembangunan ekonomi.
Karena itu, untuk membangun paradigma ekonomi islam yang berwawasan lingkungan hidup tersebut , maka dapat kita lihat dan implementasi dari prinsip-prinsip ekonomi. Prinsip ekonomi islam, menurut Daud Ali1(995:214-215), ada tiga yaitu, pemilikan, keseimbangan dan keadilan.
1. prinsip pemilikan, pemilikan dalam islam bukanlah berarti penguasaan mutlak atas sumber- sumber ekonomi, melainkan kemampuan atau kebebasan unuk memanfaatkan, karena semua harta kekayaan manusia itu sebenarnya milik Allah swt, (Saefudin:1984). Karena itu, karena manusia sebagai wakil Allah dimuka bumi ini maka manusia sebagai pengelola bumi berhak mengurus dan memanfaatkan alam semesta untuk kelangsungan hidup, kesetaraan dan kedamaian manusia dan lingkungan itu sendiri.
2. prinsip keseimbangan, artinya bahwa, keseimbangan bukan saja menjelaskan tujuan hidup untuk kepentingan akhirat seata. Tetapi menjaga kepentingan perorangan dan umum. Juga, dalam mengelola tidak mengekpolitasi secara membabi buta, perlu ada batasan dan hemat, sederhana agar supaya ada stock untuk masa depan. Kemudian, maksud keseimbangan ekonomi bahwa pembangunan tidak hanya material juga perlu moral, mental dan spiritual.
3. prinsip keadilan, adalah seimbang, pertengahan bahwa dalam melakukan aktivitas ekonomi harus menempatkan sesuatu sesuai tempatnya. Misalnya, membuka lahan secara luas tanpa melihat dampak negatifnya adalah perbuatan tidak adil. Dengan demikian, bahwa manusia adalah wakil Allah swt dimuka bumi, maka manusia sebagai wakil yang diberi amanah maka wajib mengelola, menata dan membangun tatanan kehidupan khusunya dibidang ekonomi.
Karena itu, sebagai manusia yang beriman dan beragama sadar bahwa semua aktivitas atau perbuatan manusia disaksi dan dimintai pertanggungjawaban Allah dalam aktivitas berekonomi. Seyyed Hosein Nasr (1990), mengatakan bahwa, manusia hraus menyadari tanggung jawabnya sebagai khalifah di bumi yang bertugas memelihara alam. Lebih lanjut, manusia dalam mengelola dan memanfaatkan ekonomi atau karunia Allah yaitu harus berlaku adil, bertanggung jawab, dan tidak melampuai batas yang berakibat merusak lingkungan hidup.
Kerusakan lingkungan tidak hanya material, tapi rusak mental, moral, iman dan pemikiran maupun merusak sesama manusia. Karena itu, bahwa pembagunan ekonomi yang ramah lingkungan secara multidimensi. Juga, menegaskan bahwa peran agama dalam menghadapi krisis lingkungan sekarang tidak hanya terbatas pada etisnya, tapi juga pada peran intelektualnya.