Konsep Ilmu dalam Islam

pemikiran islam

(Sebuah Refleksi Terhadap Cara Pandang Dikotomis).

Modernis.co, Malang Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi di era milenia ini. Ilmu pengetahuan dan teknologi membawa pengaruh yang sangat luas hingga ke pelosok negeri. 

Saat ini kehidupan orang yang bertani di pelosok desa tidak jauh berbeda dengan orang yang hidup di kota. Orang yang profesinya nelayan yang kehidupan sehari-harinya berada di pinggiran pantai dan lautan. Mampu mengakses informasi dari belahan dunia kapanpun dan dimanapun sama halnya dengan orang-orang yang hidup di perkotaan.

Perkembangan sains dan teknologi yang sangat pesat ini, telah banyak membantu kehidupan manusia. Dapat kita lihat dan rasakan bahwa manusia modern sekarang ini bergantung pada sains dan teknologi. 

Setiap hari kehidupan manusia selalu didampingi dan dilayani oleh produk sains dan teknologi. Mulai bangun tidur hingga tidur lagi. Mulai dari makan, minum, tempat tinggal, tempat kerja, alat-alat transportasi, komunikasi, hiburan serta kesehatan dan segala aspek kehidupan manusia.

Sains dan teknologi telah mengambil peran penting dalam pembangunan peradaban manusia. Penemuan dalam bidang sains dan teknologi telah banyak memberikan kemudahan pada manusia. Perjalanan yang dulu harus ditempuh berjam-jam bahkan berhari-hari kini perjalanan tersebut dapat disingkat dengan menggunakan pesawat terbang.

Selain memiliki dampak positif, ilmu pengetahuan dan teknologi juga memiliki banyak pengaruh negatif. Di Antara pengaruh negatif yang yang timbul misalnya di era teknologi ini senjata dibuat semakin canggih. Jika terjadi perang, maka dipastikan dapat memusnahkan kelestarian hidup manusia.

Di bidang industri, baik langsung maupun tidak langsung akan melahirkan dampak yang merusak kelestarian alam dan lingkungan hidup manusia. Limbah pabrik industri yang terkadang tidak dikelola dengan baik. Hanya dibuang ke laut atau sungai, lama kelamaan akan mengakibatkan kerusakan pada ekosistem dan lingkungan hidup.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sebenarnya adalah untuk melestarikan kehidupan manusia dan menjaga keteraturan kehidupan di dunia ini, justru disalahgunakan menjadi alat penopang keserakahan yang menimbulkan kerusakan alam dan krisis kemanusiaan.

Hal ini tidak sesuai dengan prinsip Islam yang notabene adalah agama rahmatan lil alamin. Sudah saatnya Islam mampu merumuskan prinsip-prinsip dasar dan cara kerja ilmu pengetahuan agar teknologi dan industri pada penerapannya senantiasa berdaya dan tepat guna sesuai dengan tujuan dan fungsi ilmu pengetahuan yaitu kesejahteraan seluruh umat manusia.


Ilmu pengetahuan atau sains dan Islam merupakan suatu wujud kesadaran dan keyakinan yang sama-sama datang dari satu sumber yaitu Allah SWT. Allah mengilhamkan ilmu pada manusia, lalu manusia menjadi tahu, mengerti, memahami, meyakini, menyadari dan memakainya menurut perspektif dirinya.

Bisa saja suatu ilmu menjadi benar padanya dan salah pada orang lain, jika dilihat dari perspektif simbolik. Akan tetapi apabila dibuka melalui perspektif maknawi, bisa saja menghasilkan wujud dan hasil yang sama. Tetapi saat ini pada kenyataannya Islam dan sains terasa semakin berjauhan dan memiliki wujudnya masing-masing.

Jika kita lihat di masyarakat sekarang ini. Banyak anggapan bahwa sains dan Islam adalah dua entitas yang berbeda bahkan tidak bisa dipertemukan. Keduanya memiliki wilayah-wilayah tersendiri, terpisah antara satu dan lainnya. 

Terpisah antara satu dan yang lainnya baik dari tinjauan objek formal dan materialnya, metode penelitian, kriteria kebenaran, peran yang dimainkan oleh pengguna bahkan sampai kepada pihak penyelenggaranya.

Seperti dalam ungkapan, ilmu tidak mempedulikan agama dan agama pun sebaliknya tidak memperdulikan ilmu. Anggapan-anggapan pemisahan antara ilmu dan agama yang beredar dan sudah mendarah daging di masyarakat. Sekarang ini perlu disikapi dengan arif dan menggunakan metode integralistik dan holistik.

Dengan menggunakan metode yang integral dan holistik. Maka kiranya akan mampu membuka pandangan masyarakat yang selama ini salah dalam memandang dan menilai bahwa agama dan ilmu merupakan dua entitas yang berbeda.

Surat al-Alaq ayat 1-5 memberi sebuah pelajaran bagi kita. Bahwa dasar interpretasi dari semua bentuk ilmu adalah tauhid, artinya bahwa ilmu dan sains harus dikembangkan dengan bingkai tauhid. 

Ayat al-Qur’an yang pertama turun memberikan sinyal kuat terhadap kita bahwa segala ilmu pengetahuan tidak harus dipisahkan dari sang pencipta. Tetapi justru sebaliknya bahwa ilmu pengetahuan haruslah senantiasa mendekatkan seorang hamba terhadap sang pencipta agar kehidupannya senantiasa bahagia baik di dunia maupun di akhirat.

Wahyu merupakan salah satu sumber ilmu pengetahuan paling signifikan yang dapat mengarahkan ilmu pengetahuan ke arah yang benar. Secara aksiologis, tujuan akhir dari ilmu adalah merealisasikan statusnya di muka bumi ini yaitu sebagai hamba Allah dan menjadi khalifah di muka bumi. 

Mempersiapkan diri untuk memenuhi peranan serta tanggung jawab atas amal dan perbuatannya saat hidup di muka bumi ini di hadapan Allah kelak.

Berbicara soal ilmu, maka kita tidak akan pernah lepas dari berbicara bagaimana atau dengan apa kita dapat mengetahui suatu objek atau apa saja yang bisa dipahami sebagai hal yang masuk lingkup ilmu? Manusia memiliki tiga macam instrumen untuk menangkap keseluruhan realitas yang ada. 

Instrumen tersebut adalah panca indera, akal dan intelektual, serta intuisi (wahyu dan ilham). Sementara ilmuwan barat yang merupakan pengembang ilmu pengetahuan atau sains hanya mengakui satu instrumen saja yaitu panca indera.

Dengan berlandaskan pengakuan hanya pada panca indera saja, para ilmuwan barat juga hanya mengembangkan satu metode penelitian, yaitu metode observasi atau eksperimen inderawi. 

Metode inilah yang kemudian terus berkembang sampai kepada tingkat yang sangat canggih, tetapi semuanya tetap bermuara pada pencerapan inderawi. Akal dalam bentuk penalaran memang tetap digunakan, tetapi hanya untuk memilih, memutuskan dan melakukan penalaran, bukan sebagai instrumen lain dalam menangkap realitas.

Ilmuwan muslim berbeda dengan ilmuwan barat pada umumnya. Para ilmuwan muslim mengakui keabsahan bukan hanya metode observasi, tetapi juga metode rasional dan intuitif.

 Indera dapat menangkap objek-objek inderawi, maka akal dapat menangkap objek-objek spiritual atau metafisik secara silogistik, yakni menarik kesimpulan tentang hal-hal yang tidak diketahui dan hal-hal yang telah diketahui.

Maka dengan cara yang demikian, melalui penelitian terhadap alam semesta. Akal akan dapat mengetahui adanya Tuhan dan hal-hal ghaib lainnya, seperti malaikat dan substansi-substansi spiritual. 

Metode lain yang dapat digunakan untuk menangkap objek-objek spiritual dan metafisik adalah metode intuitif atau eksperiensial yang dikembangkan oleh para sufi dan filusuf iluminasionis.

Walaupun sama-sama menangkap objek-objek spiritual, namun akal dan intuisi memiliki perbedaan metodologis yang fundamental dalam menangkap objek-objek tersebut. Akal menangkap objek secara inferensial, intuisi menangkap objek-objek spiritual tersebut secara langsung, sehingga mampu melintasi jurang yang lebar antara subjek dan objek.

Dari sinilah kita bisa sadari bahwa selama ini perkembangan ilmu pengetahuan/sains. Hanya menggunakan satu instrumen dalam pengembangannya justru menimbulkan masalah yang cukup besar yakni dehumanisasi. 

Hal demikian dikarenakan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan manusia bebas mengembangkan sains dalam bentuk, daya dan guna apapun. Termasuk untuk menyokong keserakahan untuk menguasai dunia tanpa menghiraukan kelestarian alam dan hidup manusia.

Maka ketiga instrumen yang digunakan oleh para ilmuan muslim yang dibahas di atas harus dilestarikan agar senantiasa muncul semangat tauhid untuk menjadi insan paripurna yang membawa nilai-nilai ketuhanan di muka bumi ini.

Oleh: Adi Irfan Marzuki, SPd. I. (Sekretaris Bidang Hikmah, Pimpinan Cabang IMM Malang Raya). 



Redaksi
Redaksi

Mari narasikan pikiran-pikiran anda via website kami!

Leave a Comment