Modernis.co, Malang – Tujuan pendidikan sebagaimana yang terkandung di dalam pembukaan UUD 45 adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Rumusan ini adalah cita-cita sekaligus arah dalam mengelola bangsa negara yang di mana pendidikan merupakan episentrum nya. Di usia 73 tahun Indonesia, pemerintah melaksanakan pendidikan yang berlaku secara nasional. Tujuannya untuk pemerataan pendidikan yang tersebar di berbagai daerah yang ada di negeri ini.
Namun, upaya itu belum mampu menghampirkan kenyataan sebagaimana yang ada dalam imajinasi bangsa ini. banyak fakta yang mengindikasikan bahwa pendidikan hari ini masih belum mampu menghadirkan kemajuan yang signifikan dan merata di setiap daerah. Negeri ini pun juga masih dilanda oleh kesenjangan sosial yang kian melonjak tiap harinya. Bisa jadi, kondisi ini berkolerasi dengan tingkat kecerdasan kita yang masih rendah sehingga apa yang telah di cita-citakan dalam pembukaan UUD 45 belum bisa dicapai.
Tentunya hal ini menjadi sebuah bahan instrospeksi diri serta evaluasi dalam membangun bangsa melalui pendidikan. Karena dalam rentan waktu yang sangat panjang, apa yang dilakukan selama ini sebagai upaya dalam membangun pendidikan tidak bersambung dengan permasalahan dan apa yang dibutuhkan oleh bangsa ini. saya pun bepandangan bahwa pendidikan hanya dijadikan sebagai lahan untuk meningkatkan status sosial belaka, tanpa ada esensi untuk menjadi seorang yang terdidik dan mengambil tanggung jawab untuk memajukan bangsa.
Hal senada juga diungkapkan oleh Beeby, bahwa sejak Indonesia merdeka, belum jelas pemikiran yang sungguh-sungguh sistematis mengenai cocok tidaknya sistem pendidikan yang diterapkan untuk mengakomodir kebutuhan bangsa ini. Beeby bahkan dengan tegas mengatakan bahwa struktur pendidikan kita tidak ada bedanya dengan apa yang diterapkan oleh pemerintah kolonialisme. Artinya pendidikan hanya bisa dicapai oleh mereka-mereka yang punya akses materi dan relasi kekerabatan saja.
Usaha mencerdaskan kehidupan bangsa lewat proses pendidikan tidak saja penting untuk memanusiakan manusia, tetapi juga menunjang kehidupan rakyat yang sejahterah. Sebagaimana yang kita ketahui, bahwa kemajuan suatu bangsa terletak pada pendidikan bangsa itu sendiri. Hal inilah yang kemudian perlu kita tanamkan kedalam paradigma kita sebagai warga negara agar kedepan kita bisa memberikan sumbangsih yang signifikan untuk kemajuan bangsa dan negara melalui jembatan pendidikan.
Selain itu, negara harus mampu menjamin pendidikan agar tetap bisa dijalankan sebagaimana mestinya. Tidak menjadi lahan kapitalisasi yang bertujuan untuk memperkaya diri sebagaimana yang banyak kita saksikan saat ini. pilihannya adalah dengan memberikan anggaran yang lebih bagi pengembangan pendidikan dan melakukan kontrol yang ketat agar tidak disalah gunakan. Ini juga merupakan upaya dalam merealisasikan amanat konstitusi negara yang terkadung dalam UUD pasal 31 tentang regulasi pendidikan dan realisasi pendidikan.
Reforma Pendidikan
Pendidikan di Indonesia menurut pandangan Azyumadi Azra mengalami pasang surut sejak awal abad 20. Pasang surutnya pendidikan di Indonesia tidak hanya karena ulah system yang tidak jelas dalam mengatur keberlangsungan pendidikan itu, akan tetapi karena ketidakmampuan pendidikan dalam melahirkan sebuah paradigma yang sesuai dengan kondisi Indonesia.
Pendidikan merupakan salah satu instrument penting untuk mendukung keberhasilan suatu Negara dalam berbagai bidang pembangunan. Dengan adanya pendidikan, Negara bisa mengupayakan diri untuk menghentaskan kesenjangan sosial, kemiskinan, meningkatkan keadilan serta menjaga nilai agama dan kebudayaan yang ada. Karena dengan pendidikan yang dikelola dengan baik, akan melahirkan kesadaran yang mendorong cita-cita itu tercapai dengan sendirinya.
Oleh sebab itu, argumentasi Azyumadi Azra perlu menjad bahan refleksi untuk meningkatkan pendidikan di Indonesia. Gerakan yang lebih dahsyat harus dilakukan demi kembalinya fungsi pendidikan sebagai kegiatan untuk menghasilkan manusia-manusia yang terdidik, kompeten, sadar dan memiliki peran sosial yang tinggi di tengah masyarakat.
Perlunya mengembalikan pendidikan pada fungsi yang sebenarnya tidak lepas dari satu masalah utama yang justru sering diabaikan. Yaitu kebijakan pendidikan nasional yang kurang bermutu, kurang bewawasan dan memiliki resiko kegagalan yang tinggi dalam membentuk manusia yang berkualitas.
Kalau kita cermati, pengelolaan pendidikan yang ada hari ini sangat kental dengan nuansa birokratisnya, peran orang professional tidak optimal dalam mengawal pendidikan karena terbentur oleh aturan-aturan yang berbau kepentingan politik, sehingga yang dihasilkan oleh pemerintah adalah orang-orang yang kualitasnya minim dan belum bisa dikatakan berdaya saing secara global.
Untuk mencapai cita-cita tersebut, gerakan reformasi pendidikan sekalilagi harus dilakukan oleh pemerintah dan professional pendidikan. Secara wilayah konsep, pendidikan harus memiliki orientasi yang jelas, bermutu dan berwawasan tinggi. Konsep yang ditawarkan oleh orang-orang tedahulu, seperti Ki Hadjar Dewantara perlu direkonstruksi agar menghasilkan konsep yang sesuai dengan kebutuhan zaman.
Yang tidak kalah penting adalah reformasi pendidikan di wilayah implemntasi. Sebab, konsep yang bagus tapi tidak dimbangi dengan impelemntasi yang sesuai akan menimbulkan kekacauan baru. Implementasi atau menejemen pendidikan yang selama ini dianggap sangat birokratis perlu dirubah menjadi lebih fleksibel. Peraturan per-Undang-Undangannya pun harus melihat banyak aspek.
Peran professional dan tenaga pendidikan juga perlu dioptimalkan dengan sebaik-baiknya. Tujuannya untuk menciptakan pendidikan yang sesuai dengan apa yang telah dicita-citakan oleh bangsa ini sebagaimana yang termaktub di dalam pembukaan UUD 1945. Dengan begitu, pendidikan akan memperoleh kemudahan dalam melahirkan sumber daya manusia yang produktif, berkarakter dan berdaya saing global
Oleh : Nur Alim MA (Sekretaris UMM IMM Malang Raya)