Modernis.co, Jakarta – Pada hari ini, Kamis, 22 Agustus 2024 , demokrasi di Indonesia menghadapi tantangan serius yang semakin nyata dengan munculnya berbagai manuver politik yang mengancam prinsip dasar sistem negara hukum. Salah satu peristiwa yang menjadi sorotan adalah tindakan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang berupaya menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
Langkah ini bukan hanya mencerminkan krisis politik, tetapi juga menimbulkan pertanyaan mendasar tentang masa depan demokrasi di Indonesia. Setidaknya ada 4 point yang saya ingin sampaikan dalam opini saya.
1. Mengabaikan Kewenangan Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi memiliki peran vital sebagai pengawal konstitusi dan penegak prinsip-prinsip dasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai lembaga peradilan konstitusional, MK berfungsi untuk menjaga agar semua peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh lembaga negara tetap sesuai dengan konstitusi.
Namun, ketika DPR—sebagai lembaga legislatif—mengabaikan putusan MK, ini menjadi tanda bahwa ada upaya untuk merusak tatanan hukum yang telah dibangun dengan susah payah.
Upaya DPR untuk menganulir putusan MK terkait ambang batas usia pencalonan kepala daerah ,bukan hanya merupakan bentuk pelemahan terhadap fungsi lembaga yudikatif, tetapi juga sebuah pengabaian terhadap prinsip “checks and balances” yang menjadi dasar demokrasi. DPR, yang seharusnya menjadi representasi suara rakyat, tampaknya lebih mementingkan kepentingan politik jangka pendek ketimbang menjaga tegaknya hukum dan keadilan.
2. Ancaman Terhadap Demokrasi
Tindakan semacam ini mencerminkan kemunduran demokrasi di Indonesia. Ketika kekuasaan legislatif mulai mengabaikan keputusan lembaga peradilan tertinggi, maka ini bukan lagi sekadar persoalan politik, tetapi persoalan keberlangsungan demokrasi itu sendiri.
Demokrasi hanya dapat berjalan dengan baik jika ada keseimbangan kekuasaan antara legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Namun, manuver politik DPR kali ini menandakan adanya upaya untuk mengkonsolidasikan kekuasaan di tangan segelintir elit, dengan mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi yang sejati.
Tren seperti ini juga sejalan dengan gejala otoritarianisme yang semakin menguat di berbagai belahan dunia, di mana lembaga-lembaga negara yang seharusnya independen semakin dijinakkan untuk melayani kepentingan penguasa. Jika tidak segera diatasi, hal ini berpotensi menjerumuskan Indonesia ke dalam situasi di mana hukum menjadi subordinat dari kepentingan politik.
3. Dampak Terhadap Kepercayaan Publik
Tindakan DPR ini bukan hanya berdampak pada stabilitas institusi negara, tetapi juga pada kepercayaan publik terhadap sistem demokrasi itu sendiri. Ketika rakyat melihat bahwa lembaga-lembaga yang seharusnya menjadi pilar demokrasi justru merongrong satu sama lain, mereka akan kehilangan keyakinan terhadap kemampuan sistem politik untuk memenuhi aspirasi dan melindungi hak-hak mereka. Krisis kepercayaan semacam ini bisa berujung pada meningkatnya apatisme politik, atau bahkan lebih buruk lagi, munculnya gerakan-gerakan yang menolak demokrasi secara keseluruhan.
4. Perlunya Tindakan Nyata
Masyarakat sipil, akademisi, dan aktivis demokrasi perlu mengambil langkah nyata untuk menolak setiap bentuk penyalahgunaan kekuasaan seperti ini. Langkah-langkah advokasi hukum harus diperkuat, dan masyarakat harus didorong untuk lebih aktif dalam partisipasi politik untuk memastikan bahwa demokrasi tetap terjaga.
Di sisi lain, partai politik juga harus bertindak sebagai penegak nilai-nilai demokrasi, bukan sebagai alat untuk mempertahankan status quo kekuasaan.
Penting bagi kita semua untuk mengingat bahwa demokrasi bukanlah sesuatu yang terjadi secara otomatis, melainkan sesuatu yang harus terus diperjuangkan. Setiap ancaman terhadap demokrasi, sekecil apa pun, harus ditangani dengan serius karena ia memiliki potensi untuk menggerus kebebasan dan keadilan di masa depan.
Kasus manuver DPR dalam menganulir putusan MK adalah sebuah preseden buruk yang dapat mempercepat kemunduran demokrasi di Indonesia. Ini adalah sebuah tanda bahwa demokrasi kita tengah berada dalam ancaman serius.
Oleh karena itu, semua elemen bangsa harus bersatu untuk menjaga dan memperkuat institusi-institusi demokrasi, serta menolak setiap bentuk pelemahan terhadapnya. Masa depan demokrasi di Indonesia ada di tangan kita semua, dan sekaranglah saatnya untuk bertindak.
Oleh: Aris Munandar (Mahasiswa Pengkajian Islam Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)