Perlindungan Hukum Perusahaan Aplikasi terhadap Android Mobile Application Distribution Agreement di Indonesia

tulisan opini mahasiswa

Modernis.co, Yogyakarta – Aplikasi mobile yang merupakan salah satu bentuk dari perangkat lunak dapat dipahami sebagai aplikasi yang memungkinkan untuk melakukan mobilitas dengan menggunakan perantara ponsel pintar.[1] Bentuk aplikasi tersebut sangat beragam, mulai dari aplikasi pesan eletronik, penyimpanan data, streaming musik & video, dan lain sebagainya.

Hingga saat ini, perusahaan di dunia yang memiliki fasilitas aplikasi mobile atau bergerak di bidang aplikasi mobile mengalami perkembangan yang cukup siginifikan. Meskipun begitu ditinjau dari perspektif hukum persaingan usaha, tidak jarang para pelaku usaha tersebut mengalami persaingan usaha yang tidak sehat. Salah satunya, adalah perjanjian yang dilakukan oleh suatu perusahaan teknologi digital yaitu Google LLC dengan para produsen ponsel pintar.

Perjanjian yang selanjutnya disebut sebagai Android Mobile Application Distribution Agreement (“MADA”), adalah perjanjian untuk mengikatkan aplikasi-aplikasi Google bersamaan dengan dibelinya sebuah ponsel pintar yang menggunakan Android sebagai operating system-nya.[2] Kehadiran Google di setiap produk Android memberikan keuntungan dari segi bisnis baik bagi pihak produsen ponsel pintar maupun pihak Google LLC.[3]

MADA Agreement sebagai Salah Satu Perjanjian Tertutup

Dalam konteks keindonesiaan, perjanjian tertutup sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 15 UU Persaingan Usaha. Menurut pasal ini, perjanjian tertutup merupakan perjanjian antara pelaku usaha selaku pembeli dan penjual untuk melakukan kesepakatan secara eksklusif yang dapat berakibat menghalangi dan menghambat pelaku usaha lain untuk melakukan kesepakatan yang sama.

Hal ini serupa dengan perjanjian antara Google LLC dengan para produsen ponsel pintar Android. Melalui MADA agreement ini, Google LLC memaksa produsen ponsel pintar untuk:[4] (1) Mengharuskan produsen memuat aplikasi-aplikasi Google lainnya pada ponsel pintar; (2) Google Search harus ditempatkan di tempat yang menonjol; (3) Google Search harus dijadikan default untuk pencarian web; dan (4) Mengharuskan layanan lokasi Google menjadi default.

Maka dari itu, ditinjau dari segi karakteristiknya MADA agreement tersebut dapat dikategorikan sebagai salah satu bentuk perjanjian tertutup sebagaimana telah diatur dalam Pasal 15 ayat (2) UU Persaingan Usaha.

Perlindungan Hukum Perusahaan Aplikasi terhadap MADA Agreement di Indonesia

Dalam konteks pemeriksaan, perlu diketahui bahwa hingga saat ini UU Persaingan Usaha masih menggunakan yurisdiksi teritorial, hal ini sebagaimana termuat dalam ketentuan Pasal 1 angka 5 UU Persaingan Usaha. Padahal di sisi lain, pesatnya perkembangan teknologi komunikasi, informasi, dan edukasi dewasa ini, telah memacu intensifnya interaksi antar negara dan antar bangsa di dunia.[5] 

Maka dari itu perlu suatu terobosan baru oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), dalam rangka menyesuaikan sekaligus mempermudah pemeriksaan praktik persaingan usaha tidak sehat di era ekonomi digital yang bersifat borderless ini. Salah satunya adalah dengan menerapkan yurisdiksi ekstrateritorial dalam pemeriksaan kasus persaingan usaha.

Sebelum jauh membahas prinsip ekstrateritorial, alangkah lebih baik apabila memahami terlebih dahulu makna teritorialitas. Teritorialitas adalah dasar yurisdiksi suatu negara dan merupakan pondasi dari kedaulatan suatu negara. Negara memiliki lingkup kedaulatan hukum yang tidak terbatas dalam setiap perkara yang terjadi di teritorinya, kecuali dengan adanya pengecualian tertentu seperti perjanjian diplomatik atau internasional.[6]

Berkaitan dengan yurisdiksi ekstrateritorialmerupakan kepanjangan secara semu dari yurisdiksi suatu negara di wilayah yurisdiksi negara lain.[7] Begitu juga dalam hukum persaingan usaha, terdapat prinsip bahwa pelaku usaha dapat dimintai pertanggungjawaban atas tindakan yang dilakukan oleh pelaku usaha lain sebagai satu kesatuan ekonomi meski salah satu pelaku usaha beroperasi di luar yurisdiksi hukum persaingan usaha suatu negara.[8]

Dalam konteks UU Persaingan Usaha, perlindungan hukum perusahaan aplikasi terhadap adanya MADA agreement masih sangat lemah. Hal ini karena sebagaimana penjelasan di atas bahwa Indonesia masih menggunakan yurisdiksi teritorial dalam menangani kasus-kasus persaingan usaha. Padahal di era ekonomi digital ini, intensitas transaksi antar negara begitu tinggi, sehingga yurisdiksi teritorial tersebut menjadi penghambat yang paling utama.

Meskipun begitu, bukan berarti perusahaan yang memiliki fasilitas aplikasi mobile atau bergerak di bidang aplikasi mobile sama sekali tidak dapat memperoleh perlindungan. Hal ini dapat kita lihat dalam berbagai putusan KPPU seperti dalam Putusan No. 07/KPPU-L/2004 berkaitan dengan perkara Very Large Crude Carrier (“VLLC”).[9] Selain itu juga dalam Putusan No. 07/KPPU-L/2007 berkaitan dengan perkara Temasek.[10]

Kedua putusan KPPU tersebut dijatuhkan kepada pelaku usaha asing yang tidak berada di Indonesia. Maka jelas bahwa KPPU berupaya untuk memberikan terobosan baru dalam pemberlakuan yurisdiksi ekstrateritorial. Sehingga sangat mungkin KPPU mengambil tindakan apabila terbukti MADA agreement menimbulkan kerugian bagi pelaku usaha dalam hal ini perusahaan baik yang memiliki fasilitas aplikasi mobile atau bergerak dibidang aplikasi mobile.

Kesimpulan

Berdasarkan analisis hukum sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hingga saat ini Indonesia masih menggunakan yurisdiksi teritorial dalam menangani kasus-kasus persaingan usaha. Padahal di era ekonomi digital ini, intensitas transaksi antar negara begitu tinggi, sehingga yurisdiksi teritorial tersebut menjadi penghambat yang paling utama.

Hal ini yang kemudian menyebabkan perlindungan hukum bagi perusahaan yang memiliki fasilitas aplikasi mobile atau bergerak di bidang aplikasi mobile terhadap MADA agreement menjadi lemah.

Meskipun begitu tidak menutup kemungkinan apabila MADA agreement ini benar-benar merugikan pelaku usaha yang mana dalam hal ini perusahaan yang memiliki fasilitas aplikasi mobile atau bergerak di bidang aplikasi mobile, KPPU dapat menindak perjanjian tertutup tersebut.

Sehingga menurut hemat kami, UU Persaingan Usaha perlu mengakomodasi adanya yurisdiksi ekstrateritorial. Hal ini dalam rangka merespons adanya perkembangan teknologi khususnya dalam ekonomi digital yang bersifat borderless. Sehingga mampu memberikan perlindungan hukum yang maksimal bagi para pelaku usaha, salah satunya perusahaan yang memiliki fasilitas aplikasi mobile atau bergerak di bidang aplikasi mobile.

Oleh: Daffa Fahrizky Mahardhika, Nabila Salwa, Luthfi Harsyandi (Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta)


[1] Surawijaya Surahman & Eko Budi Setiawan, “ULTIMA Infosys” Vol. 8, No. 1, Juni, 2017, hlm 36

[2] Soffan Fajar Imamudin, “Jurist-Diction”, Vol. 4, No. 1, 2021, hlm. 335

[3] Soffan Fajar Imamudin, Op.Cit, hlm. 335

[4] Ibid

[5] Syahmin, Hukum Diplomatik Dalam Kerangka Studi Kasus, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2008), hlm.13

[6] Terjemahan bebas dari Robert Lane, EC Competition Law, (United Kingdom: Pearson Education Limited, 2001), hlm.278.

[7] Asti Rachma Amalya, “Jurnal Ilmiah Mandala Education”, Vol. 6. No. 1. April 2020, hlm.172

[8] Asti Rachma Amalya, Op.Cit, hlm. 175

[9] Putusan No. 07/KPPU-L/2004 yang dibacakan pada Selasa, tanggal 1 Maret 2005

[10] Putusan No. 07/KPPU-L/2007 yang dibacakan pada Senin, tanggal 19 November 2007

editor
editor

salam hangat

Related posts

Leave a Comment