Anak dan Orang Tua di Masa Pandemi

Masa Pandemi

Modernis.co, Malang – Pandemi covid-19 membawa berbagai perubahan serta dampak, tanpa terkecuali pada hubungan keluarga. Dampak pandemi covid-19 bisa dilihat dari dua sisi baik negatif maupun positif. Secara positif misalnya, akibat adanya covid-19 yang membuat kita terus berada dirumah memberikan waktu untuk kita bisa lebih saling mengenal secara mendalam antar anggota keluarga. Sementara dari sisi negatif, semakin sering anggota keluarga bertemu maka resiko terjadi gesekan juga semakin tinggi.

Tidak hanya intensitas berkumpul yang tinggi yang mengakibatkan gesekan dalam keluarga saat Covid-19 itu terjadi. Ada juga faktor yang lainnya seperti,  masalah finansial dalam keluarga yang membuat kecemasan, lalu muncul stress lama kelamaan menjadi depresi. Kebosanan dan kejenuhan juga sangat berpengaruh. Sehingga dapat menganggu interaksi dalam keluarga, dalam hal ini korbannya yaitu anak-anak dalam keluarga tersebut.

Konflik atau gesekan dalam keluarga sebenarnya sangat lumrah terjadi bahkan jauh-jauh hari sebelum adanya fenomena pandemi covid-19. Misal, perbedaan pendapat antara masing-masing keluarga contohnya ayah dan ibu inginnya a sedangkan anak maunya b. sehingga tidak jaranng kasus anak melarikan diri dari rumahnya itu terjadi karena merasa terkekang dan tidak nyaman dengan sikap otoriter kedua orang tuanya.

Keluarga merupakan intitusi atau lembaga sosial yang sangat inti dalam kehidupan, yang merupakan elemen penting untuk mencetak generasi yang baik, dan berguna bagi lingkungan sosialnya. Namun sama halnya dengan intitusi atau lembaga lainnya seperti negara pasti selalu saja ada yang dikuasi maupun yang menguasai. Dalam keluarga tentulah anak sebagai unsur yang dikuasai oleh orang tua. Dengan dalih agar anak dapat menjadi pribadi yang baik dan berguna bagi peradaban.

Keteraturan yang dibuat orang tua di dalam keluarga hanyalah disebabkan karena adanya paksaan dan tekanan dalam keluarga terhadap anak agar sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Akibatnya yang dikuasai  dalam hal ini anak menjadi tertekan, jengah dan mungkin akan timbul perlawanan terhadap si penguasa yaitu orang tuanya, inilah yang akan menimbulkan konflik internal keluarga.

Wewenang kekuasaan dalam keluarga tentunya dimiliki oleh orang tua, lantas apakah benar orang tua berhak mengatur sepenuhnya atas kehidupan anak  dengan alasan “ini semua demi kebaikan kamu”. Kalimat tersebut merupakan senjata yang selalu dibawa kemana-mana oleh pemegang kekuasaan dalam keluarga  seakan-akan mereka itu tau apa saja yang baik bagi anaknya. Lantas bagaimana orang tua harus bersikap atau bahkan sebaliknya, Agar masa pandemi covid-19 cukup mudah untuk dilewati.

Apa orang tua tidak pernah muda? Apa orang tua tidak pernah merasakan bagaimana tidak enaknya dipaksa melakukan ini itu tapi kita tidak suka? Jika pernah merasakan, apa kami pun harus merasakan? Keluarga seharusnya memiliki prinsip yang sama yaitu menjadikan hal yang dialami di masa lalu sebagai pedoman dalam memberikan edukasi kepada anak. Tetapi orang tua perlu menggabungkan penglaman dengan memberikan pengetahuan yang dipelajari melalui buku ataupun media pengetahuan lain.

Betapa pentingnya peran kedua orang tua bagi anak-anaknya, terutama sosok ibu yang merupakan orang terdekat  dengan anak-anaknya. Pada dasarnya ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anaknya “Al- Ummu Madrasah Al-ula”. Menurut saya bukan hanyalah tugas ibu sebagai madrasah bagi anak-anaknya melainkan tugas kedua orang tua untuk memberikan contoh dan cerminan baik akhlak maupun prilaku. Pelajaran yang anak dapatkan dalam hidup yaitu ada pada keluarganya.

Dengan adanya covid-19 seharusnya orang tua bisa mendidik putra-putrinya dengan baik dirumah dan memberikan perhatian yang lebih terhadap putra dan putrinya. Mengingat kewajiban orang tua adalah mendidik anak-anak yang telah dititipkan kepada mereka dengan segala cinta kasih yang dicurahkan. Bukan berarti mendidik disini itu harus menjadikan anak seperti yang orang tua mau, tapi mendidik dan memberi arahan kepada anak lalu sisanya serahkan kepada mereka untuk mengambil keputusan dalam hidupnya.

Masa pandemi covid-19 memanglah membuat anak jenuh karena terus berada dalam rumah dan bertemu dengan lingkungan yang itu-itu saja. Untuk memecahkan kebosanan itu banyak dari anak-anak mencari kegiatan baru dan menarik bagi dirinya. Disinilah peran orang tua untuk terus mendukung kegiatan anaknya apapun itu selama itu baik bagi dirinya.

Kegiatan positif yang dilakukan anak seharusnya mendapatkan motivasi dan respon positif juga dari orang tua, misal ketika kita mencoba melukis atau bernyanyi orang tua sebaiknya memberikan stimulus bukan malah meremehkan seperti “emangnya bisa?” atau “itu pasti bukan kamu yang buatkan?” oh god, harus bagaimana lagi kita sebagai anak untuk membuktikan bahwa kita layak untuk dibanggakan.

Disinilah peran orang tua untuk selalu mendampingi putra-putrinya dan terus memberikan motivasi kepada mereka. Bila anak kehilangan figur ayah dan ibunya bisa menyebabkan anak mengalami (devripasi mental) perampasan kasih sayang. Hal ini menyebabkan terjadi ganguguan kedisiplinan (attachment disorder) atau kegagalan pertumbuhan kejiwaan (failure to thrive). Akibatnya, sang anak bisa menjadi murung, tidak ceria, dan kehilangan motivasi hidup.

Kondisi seperti ini sangatlah sulit dan merepotkan bagi kedua orang tua, kondisi seperti inila yang harus kita atasi sebagai orang tua. Ditambah dengan konflik yang ada dalam keluarga. Sebagai anak juga harusnya kita mulai memahami apa saja yang menjadi kesulitan yang sedang dialami oleh orang tua. Kita berperan juga untuk membuat perasaan orang tua tidak semakin kalut dengan memaksakan keinginan secara egois tanpa memerhatikan situasi dan perasaan orang tua.

Kedua belah pihak yaitu orang tua dan anak harus bisa melihat sudut pandang diluar dari sudut pandangnya. Negosiasi antara kedua belah pihak dibutuhkan agar konsensus dicapai dengan kerelaan dan dapat di terima oleh keduanya. Mungkin sederhananya kita perlu berbicara dari hati ke hati dengan orang tua dengan penyampaian yang sopan dan tak menyinggung pihak manapun, agar keinginan dari keduanya juga  dapat diwujudkan.

Orang tua dan anak seharusnya bisa saling membuka hati dan pikirannya sehingga tidak akan terjadi kesalah pahaman dan pergesekan dalam keluarga. Anak juga tidak boleh terlalu menutup diri atas perasaannya, menurut saya kita sebagai anak harus berani mengutarakan apa yang kita tidak sukai dari sikap kedua orang tua kita seperti otoriter mungkin. Karena bagi saya jiga kita suda berani jujur terhadap orang tua maka orang tua juga akan menyadari kesalahannya dan mencoba merubah dirinya.

Memberikan kepercayaan dan tidak terlalu memaksakan keinginan kita terhadap anak, akan menimbulkan sikap tanggungjawab pada diri anak akan hidupnya, berilah anak kebebasan untuk melakukan apupun selagi positif, agar anak terus berani mengexplore kemampuan yang ada dalam dirinya tanpa ada yang melarang dan meremehkannya itu dapat menimbulkan sikap percaya diri dan optimisme pada anak. Perhatian, dukungan dan kasih sayang sangat berarti bagi anak pada masa pandemik covid-19 ini.

Oleh : Mochamad Alfaizi Noor Rizkhy (Mahasiswa Jurusan Sosiologi Universitas Muhammadiyah Malang)

editor
editor

salam hangat

Related posts

Leave a Comment