Perceraian Bukan Hal Wajar dalam Kehidupan

Modernis.co, Malang – Allah menciptakan manusia berpasang-pasangan, sebagaimana kita tahu bahwa Hawa diciptakan dari tulang rusuk Nabi Adam as. untuk menjadi teman dalam hidupnya, dan dari merekalah lahir kehidupan manusia yang berlangsung sampai saat ini.

Dari sini kita tahu bahwa suatu ikatan antara kedua pasangan sangatlah penting, tanpa adanya ikatan tersebut maka mustahil terciptanya generasi-generasi setelahnya.
Allah ta’ala berfirman :


يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا


Artinya: “Wahai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)-nya; dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta, dan (jagalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu.” ( Q.S An-Nisa’ : 1 )

Dalam kutipan ayat di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa manusia diciptakan berpasang-pasangan dan keduanya menjalin hubungan dengan adanya suatu ikatan yaitu pernikahan yang tak lain dilakukan hanya untuk bertaqwa kepada Allah SWT.


Pernikahan secara etimologi adalah bentukan dari kata benda dari kata dasar nikah, kata dasar itu berasal dari bahasa Arab yaitu kata an-nikaah ( ( النكاح yang berarti perjanjian perkawinan. Kata itu berasal dari kata lain dalam bahasa Arab yaitu kata nikah ( نكاح ) yang berarti persetubuhan.


Adapun pernikahan secara epistimologi adalah menyatunya dua insan yang berbeda, perbedaan itu memiliki kekurangan dan kelebihan yang dimana hikmahnya adalah saling melengkapi. Pernikahan ditandai dengan adanya ijab qobul (akad nikah) yang mengharuskan sepasang manusia mengucapkan kata-kata menerima dan menyerahkan.


Pada dasarnya hukum menikah adalah tidak wajib. Tetapi sunnah muakaddah. Dan sesuatu yang disukai oleh manusia dan allah dan dianjurkan oleh rasulullah. Dan Allah SWT berjanji memberikan hadiah kepada mukmin untuk yang menikah dalam Al-Qur’an. Yaitu berupa sakinah, mawaddah dan rahmah.

Sakinah adalah ketenangan, mawaddah adalah kecintaan dan rahmah adalah dirahmati oleh Allah SWT. Dijelaskan dalam Al-Qur’an :


وَمِنْ ءَايَٰتِهِۦٓ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنفُسِكُمْ أَزْوَٰجًا لِّتَسْكُنُوٓا۟ إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُم مَّوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَءَايَٰتٍ لِّقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ

Artinya :“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir” (Q.S Ar-Rum : 21)


Sakinah berasal dari kata sakana –yaskunu (سكن – يسكن ) yang memiliki arti bertempat. Sakinah pada dasarnya bukanlah ketenangan pada hati. Tetapi ketenangan pada tempat tinggal. Setelah melakukan pernikahan entah mereka tinggal di dikontrakan, rumah sendiri, gubuk, apartemen dan lain sebagainya.


Yang mana dengan tempat tinggal tersebut mereka merasakan tentram atau tenang di dalamnya maka mereka lah yang telah mendapatkan janji sakinah dari Allah SWT. Namun sebaliknya, apabila suami ataupun istri tidak betah di tempat tinggal maka sakinah mereka sedang diusik, dengan kata lain ada pihak yang ingin membatalkan hadiah yang akan Allah SWT berikan kepada mereka.


Siapakah gerangan yang mengusik atau yang ingin membatalkan janji allah tersebut? Yaitu dari kalangan manusia maupun jin. Sama halnya dengan mawaddah yang memiliki arti cinta atau keharmonisan sepasang insan. Kata mawaddah ini identik dengan isi hati atau ketenangan insannya, sedangkan sakinah identik dengan tempatnya.


Apabila pasca pernikahan mereka justru malah saling membenci berarti pada dasarnya mawaddah atau ketenangan hati di antara mereka juga sedang diusik atau dengan kata lain ada pihak yang ingin membatalkan hadiah yang allah berikan kepada mereka, yaitu dari kalangan manusia maupun jin.

Begitu pula dengan rahmah, Rahmah merupakan janji Allah SWT juga bagi mereka yang sudah menikah. Rahmah akan terwujud apabila sakinah atau ketenangan tempat mereka tidak diusik atau baik-baik saja dan mawaddah atau kecintaan yang berada pada diri mereka juga sedang baik-baik saja. Atau bisa kita tarik kesimpulan bahwa apabila tempatnya tidak bermasalah dan orangnya tidak bermasalah maka Allah SWT akan mengalirkan rahmatnya.


Kebanyakan kasus perceraian adalah buah dari tipu daya jin, karena jin adalah musuh yang nyata (aduwun mubin) bagi manusia. Berarti dia musuh yang nyata meskipun tidak terlihat namun pada nyatanya dia ada di sekitar kita. Dan kebanyakan manusia tidak menyadari hal itu.


Di ibaratkan rumah yang sudah di desain sedemikian rupa untuk memberikan kenyamanan kepada penghuninya namun tetap tidak nyaman dan tenang untuk tinggal disitu. Ini adalah salah satu tipu daya jin dalam mengusik sakinah (tempat).


Sehingga ada yang tidak betah (merasa bosan, hawa yang terasa panas) tidak menggambarkan baitii jannatii (rumahku surgaku) justru mencerminkan baitii narii (rumahku nerakaku), maka inilah yang dimaksud dengan sakinah yang sedang diusik.


Apabila pasca pernikahan sang istri maupun suami timbul rasa benci di antara mereka maka inilah yang dimaksud dengan tipu daya jin dalam mengusik mawaddah mereka atau mengusik ketenangan hati insannya dengan maksud untuk mengagalkan hadiah yang telah Allah SWT janjikan kepada dua insan yang telah melakukan pernikahan.


Maka berawal dari sinilah terjadinya pertikaian didalam keluarga yang berujung kepada sesuatu yang dibenci oleh Allah yaitu firoq (perceraian). Perceraian didalam rumah tangga hukumnya Makruh yang asal katanya adalah karoha yang berarti di benci, yakni di benci oleh Allah SWT. Atas pandangan inilah saya sebagai penulis artikel ini, mengambil kesimpulan bahwa perceraian yang terjadi pada umumnya adalah gangguan jin.


Namun kita selalu menyepelekan tipu daya jin dan menganggap bahwa pertikaian yang terjadi dalam rumah tangga adalah bumbu-bumbu kehidupan. Terlalu ringan kalau kita menganggap perceraian itu adalah lika-liku kehidupan.


Lalu bagaimana cara kita dapat menghindari perceraian? Caranya adalah kita harus memahami seluk-beluk tipu daya jin yang ingin mencoba menggagalkan janji Allah SWT kepada hambanya yang telah menikah, serta menjaga ketenangan tempat atau sakinah dan menjaga diri dengan rasa cinta atau mawaddah.


Apabila dua unsur ini terpenuhi maka allah akan merahmati sesuai hadiah yang dijanjikan kepada dua insan yang menikah. Inilah pemahaman yang seharusnya kita dapat dari Surah Ar-Rum ayat 21. Apabila kita tidak memahami seluk-beluk jin atau cara jin untuk menyukseskan perceraian dalam pernikahan, maka kita akan menganggap bahwa kebesaran Allah SWT itu sirna.

Oleh : Dany Arkan (Mahasiswa UMM)

editor
editor

salam hangat

Related posts

Leave a Comment