Modernis.co, Malang – Pemerintah mulai melaksanakan vaksinasi Covid-19 pada hari Rabu 13 Januari 2021, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi orang pertama yang mendapatkan vaksin tersebut. Namun, bagaimana cara pandang Islam dalam hal ini?
Kabar Indonesia terkini ialah vaksinasi Covid-19 diberikan kepada tenaga kesehatan yang berjuang di garis terdepan saat pandemi. Pemerintah memutuskan vaksin Covid-19 akan dibagikan secara gratis bagi masyarakat, ada enam vaksin yang akan digunakan di Indonesia yaitu vaksin merah putih, Astra Zeneca, Perusahaan Grup Farmasi Nasional China (Sinopharm), Moderna, Pfizer Inc, BioNTech, dan Sinovac Biotech Ltd.
Kita mengetahui vaksin adalah bahan Antigenik yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan terhadap suatu penyakit. Pemberian vaksin dilakukan untuk mencegah atau mengurangi pengaruh infeksi penyebab penyakit – penyakit tertentu.
Pada masa ini memang vaksin atau obat yang bisa memperkuat ikhtiar masyarakat Indonesia menjadi lebih baik terutama dalam bidang kesehatan.Tentu dalam hal ini syariat Islam dan hadist-hadist nabi sangat berperan besar dan diutamakan. Hal ini juga sejalan dengan tujuan disyariatkan ajaran Islam yakni Maqashid Asy-syariah yang memuat lima hal yakni menjaga agama, menjaga jiwa, menjaga harta, menjaga keturunan dan menjaga akal.
Dari lima hal ini, dalam kondisi yang normal. Menjaga agama adalah hal nomor satu dan keduanya adalah menjaga jiwa (hifdz al nafs). Tapi dalam keadaan tidak normal seperti masalah pandemi Covid-19 ini, karena menjaga jiwa tidak ada alternatifnya dan tidak dapat digantikan oleh lainnya.
Maka dari itu harus diutamakan, dalam metode Islam sangat menganjurkan dua hal sebelum melakukan vaksinasi Covid-19 yaitu yang pertama dengan mencari khasiat. Maksud dari khasiat di sini tentu harus kita ketahui apa dampak dari obat atau vaksin tersebut?
Jika obat atau vaksin itu memang tidak merugikan bagi diri sendiri atau bahkan orang lain, kenapa kita harus menolaknya? Dan hal kedua yang penting adalah tentang kehalalannya. Kita sebagai seorang muslim harus tetap berpegang teguh pada hukum Islam.
Bila memang pada saat ini vaksin tersebut sudah memenuhi kedua persyaratan yang telah ditentukan. Kenapa kita sebagai masyarakat atau sebagai orang muslim harus menolak kebijakan pemerintah tersebut?
Hukum Vaksin Menjadi Sorotan Utama
Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah berfatwa tentang vaksin Covid-19 ini, adapun fatwa pertama untuk hukum vaksin Rubella dalam Islam adalah haram karena produksi vaksin ini memanfaatkan unsur babi.
Fatwa selanjutnya tentang penggunaan vaksin MR (Measles Rubella) produk dari SII untuk imunisasi adalah diperbolehkan (mubah) karena ada kondisi keterpaksaan, belum ditemukan vaksin Rubella yang halal dan suci, dan keterangan dari ahli yang kompeten dan dipercaya tentang bahayanya yang ditimbulkan akibat tidak diimunisasi dan belum adanya vaksin yang halal.
Namun, pernyataan tentang apakah produk babi digunakan dalam pembuatan vaksin Covid-19 yang dilarang sejumlah kelompok agama telah meningkatkan kekhawatiran akan terganggunya kampanye vaksinasi. Gelatin yang berasal dari daging babi telah banyak digunakan sebagai penstabil untuk memastikan vaksin tetap aman dan efektif selama penyimpanan pengiriman.
Beberapa perusahaan telah bekerja selama bertahun-tahun untuk mengembangkan vaksin bebas produk babi. Diantara perusahaan itu adalah perusahaan Farmasi Swiss Novartis yang telah memproduksi vaksin meningitis tanpa produk babi, sementara AJ Pharma yang berbasis di Saudi dan Malaysia. Saat ini sedang mengerjakan salah satu vaksin mereka sendiri.
Namun permintaan rantai pasokan yang ada, biaya dan umur simpan yang lebih pendek dari vaksin yang tidak mengandung gelatin minyak babi bermakna bahwa gelatin akan tetap digunakan di sebagian besar vaksin selama bertahun-tahun. Ungkap seorang Dr Salman Waqar sekretaris Jenderal Asosiasi medis Islam Inggris. Menurut juru bicara Pfizer Moderna dan Astra Zeneca produk babi tidak ada dalam vaksin Covid-19 mereka.
Akan tetapi, karena persediaannya terbatas dan sudah disepakati oleh beberapa negara lain, artinya negara dengan populasi muslim yang besar seperti Indonesia akan menerima vaksin yang belum disertifikasi bebas gelatin. Hal itu membuat dilema bagi komunitas religious seperti Muslim dan Yahudi Ortodoks, dimana konsumsi produk babi dianggap haram dan najis secara agama mereka, serta bagaimana larangan itu juga diterapkan pada pengobatan.
Ada perdebatan pendapat diantara pakar agama, jika anda menggunakan gelatin babi dan mengubahnya dalam transformasi kimiawi yang ketat. Apakah itu masih dianggap tidak suci secara agama untuk digunakan?
Sementara menurut Profesor Dr Harunor Rashid dari University of Sydney,mayoritas konsensus dari perdebatan sebelumnya tentang penggunaan gelatin babi dalam vaksin adalah boleh dengan alasan “bahaya yang lebih besar akan terjadi jika tidak menggunakan vaksin”
Oleh : Anisa Anggraini (Mahasiswa UMM)