Peduli Minat Baca, Mahasiswa PMM UMM Ciptakan Barcode Literasi Digital.

barcode literasi

Modernis.co, Malang – Salah satu bentuk implementasi dari Tri Dharma Perguruan Tinggi dilakukan oleh mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) adalah dengan pelaksanaan program Pengabdian Masyarakat oleh Mahasiswa (PMM) Kelompok 10 Tahun 2024.

Program PMM menjadi wadah bagi para mahasiswa dalam menyalurkan kegiatan positif pada masyarakat yang kemudian terbagi dalam beberapa skema. Juga program tersebut sebagai bentuk pengaplikasian hilirisasi hasil penelitian Universitas Muhammadiyah Malang (UMM).

Pada tanggal 22 Januari 2024, merupakan awal bagi mahasiswa PMM kelompok 10, memulai program pengabdian masyarakat. Lokasi yang dipilih adalah Desa Bayem, Kecamatan Kasembon, Kabupaten Malang. Kegiatan yang dilaksanakan selama kurang lebih 30 hari tersebut beranggotakan 5 mahasiswa yang terdiri dari 3 mahasiswa Pendidikan Agama Islam, dan 2 mahasiswa Ekonomi Syariah.

Posisi koordinator kelompok diisi oleh Muhammad Ilham Alfirdaus, 4 anggota yang lain yakni Ilham Agustiansyah, Hafidz Muhammad Albana, Salwa Salzabilla Azzahra, dan Elva Zahrotul Mufidah. Kemudian Dosen Pembimbing Lapangan (DPL) yang bertugas mendampingi kelompok ini selama masa pengabdian adalah Ririn Harini, S.Kep., Ns., M.Kep.

Muhammad Ilham Alfirdaus mengatakan rendahnya minat baca di Indonesia sudah tidak menjadi rahasia umum lagi. Minat baca merupakan salah satu indikator penting dalam menilai tingkat literasi suatu bangsa.

”Di Indonesia, minat baca menjadi perhatian utama dalam upaya meningkatkan kesadaran literasi di tengah masyarakat yang terus berkembang. Meskipun Indonesia kaya akan keberagaman budaya dan sastra, namun tantangan dalam meningkatkan minat baca tetap menjadi agenda yang perlu diperhatikan secara serius,” terang Alif, (15/02/2023).

Ia menambahkan data mengenai rendahnya minat baca di Indonesia, dengan hanya sekitar 30% dari populasi yang memiliki minat baca, terutama di kalangan peserta didik dan mahasiswa. Faktor-faktor penyebabnya meliputi rendahnya akses terhadap bahan bacaan, kurangnya waktu luang, dan minimnya budaya membaca di tengah-tengah masyarakat.

”Tantangan ini menunjukkan pentingnya upaya untuk meningkatkan literasi dan kesadaran akan pentingnya membaca bagi pembangunan individu dan masyarakat,” terangnya.

Senada dengan Alif, Anggota kelompok PMM Ilham Agustiansyah Melihat fenomena demikian mendorong mereka untuk menggagas inovasi berupa pembuatan barcode literasi digital yang di dalamnya memuat ratusan sumber bacaan.

”Teman-teman PMM sadar rendahnya minat baca tidak hanya terjadi pada anak-anak atau peserta didik saja, akan tetapi juga terjadi pada lingkup umum atau masyarakat. Maka dari itu, barcode literasi digital pun di desain supaya dapat diakses oleh semua kalangan dari belia hingga dewasa,” terangya.

Ia menambahkan kelompoknya sudah mendesain mendesain dua barcode literasi digital. Yaitu barcode berisi konten atau bacaan seputar dunia pendidikan dan materi pelajaran yang dikhusukan untuk peserta didik mulai dari jenjang SD hingga SMA. Tidak hanya sebatas materi pelajaran, namun juga berisi literasi lain seperti komik, buku cerita, dan lain-lain. Tentunya dilengkapi juga dengan gambar-gambar menarik untuk merangsang daya visual para peserta didik.

“Sedangkan 1 barcode lagi memuat konten umum yang dapat dinikmati oleh Masyarakat secara luas dan berisi tentang bacaan-bacaan seperti Sejarah, politik, ekonomi, Agama, dan lain sebagainya,” tegasnya.

Agar barcode literasi digital dapat tersampaikan dan digunakan dengan baik oleh peserta didik dan masyarakat umum, ia menerangkan bahwa kelompoknya merancang langkah “SPP Barcode” yang terdiri dari Sosialisasi, Pembagian, dan Penempelan.

“Langkah pertama yang dilakukan adalah dengan melakukan sosialisasi kepada peserta didik. Dalam kegiatan sosialisasi tersebut dijelaskan mengenai apa itu barcode literasi digital, sumber bacaan yang termuat di dalamnya, dan langah-langkah bagaimana cara mengakses barcode tersebut,” ujarnya.

Ia menambahkan  langkah kedua dilakukan pembagian barcode literasi digital kepada peserta didik. Hal tersebut ditujukan supaya mereka dapat mengakses sumber bacaan dalam barcode tersebut di rumah masing-masing. Barcode yang dibagikan pun berwujud stiker, sehingga lebih praktis untuk ditempelkan di meja belajar peserta didik.

“Kemudian langkah terakhir yang dilakukan adalah penempelan barcode literasi digital di tempat-tempat umum seperti kantor desa, sekolah, masjid, poskampling, dan alun-alun desa. supaya dapat diakses oleh masyarakat secara luas, jadi tidak terpaku pada masyarakat Desa Bayem saja, akan tetapi juga khalayak umum lainnya,” terangnya.

(Mahasiswa M Kelompok 10 Melakukan Sosialisasi Barcode Literasi Digital Kepada Siswa SD)

Lebih lanjut, ia menjelaskan beberapa pertimbangan rancangan barcode sebagai salah satu langkah dalam mengatasi problem minat baca. Barcode literasi digital merupakan alat yang dapat meningkatkan minat baca pada era modern. Dengan barcode, pembaca dapat dengan mudah mengakses informasi tambahan tentang sebuah buku secara digital, seperti sinopsis, ulasan, atau konten lainnya.

”Hal ini membuat pembaca lebih tertarik dengan isi yang terkandung di dalam buku. Selain itu, barcode memungkinkan penyediaan konten tambahan yang dapat meningkatkan pengalaman membaca, seperti diskusi mendalam mengenai tema buku atau wawancara dengan penulis,” tegasnya.

Penggunaan teknologi dalam membaca juga menjadi pertimbangan penting. Dengan integrasi barcode literasi digital, pembaca yang terbiasa dengan teknologi dapat merasa lebih terhubung dan terlibat dengan buku-buku yang mereka baca.

Hal ini membantu menciptakan pengalaman membaca yang lebih menarik dan relevan dalam era di mana teknologi telah menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, dirancangnya barcode literasi digital menjadi langkah strategis untuk memperluas minat baca di tengah kemajuan teknologi dan perkembangan zaman. (IA)

Redaksi
Redaksi

Mari narasikan pikiran-pikiran anda via website kami!

Related posts

Leave a Comment