Modernis.co, Lamongan – Ketua Bidang RPK PC IMM Sleman periode 2018/2019, Khoirum Majid dipilih menjadi narasumber terpilih dalam diskusi rutinan yang digelar oleh Rumah Baca Api Literasi (RBAL), Kamis (28/1/2021). Kegiatan yang digelar lewat via google meet.
Khoirum Majid mengatakan dirinya sangat mengapresiasi atas apa yang sudah digagas oleh rekan-rekan Rumah Baca Api Literasi dalam keilmuan-keilmuan secara rutin.
Bisa kita tengok fenomena saling hujat dan saling menafikan praktik –khilafiyah satu kelopok ditengarai oleh kesalahpahaman dan ketidaktahuan. Setiap orang berhak menganggap penafsiran mazhab yang dianut adalah benar, tetapi tidak perlu mendiskreditken penafsiran mazhab lain padahal masing-masing pendapat tetap berada dalam koridor Al-Quran dan Sunnah.
“Bertolak dari sini kita perlu memperdalam ilmu agar tidak mudah terpancing emosi akibat perbedaan. Sesekali perlu mempelajari praktik kelompok misal dari kitab Bidayatul Mujtahid karya Ibnu Rusyd yang menghimpun pendapat-pendapat Fiqh lintas mazhab. Kemudian tidak hanya berhenti disitu, kita juga perlu melakukan amal-amal shaleh, menyambuh ukhuwah, membantu sesama dan berkolaborasi,” ujar Khoirum Majid.
Putra asal Lamongan ini ingin memberi satu penegasan bahwa dibalik adanya rasa menghargai atas perbedaan tidak lantas membuat kita bersembunyi dari penyimpangan dan bahkan menyembunyikan kebenaran. Apalagi jika itu berkaitan dengan dasar-dasar agama. Itulah sebabnya kita perlu memiliki kejelasan posisi dan ukuran yang dalam hal ini adalah berasaskan syariat Islam.
Berkeyakinan bahwa satu paham atau tindakan yang berbeda adalah salah menurut pandangan agama tentu sebuah keharusan. Mengatakan Islam sebagai satu-satunya agama yang benar bagi muslim adalah keniscayaan. Sebab sangat dimungkinkan terjadi dekonstruksi ajaran-ajaran agama dengan dalih sikap inklusif. Ujarnya
Sementara itu, moderator, Dedy mustofa sekaligus pegiat Rumah Baca Api Literasi mengatakan “bagi kaum millenial, sangat penting dan perlu untuk memahami dan menanamkan nilai-nilai moderasi beragama yaitu dengan sikap wasathiyah karena kata wasathiyah ini mengandung makna i’tidal (adil) dan tawazun (berimbang),” katanya. (FF)