Era Jokowi, HAM di Papua Apa Kabar ?

HAM di Papua

Modernis.co, Malang – Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan sebuah entitas hukum tetap yang menyatakan bahwa manusia memiliki hak yang melekat pada dirinya sebab ia adalah seorang manusia. HAM berlaku kapanpun, dimanapun, dan kepada siapapun, sehingga sifatnya luas/universal. Dalam hak setiap manusia, terdapat asas kemanusiaan yang menjadi substansi dari HAM agar tidak merendahkan derajat dan martabat sebagai manusia.

Asas legalitas lebih menjamin HAM karena memiliki suatu kekuatan hukum yang pasti. Sudah menjadi sebuah keharusan oleh negara, utamanya pemerintah dan lembaga-lembaga negara agar berupaya untuk menghormati, melindungi, memenuhi dan menegakkan hak warga negaranya.

Papua merupakan salah satu provinsi yang terletak di sudut Timur Indonesia. Daerah ini merupakan salah satu daerah dari beberapa daerah yang memperoleh keistimewaan oleh negara, berdasarkan Pasal 1 Perpu No. 1 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua yang telah ditetapkan menjadi Undang-Undang dengan UU No. 35 Tahun 2008 :

  1. Provinsi Papua adalah Provinsi Irian Jaya yang kemudian menjadi Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat yang diberi Otonomi Khusus dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  2. Otonomi Khusus adalah kewenangan khusus yang diakui dan diberikan kepada Provinsi Papua untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi dan hak-hak dasar masyarakat Papua.

Papua merupakan salah satu daerah yang sangat kaya akan sumber daya alamnya dan dikenal dengan kebiasaan masyarakat yang begitu ramah dan cinta akan perdamaian. Namun, mereka yang berada di pulau cenderawasih ini sering mengalami tindakan yang semestinya tidak dialami oleh manusia, seperti halnya penganiayaan, persekusi, penembakan, penangkapan sewenang-wenang, kriminalisasi dan berbagai pelanggaran HAM lainnya yang tidak lain dilakukan oleh aparat berdasi sendiri.

Bagi penulis, label “otonomi khusus” yang ditempelkan pada masyarakat Papua bagai kertas putih tanpa coretan. Penulis melihat, ada dan tiadanya coretan hitam diatas materai bagi masyarakat Papua itu sama saja. Kasus pelanggaran HAM di Papua sudah sering terjadi sejak lama. Pada era pemerintahan Jokowi tercatat berbagai pelanggaran HAM, mulai dari pelanggaran HAM biasa, menengah, hingga pelanggaran HAM berat.

Pada tahun 2019 dan 2020 sering terjadi kasus penembakan di Merauke, persekusi di Wamena, Jayapura, Deiyai, Nduga, Intan Jaya, Mamberamo Tengah, Timika, dan kasus rasisme pada tahun 2019 yang begitu memanas hingga terjadi aksi besar-besaran di Papua dan Pulau Jawa, dan masih banyak lagi yang penulis tidak bisa menyebutkan satu per satu.

Penulis sedikit menilik kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi pada 2 tahun terakhir di Papua, yakni tahun 2019-2020. Sepanjang tahun 2019 telah tercatat 154 kasus pelanggaran HAM di Papua (sumber: cnnindonesia.com) dan selama hampir tahun 2020 setidaknya setiap bulan terjadi peristiwa kekerasan yang menimpa masyarakat Papua, tercatat ada 40 kasus pelanggaran HAM yang terjadi pada Januari-November 2020, 40 kasus tersebut didominasi oleh kasus-kasus kekerasan seperti penembakan, penganiayaan, hingga penangkapan sewenang-wenang yang dilakukan oleh aparat (sumber: kompas.com).

Atas kasus-kasus pelangaran HAM di Papua, penulis melihat harga diri kemanusiaan tak berada pada definisi yang dalam bagi masyarakat di tanah Papua, adanya ketidakseriusan dan ketidaktegasan aparat penegak hukum, pemerintah ataupun negara dalam mengatasi kasus-kasus kemanusiaan di negeri cenderawasih tersebut, sehingga besar potensi akan timbulnya kembali pelanggaran HAM.

Jika misalnya pemerintah serius dalam menindaki kasus-kasus pelanggaran HAM di Papua, maka setidaknya tidak akan terdapat dua kasus yang sama pada dua tahun secara berturut-turut. Jika penulis mengambil sebuah perbandingan antara kasus korupsi dan kasus HAM di Papua pada 2019 lalu, di negeri ini korupsi dapat remisi, diberi makanan bernutrisi, dijemput baik dan dikawal oleh aparat berdasi, sedangkan mereka yang masih berstatus saksi sudah dilempar batu, tembakan peringatan, dan kata-kata rasis oleh mereka.

Apakah karena kaum separatis berasal dari sana ? jangan karena kaum separatis berasal dari sana, sehingga kita menganggap semua anak-anak cenderawasih adalah pemberontak, tolong sisahkan sedikit toleransi untuk kemanusiaan. Bagi penulis, republik ini sungguh sangat lucu, tak jauh beda sama netizen alay di media sosial.

Saat itu, kulit hitam dan rambut keriting dianggap musuh dirumah sendiri. Mereka punya semuanya, laut, tanah, dan berbagai kekayaan alam melimpah, namun tetaplah dianggap sampah hingga merasa asing dirumah sendiri. Padahal mereka mempunyai kekayaan alam yang telah besarkan kalian tanpa disadari. Kini, berapa banyak pelanggaran HAM di tanah Papua tanpa ada solusi tuntas ?

Oleh: Asraria (Mahasiswa Prodi  Hukum Keluarga Islam Universitas Muhammadiyah Malang)

editor
editor

salam hangat

Related posts

Leave a Comment