Huru-hara Perekonomian di Masa Pandemi Covid-19

Perekonomian di Masa Pandemi

Modernis.co, Malang – Menuju pergantian tahun 2020 ini Corona Virus disease 19 (COVID-19) di Indonesia tidak juga berangsur menghilang. Hal ini berdampak langsung pada perekonomian nasional di Indonesia, banyak usaha mikro terbengkalai dan tidak sedikit karyawan atau pekerja buruh yang dirumahkan karena mengharuskan sosial distancing yang diatur dalam UU No. 6 Tahun 2018 Pasal 9 ayat (1). Covid-19 berdampak menjadi beban berat bagi perekonomian masyarakat.

Melihat dari perbandingan data BPS “Perekonomian Indonesia Pada triwulan II-2020 sebesar -5,23%. Secara kumulatif perekonomian Indonesia mengalami kontraksi sebesar 1,26% dibandingkan tahun lalu”. Daya beli masyarakat menurun akibat PHK, Hal ini sangat mempengaruhi Pendapatan ekonomi nasional diiringi turunnya Gross National Product di berbagai penjuru Indonesia pada saat pandemi.

Gejolak perekonomian Indonesia memanas dan penderitaan masyarakat saat ini semakin bertambah dengan adanya kecanggungan Alokasi dana penanganan pandemi Covid-19/“ (Perppu) No.1 Tahun 2020”. Menurut sekertaris Jendral Forum Indonesia Untuk Transparasi (FITRA), mengungkapkan penyediaan anggaran penanganan Covid-19 sebesar Rp. 405,1 Triliun. Untuk penanganan pandemi Covid-19 seperti halnya pada beberapa daerah.

Bantuan Sosial Covid-19 ini Tidak sampai sasaran, sebab banyak kasus tindakan korupsi terhadap dana bantuan Covid-19 pada 3 bulan terakhir ini, dibuktikan dengan adanya 107 kasus penyelewengan (Bansos), di jawa timur tercatat “Data dari Polda Jatim menunjukkan angka tindak pidana korupsi dana bantuan ini sebanyak 5 kasus Tindak korupsi Bantuan sosial Covid-19 dengan rincian 2 kasus proses lidik dan 3 kasus sudah dilimpahkan ke APIP” Dikutip dari (okezone.com).

Kasus korupsi sangat tidak mencerminkan transparasi dana Covid-19, dapat memicu terhambatnya penanganan wabah virus di Indonesia, tatkala beberapa Negara di Asia Tenggara sudah berangsur pulih dari pandemi. keterpurukan ekonomi yang semakin menjadi-jadi, bisa saja ini juga dapat menjadi faktor terjadinya kontraksi perekonomian hinggan -5,23%. apabila bantuan penangananan Covid-19 ini tidak tepat sasaran, akan mempengaruhi turunnya daya beli masyarakat

Omnibus Law bentuk Kekacauan di Tengah Kekacauan

Menurut pandangan Prof Jimly “Di tengah covid-19 ini (RUU Ciptaker) Bukan menjadi solusi, Tetapi Menciptakan kekacauan ditengah kekacauan gara-gara covid “, Selasa (6/10). Ditengah Kondisi ekonomi semakin Krusial dan belum ditemukan solusi penanganan perekonomian Hingga -5,23% Kini muncul UU ciptakerja, sebab regulasi tersebut dinilai merugikan kaum pekerja/buruh, dan sebaliknya, regulasi tersebut terasa lebih memprioritaskan kaum kapitalis atau pelaku usaha.

Banyak poin UU Ciptaker ini yang dirasa memberatkan kaum buruh, terutama pada poin yang ditolak serikat buruh yaitu penghapusan UMK, Penghapusan UMK terdapat pada pasal 89 ayat 1 Huruf (b) yang tercantum dalam bab IV Poin 26. regulasi ini dinilai sebagai pemangkasan Upah buruh. Pasal penghapusan ini juga kontradiktif terhadap peraturan UU Ketenaga Kerjaan Nomor 13 Tahun 2003. Telah disebutkan bahwa pekerja tidak boleh mendapatkan upah dibawah upah minimum.

Sejak pandemi Covid-19 mewabah di Indonesia mengharuskan masyarakatnya untuk kerja dari rumah dan pemerintah memberikan kebijakan untuk membatasi aktivitas sosial termasuk aktivitas produksi dalam perusahaan swasta, usaha mikro, Pariwisata, sehingga pada tahun 2020 ini prestasi peningkatan perekonomian mengalami Defisit pada beberapa sektor. pelaku usaha yang sulit mendapatkan bahan baku sehingga banyak perusahaan yang tidak dapat memenuhi upah buruh,

Seakan akan perputaran jarum perkonomian di Indonesia ini cenderung kearah kiri dan semakin gawat. Pada dasarnya Omnibus Law hadir sebagai solusi dari macetnya perputaran supply dan deman yang terjadi dalam pasar perekonomian Indonesia dikala pandemi Covid-19, dimulai dari penurunan tingkat produksi UMKM. Pemerintah mempunyai itikad untuk menyederhanakan investasi dalam negeri, tetapi di sisi lain Omnibus Law memberatkan bagi kaum Buruh.

Jalan keluar dari gentingnya perekonomian ini berada pada pemerintah sendiri yang memiliki wewenang untuk mengatur perundang-undangan Negara, seharusnya pemerintah konsisten dalam perencanaan merancang Undang-Undang yang akan di terapkan dalam jangka panjang, sebelum memutuskan sebuah regulasi seharusnya untuk mengkaji lebih dalam resiko dan keuntungan bagi masyarakat. Karena sebuah regulasi akan menentukan roda perekonomian untuk waktu yang lama.

Oleh : Umar Said Yudoyono (Mahasiswa Prodi HKI UMM)

editor
editor

salam hangat

Related posts

Leave a Comment