Krisis Moral dan Etika dalam Berbangsa

krisis moral dan etika

Modernis.co, Malang – Tahun politik sedang berjalan secara langsung, dimulai dari 171 Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak dan akan dilanjutkan dengan pemilihan anggota legislatif dan presiden. Di tahun-tahun politik yang sedang berjalan hal ini tentu akan mempengaruhi atmosfer kehidupan, dimana di segala lini akan dipenuhi dengan kampanye – kampanye untuk mencari suara dari masyarakat.

Tahun politik bukanlah suatu hal yang negatif, tahun politik adalah tahun dimana rakyat Indonesia merayakan pesta demokrasi. Ini merupakan salah satu perkembangan politik yang berbeda dengan masa sebelumnya dimana semenjak Reformasi Indonesia berubah menjadi negara yang Demokratis.

Berbicara mengenai tahun politik tentu tidak terlepas dari problem – problem nya. Problem yang dahulu muncul hingga sampai sekarang pun masih dipertahankan yaitu dimana para lawan politik saling mengejek, mencela, merendahkan, bahkan saling memfitnah. Ini adalah problem yang sangat besar dalam kehidupan berbangsa karena hal ini dapat menimbulkan perpecahan diantara masyarakat.

Problem – problem tersebut timbul karena didasari oleh rasa benci, rakus dan nafsu yang haus akan kekuasaan. Segala cara rela mereka tempuh tanpa pandang bulu, tanpa memandang efek dari ketidak adilan tersebut. Jika problem – problem tersebut terus dipelihara maka selamanya Indonesia akan absen dari perpolitikan yang adil.

Selain itu, kehidupan kebangsaan Indonesia saat ini diwarnai oleh krisis moral dan etika, disertai berbagai paradoks dan pengingkaran atas nilai – nilai keutamaan yang selama ini diakui sebagai nilai-nilai luhur budaya bangsa. Kenyataan ini ditunjukkan oleh perilaku elite dan warga masyarakat yang korupsi, konsumtif, hedonis, materialistik, suka menerabas, dan beragam tindakan lainnya.  

Sementara itu proses pembodohan, kebohongan publik, kecurangan, pengaburan nilai, dan bentuk-bentuk kezaliman lainnya (tazlim) semakin merajalela di tengah – tengah usaha untuk mencerahkan (tanwir) kehidupan bangsa. Situasi paradoks dan konflik nilai tersebut menyebabkan masyarakat Indonesia kehilangan makna dalam banyak aspek kehidupan dan sendi – sendi kehidupan bangsa dan negara. (PP Muhammadiyah, 2014).

Tentu hal ini sangat meresahkan dan menimbulkan pertanyaan diantara kita, mengapa penduduk yang mayoritas muslim namun pada praktek dan kenyataanya sangat jauh dari ajaran-ajaran islam dan nilai – nilai dari pancasila?. Secara konstitusional ini merupakan tanggung jawab dari pemerintah dalam menanggulangi problem – problem yang ada, Namun secara pribadi ini merupakan tanggung jawab setiap individu yang harus bisa memposisikan dirinya sehingga tidak masuk ke dalam problem – problem tersebut.

Pemerintah dalam hal ini selalu menjadi objek untuk disalahkan. ini merupakan ketidakberhasilan pemerintah dalam menjalankan amanah konstitusional yaitu “mencerdaskan kehidupan bangsa”. Pemerintah kurang tegas dalam menyikapi problem – problem yang terjadi.

Pemerintah dan masyarakat hendaknya saling bersinergi dalam membangun dan mewujudkan nilai – nilai luhur budaya bangsa. Dimana pemerintah harus memberikan edukasi yang baik kepada masyarakat melalui pendidikan, media dll. Sehingga nanti akan timbul kehidupan yang bermoral dan beretika dalam berbangsa.

Dalam pandangan Muhammadiyah dalam Buku Indonesia Berkemajuan (2015) bahwa kehidupan kebangsaan Indonesia memerlukan rekonstruksi bermakna di bidang politik, ekonomi, dan budaya. Keberhasilannya sangat ditentukan oleh  salah satunya faktor dinamis karakter kepemimpinan yang progresif, reformatif, inspiratif, dan berakhlak mulia yang menyerap aspirasi masyarakat dan mengkristalisasikan nilai-nilai etika keagamaan dan moral Pancasila secara aktual sebagai landasan kebijakan di pelbagai sektor kehidupan kebangsaan.

Dalam konteks kehidupan kebangsaan, kepemimpinan profetik adalah kepemimpinan yang memiliki komitmen terhadap kebenaran, mendorong terwujudnya keadilan sosial dan ekonomi, berpihak kepada hak – hak masyarakat, serta mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas segalanya.

Jika kita mau membuka khazanah sejarah dan budaya bangsa Indonesia sesungguhnya disana akan banyak kita temui tokoh – tokoh yang memberikan teladan yang baik salah satunya yaitu kepemimpinan profetik. Kepemimpinan seperti itulah yang kini absen di negeri ini.

Jika pemimpin, elit, dan juga masyarakat mau menyerap nilai – nilai luhur budaya bangsa dan kembali kepada aturan – aturan agama dan norma – norma dari pancasila serta diimplementasikan  di dalam kehidupan bernegara, maka akan minim sekali terjadinya krisis moral dan etika. Kini waktunya seluruh elemen bangsa bersatu, mulai menyadari dan mulai berbenah, sehingga nantinya akan terwujud negara Indonesia yang adil dan sejahtera.

Oleh: Aldi Bintang Hanafiah (Aktivis IMM Komisariat Tamaddun FAI UMM) 

Redaksi
Redaksi

Mari narasikan pikiran-pikiran anda via website kami!

Related posts

Leave a Comment