Modernis.co, Malang – “Sudah jatuh tertimpa tangga pula”. Pribahasa ini lah yang tepat untuk menggambarkan kondisi masyarakat Indonesia saat ini. Di tengah terjadinya pandemi Covid-19. Secara psikologis masyarakat sedang terguncang dihantui oleh kehawatiran yang sangat akut akan virus tersebut.
Dampak ekonomi dari pandemi Covid-19 ini sangat dirasakan oleh masyarakat. Aktivitas ekonomi mereka terhenti, apalagi di daerah perindustrian dan pendidikan.
Sebut saja di Jawa Timur. Dari 38 Kabupaten/Kota hanya 11 Kabupaten/Kota yang tidak masuk dalam zona merah, 5 terbanyak iyalah; Kota Surabaya, Kab. Sidoarjo, Kab. Lamongan, Kab. Malang, Kab. Kab. Magetan. Sehingga mayoritas perusahaan dan lembaga pendidikan di Jawa Timur diliburkan untuk meminimalisir terjadinya penyebaran virus.
Namun sangat disayangkan, di mana ketika kondisi bangsa saat ini yang diterpa pandemi Covid-19 DPR tetap melanjutkan agenda pembahasan RUU Omnibus Law Ciptaker. Apalagi di dalam RUU tersebut masih terdapat pasal-pasal yang pro-kontra di kalangan masyarakat, karena dianggap RUU tersebut lebih mementingkan investor ketimbang masyarakat.
Selanjutnya RUU Omnibus Law Ciptaker akan merugikan dan menimbulkan kerusakan ekologi secara luas. Karena ditiadakan sistem Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) dan diganti dengan peraturan berbasis risiko (risk-based regulation), serta dianggap RUU tersebut merupakan perbudakan ala modern melalui sistem fleksibilitas tenaga kerja berupa legalisasi upah di bawah standar minimum, upah per jam, dan perluasan kerja-outsourcing. Sehingga ketika RUU Omnibus Law Ciptaker disahkan banyak rakyat kecil merasa dirugikan.
Dalam kondisi di mana RUU Omnibus Law Ciptaker tetap dibahas oleh DPR di tengah pandemi Covid-19, maka jelaslah bahwa pemerintah dan DPR saat ini adalah perwujudan dari ungkapan “menari di atas penderitaan rakyat”. Terjadinya pandemi Covid-19 menjadi momentum yang tepat bagi DPR untuk tetap melanjutkan RUU tersebut.
Di tengah pandemi Covid-19 yang sudah ditetapkan sebagai bencana nasional oleh BNPB. Seharusnya pemerintah tidak memperkeruh suasana lagi dengan membahas RUU Omnibus Law Ciptaker. Walaupun dengan alasan mempermudah investasi masuk, sehingga menjadikan Indonesia pada tahun 2045 sebagai 5 besar kekuatan ekonomi dunia.
Memang harus diakui pemerintah mengalami dilematik yang sangat besar. Pemerintah sangat menginginkan menguatnya perekonomian Indonesia dengan dipermudahnya investasi melalu RUU Omnibus Law Ciptaker. Namun upaya tersebut pupus dengan tersebarnya pandemi Covid-19. Seharusnya pertimbangan ekonomi dijadikan nomor dua oleh pemerintah dan mengutamakan keselamatan rakyatnya.
Dalam amanat Pembukaan UUD 45 alinea ke-4 pemerintah mempunyai kewajiban untuk menyelamatkan nyawa rakyatnya, yang berbunyi: “Negara melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia. Hak untuk hidup adalah hak setiap orang. Negara wajib melindunginya”. Artinya pemerintah saat ini dituntut untuk mencari solusi yang tepat dalam kondisi seperti ini, dan tidak terkesan seakan-akan aji mumpung dalam memanfaatkan momentum pandemi Covid-19 ini.
Terdapat 3 upaya yang dapat dilakukan pemerintah dan DPR dalam situasi dilematik seperti ini; pertama, melihat kondisi seperti ini seharusnya fungsi legislasi DPR untuk sementara dinonaktifkan terlebih dahulu. Artinya semua RUU yang lagi atau mau dibahas ditangguhkan dulu, sampai dengan keadaan negara ini stabil kembali. Agar pemerintah dan DPR fokus terhadap percepatan penanganan pandemi Covid-19.
Umat Islam saja diminta untuk untuk tidak menunaikan shalat Jum’at agar penyebaran Covid-19 dapat diminimalisir. Dilansir dari www.kompas.com pada Jum’at, 3 April 2020 bahkan wakil presiden KH. Ma’ruf Amin mendorong Majelis Ulama’ Indonesia (MUI) untuk mengeluarkan fatwa haram tentang mudik dalam situasi Covid-19 seperti ini
Kedua, setiap gubernur, bupati, maupun walikota yang wilayah/daerahnya sudah zona merah segera menerapkan Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB), sesuai dengan PP No. 21 Tahun 2020 dan PMK No. 9 Tahun 2020 tentang PSBB Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19, khususnya di Jawa Timur.
Di Jawa Timur seperti yang dilansir oleh www.kompas.com per Selasa, 7 April 2020 jumlah yang terkonfirmasi positif sebanyak 194 orang yang tersebar di 27 kabupaten/kota, yang sembuh sebanyak 41 orang dan yang meninggal sebanyak 16 orang, dengan jumlah yang fantastis ini, Jawa Timur masuk urutan ketiga jumlah terbanyak yang terjangkit pandemi Covid-19.
Dengan data tersebut. Seharusnya Khofifah Indar Parawansa sebagai Gubernur Jawa Timur sudah mengajukan usulan kepada Menteri Kesehatan untuk menetapkan diberlakukannya PSBB di Jawa Timur.
Namun, sampai saat ini tidak ada tanda-tanda untuk mengajukan usulan PSBB, bahkan gubernur Khofifah menilai bahwa beberapa daerah di Jawa Timur sudah melakukan PSBB. Pemerintah Provinsi, sudah meliburkan sekolah dan melarang orang berkerumun.
Namun, yang perlu dicatat adalah dengan meliburkan sekolah dan melarang orang berkerumun bukan sebuah solusi yang solutif, karena hal itu masih menyisakan sebuah masalah yaitu mereka tidak bisa memenuhi kebutuhan dasarnya lantaran ruang geraknya dibatasi.
Beda halnya ketika PSBB diterapkan di Jawa Timur maka Pemerintah Provinsi memiliki kewajiban untuk memperhatikan kebutuhan dasar rakyatnya, sesuai dengan PP No. 21 Tahun 2020 pasal 4 ayat 3.
Jika gubernur Khofifah tidak ada inisiatif untuk memberlakukan SPBB. Maka Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sebagai ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 mengusulkan kepada Menteri Kesehatan untuk menetapkan PSBB di Jawa Timur. Karena menurut PMK No. 9 Tahun 2020 Pasal 5 selain gubernur, bupati, dan wali kota, Ketua Pelaksana Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 juga dapat mengusulkan PSBB ke Menteri Kesehatan.
Ketiga, membentuk tim ahli kedokteran untuk menciptakan vaksin bagi pandemi Covid-19. Saya rasa Indonesia dengan banyaknya lembaga pendidikan, rumah sakit, dan dokter spesialis sudah mampu untuk menciptakan sebuah vaksin. Karena sangat sia-sia ketika PSBB diberlakukan namun vaksinnya belum ditemukan. Lantaran virus Covid-19 ini yang menjadi problem paling fundental.
Tatkala ketiga upaya itu dilakukan oleh pemerintah dan DPR maka rakyat akan merasa tenang di tengah pandemi Covid-19, dan kondisi bangsa kita khususnya Jawa Timur kembali stabil seperti sedia kala.
Oleh : Zaki Ma’ruf (Kabid RPK IMM Jawa Timur dan Pegiat di Peace Literacy Network Malang)