Modernis.co, Banten – Kali ini penulis akan menjelaskan secara singkat atau sepintas mengenai sejarah dan perkembangan Mathla’ul Anwar di Kampung Seupang, Desa Pejagan, Kecamatan Sajira, Kabupaten Lebak.
Kampung Seupang adalah salah satu lokasi yang terdampak banjir bandang di Lebak dan menjadi kawasan dari rendaman proyek pembangunan waduk karian.
Disini pulalah terdapat Madrasah Ibtidaiyah Mathla’ul Anwar yang telah berdiri selama kurang lebih 50 tahun dan menjadi sekolah satu-satunya bagi masyarakat Seupang.
Untuk melakukan perencanaan yang baik di masa yang akan datang maka kita harus memahami betul-betul peristiwa masa lampau yang disebut dengan sejarah. Kejadian di masa lampau ini dijadikan sebagai dasar untuk mengkontruksi kehidupan masa depan.
Tulisan ini disusun berdasarkan hasil wawancara penulis dengan 3 orang narasumber yang merepresentasikan masyarakat Seupang.
Penulis berhasil mewawancarai Abah Arun (85) Ibu Sarinah (50) dan Ibu Nisa (22). Mudah-mudahan tulisan singkat ini bermanfaat bagi para pembaca sekalian.
Pendirian Madrasah Mathla’ul Anwar
Berdasarkan penuturan Ibu Sarinah (50), Kyai Nawawi adalah inisiator atas pendirian MI MA Seupang dan berdiri pada medio 1970-an.
Masyarakat Seupang akrab menyebut Kyai Nawawi dengan Kyai Wawi, asal tempat Kyai Wawi adalah dari daerah Sampay (perbatasan antara Lebak dengan Pandeglang).
Ibu Sarinah tidak hafal betul mengenai riwayat pendidikan Kyai Wawi, untuk melengkapi itu, kami mewawancari Ibu Nisa (22) yang merupakan guru di MI MA Seupang sekaligus cucu dari Kyai Wawi.
Ibu Nisa menjelaskan bahwa kakeknya itu lama menimba ilmu agama (mondok) di Warung Gunung-Lebak, kemungkinan besar Kyai Wawi membawa bendera Mathla’ul Anwar ke Seupang karena lama bermukim di Warung Gunung yang merupakan salah satu basis Mathla’ul Anwar karena berdiri satu Komplek Perguruan Mathla’ul Anwar disana.
Abah Arun (85) sebagai tetua di Kampung Seupang merupakan saksi sejarah atas pendirian awal Madrasah Mathla’ul Anwar disana, ia juga merupakan kerabat dari Kyai Wawi.
Abah Arun menceritakan tentang bagaimana awal mula ide untuk mendirikan madrasah. Singkat cerita berkumpul masyarakat di balai warga, ide mendirikan madrasah datang dari Kyai Wawi karena di Seupang belum ada satupun lembaga yang menyediakan pendidikan formal.
Disepakatilah lembaga pendidikan formal di tingkat dasar bagi masyarakat Seupang, pada awal berdiri sampai beberapa lama proses belajar mengajar dilangsungkan di rumah Kyai Wawi.
Akhirnya, dengan nilai kearifan dan budaya gotong royong yang menjadi identitas dari masyarakat Seupang berdirilah Madrasah Ibtidaiyah Mathla’ul Anwar Seupang dengan kondisi fisik yang sederhana, beratapkan hateup dan berdindingkan bilik.
Kyai Wawi, Ikhlas Mengabdi untuk Pendidikan Masyarakat Seupang
Jika zaman kolonialisasi para pendahulu berjuang mengangkat senjata demi asa agar menjadi bangsa yang merdeka dan berdaulat. Setelah kemerdekaan berhasil diraih, tugas generasi selanjutnya adalah bagaimana mewujudkan masyarakat Indonesia yang cerdas melalui pendidkan. Disinilah, peran Kyai Wawi sebagai pilar penting karena menjadi tombak pejuang pendidikan di kampung Seupang.
Seupang adalah kampung di pinggir aliran sungai Ciberang, kondisi jalan masih bebatuan dan licin, belum tersentuh aspal sama sekali, pembangunan infrastruktur sangat buruk nampak seperti tidak ada campur tangan pemerintah. Dulu sebelum madrasah Mathla’ul Anwar berdiri, masyarakat harus bersekolah ke tetangga kampung yang jarak tempuhnya cukup lama dan jauh.
Dengan kondisi Seupang yang serba seadanya karena keterbatasan pembangunan infrastruktur, Kyai Wawi melakukan pembangunan suprastruktur bagi masyarakat Seupang. Kyai Wawi adalah tokoh pendidik di Seupang, selain pendiri Madrasah Mathla’ul Anwar ia juga merupakan Pimpinan Pondok Pesantren dengan system klasikal disana. Konon, kata Bu Nisa cucu dari Kyai Wawi, yang nyantri di Seupang itu sangat banyak bahkan ada juga yang berasal dari Lampung.
Kyai Wawi mengabdikan diri sepenuhnya pada masyarakat Seupang, terutama mendekatkan mereka pada akses pendidikan dengan mendirikan Pondok Pesantren sebagai lembaga pendidikan keagamaan non formal dan Madrasah Ibtidaiyah Mathla’ul Anwar sebagai lembaga pendidikan formal bagi masyarakat Seupang.
Kabar Duka di Awal Tahun 2020
Masyarakat Seupang hendak memulai aktivitas rutin hariannya itu di ladang. Belum saja bergegas, pagi hari sekitar pukul 08.00 WIB suara gemuruh datang dari arah hulu sungai, suaranya menakutkan, baru kali ini masyarakat yang berpuluh-puluh tahun mendiami pinggiran aliran sungai Ciberang itu mendengar suara demikian.
Air bah dengan kecangnya mengairi sungai tempat dimana keseharian anak-anak bermain dan warga beraktivitas, dengan cepat air bah yang dahsyat derasnya itu naik ke permukaan pemukiman warga. Hujan rintik selama semalam memang mengguyur kampung Seupang, warga tak mengira dan menduga akan terjadi kejadian yang dahsyat di pagi itu. Hanya badan dan pakaian di badan yang berhasil diselamatkan, semua berlarian, tak memikirkan perkakas rumah, barang-barang bergarga untuk diselamatkan, yang terpenting adalah mengevakuasi diri ke tempat yang lebih aman.
Seharian sudah air bah yang derasnya dahsyat itu tak kunjung surut, tingginya hampir setinggi pohon kelapa. Melihat air bah surut dan arusnya tenang, keesokan harinya masyarakat turun, melihat dan berharap ada yang tersisa atas amukan sungai Ciberang.
Nampaknya tidak ada yang tersisa, selain kenangan indah kampung mereka, hampir semua rumah hanyut terbawa derasnya air bah, hanya sedikit yang masih tersisa itupun dengan keadaan rusak yang cukup berat, termasuk Madrasah Ibtidaiyah Mathla’ul Anwar Seupang yang sebagian ruang kelasnya hanyut.
Madrasah Darurat MA Care
Rumah-rumah yang rusak hanya menyisakan sesuatu yang membekas dalam ingatan. MI MA Seupang yang menjadi teman bagi masyarakat selama kurun waktu 50 tahun hancur diterpa banjir bandang awal tahun 2020 ini. Segera, Mathla’ul Anwar sebagai organisasi Islam yang salah satu domainnya bergerak di bidang sosial melakukan gerakan pemulihan, terkhusus pemulihan psikis untuk anak-anak Seupang.
Selang tiga hari hari pasca bencana, dengan bermusyawarah bersama para penyintas dan Kepala Madrasah, Mathla’ul Anwar melalui Mathla’ul Anwar (MA) Care mendirikan Madrasah Darurat sebagai pengganti sementara dari kegiatan belajar mengajar.
Melalui gotong royong antara relawan MA Care dengan warga bangunan madrasah darurat berhasil didirikan dengan dinding dan atap dari terpal. Proses kegiatan belajar mengajar tetap dilangsungkan. Fokusnya madrasah darurat adalah pemulihan psikologis anak, maka sistem belajarnya pun berbeda dari biasanya, lebih ringan, santai dan penuh tawa agar anak bergembira (trauma healing).
50-an anak-anak nampak antusias, riang, dan bahagia, walaupun belajar di tempat yang beralaskan terpal.
Penulis menanyakan ihwal keinginan mereka menjadi apa, ada yang ingin menjadi dokter agar bisa membantu masyarakat banyak, guru supaya bisa mencerdaskan maayarakat Seupang, hingga pemain bola profesional untuk mengharumkan nama kampung Seupang.
20 hari sudah madrasah darurat berjalan, Kepala Madrasah MI MA Seupang menuturkan rasa terimakasih atas inisiasi MA Care mendirikan madrasah darurat, setidaknya ini dapat membantu mengembalikan psikologis anak-anak. Wali murid merasa terbantu atas madrasah darurat, karena selain menjadi tempat belajar, anak-anak bisa tetap bermain disana.
Harapan Setelah Madrasah Darurat
Sebelum Ibu Sarinah mengungkapkan harapannya ia terlebih dahulu bercerita tentang perjuangan pemugaran bangunan MI MA Seupang, dari yang kondisi bilik dan hateup sampai menjadi bangunan permanen.
Proses pemugaran bangunan madrasah adalah hasil swadaya masyarakat Seupang, karena sulitnya akses ke Seupang masyarakat secara kolektif menggendong batu bata dan bahan-bahan material dari tempat yang sangat jauh ke lokasi pembangunan madrasah.
Abah Arun juga mengungkapkan kesejahteraan guru-guru di MI MA Seupang, jika saat masa Kyai Wawi masih ada guru-guru di MA Seupang diangkat sebagai guru agama secaa masal, tapi sepeninggal Kyai Wawi kesejahteraan guru-guru di Seupang kurang di perhatikan.
Pasca bencana ini, selain mengharapkan hunian tetap sebagai rumah tinggal, Ibu Sarinah juga berharap madrasah Mathla’ul Anwar yang telah berpuluh-puluh tahun dan menjadi pilihan utama masyarakat Seupang dalam mendidik putra-putrinya agar tetap terus berdiri. Madrasah Mathla’ul Anwar adalah warisan intelektual Kyai Wawi bersama para tokoh lainnya, dan masyarakat Seupang berkomitmen untuk menjaga warisan tersebut.
50 tahun MI Mathla’ul Anwar Seupang menjadi saksi dalam membangun moral dan etika masyarakat, dibangun dengan swadaya dan berkala, panji Mathla’ul Anwar harus tetap berkibar, menjadi penerang, wahana mencerdaskan untuk masyarakat pelosok seperti kampung Seupang yang negara pun enggan untuk menyentuhnya.
Madrasah Ibtidaiyah Mathla’ul Anwar Seupang tidak akan pernah terbelakang, tidak akan mati, kan tetapi dia akan terus berkembang, disini akan tumbuh anak-anak yang berakhlakul karimah, yang tercerdaskan dan berkemajuan, menjadi mercusuar ilmu seperti yang dibangun dan diharapkan oleh Kyai Wawi.
* Oleh: Faiz Romzi Ahmad (Aktivis Himpunan Mahasiswa Mathla’ul Anwar)