Modernis.co, Malang – Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini atau NKCTHI adalah sebuah novel karya Marcella FP. NKCTHI merupakan kumpulan tulisan yang merefleksikan pengalaman personal banyak orang. Marcella menghimpun ribuan cerita dari berbagai sudut pandang. Novel tersebut kemudian diadaptasi dalam film oleh Angga Dwimas Sasongko dengan judul yang sama.
Saya adalah salah satu penikmat film-film karya Ernest Prakasa, Hanung Bramantyo, Riri Riza, Joko Anwar dan Angga Dwimas Sasongko dan masih banyak lagi director dan sutradara film-film Indonesia yang menurut saya tidak perlu untuk membaca Bukunya setelah menonton filmnya secara seksama.
Angga Dwimas Sasongko merupakan salah satu sutradara yang baru saya ketahui setelah boomingnya film NKCTHI, kenapa tidak, film NKCTHI adalah hasil dari kepiawaian Angga Dwimas Sasongko dalam menerjemahkan cerita dan gagasan dalam bahasa visual yang solid.
Memadukan antara kualitas estetika dan kesadaran seorang penutur cerita. Film-film Angga merupakan panjang tangan semesta utuh yang tak memerlukan informasi atau pengantar tambahan di luar film itu sendiri.
Dalam film terbarunya, Nanti Kita Cerita Tentang Hari Ini (NKCTHI), penonton bisa menikmati tanpa harus mengkonsumsi buku yang diadaptasi terlebih dahulu, dalam film tersebut Angga memiliki kepiawaian dalam menghidupkan cerita yang sederhana, tak memiliki konflik yang kuat, karakter-karakternya sesungguhnya sama sekali tidak ada yang istimewa, Angga berhasil menutup lubang besar tersebut dengan kepiawaiannya.
Lubang besar itu adalah bangunan konflik utama yang hendak menghadirkan duka dan trauma satu keluarga. Diceritakan bahwa ada satu rahasia yang berakibat pada masing-masing anggota keluarga, yang bahkan membuat seorang ibu tak memiliki peran besar dan nyaris tak bersuara selama 21 tahun.
Tentunya rahasia itu haruslah sesuatu yang sangat merusak, yang mengakibatkan keguncangan yang dahsyat, sebuah kehilangan yang besar atas sesuatu yang belum pernah dimiliki dan telah lama dinantikan, sesuatu yang menjadi sebuah harapan, sebuah luka yang tak tersembuhkan, sebuah aib yang memalukan, atau kesalahan yang harus ditanggung sepanjang hidup. Nyatanya tidak demikian.
Baik kiranya jika menghadirkan pembanding Novel Silsilah Duka (2019) karya penulis muda, Dwi Ratih Ramadhany. Novel ini bercerita tentang duka dan trauma yang disimpan oleh masing-masing anggota keluarga; seorang menantu yang dianggap biang kesalahan karena melahirkan bayi yang tak sempurna, mertua yang di balik semua sifat buruknya ternyata memelihara luka sepanjang hidup, seorang anak laki-laki sekaligus suami yang tak berdaya melindungi istri dari ibunya sendiri karena ia pun tumbuh dengan luka, dan cucu-cucu yang menyimpan dendam pada neneknya.
Ada penyebab kuat yang menyebabkan kerusakan masing-masing individu yang berimbas pada relasi keluarga. Silsilah Duka tanpa ragu menghadirkan sosok individu yang punya sisi hitam, yang berada di luar batas kenormalan. Inilah yang sesungguhnya menjadi pangkal yang menimbulkan lubang besar dalam NKCTHI; keengganan atau barangkali ketidakberanian untuk menghadirkan karakter yang memiliki kesalahan yang nyata, yang tidak bermain aman untuk menjaga keutuhan imaji sebuah keluarga yang terdiri dari manusia-manusia berhati malaikat.
Sepanjang boomingnya NKCTHI saya juga terus teringat pada film The Glass Castle (2017). Selain karena sama-sama mengangkat cerita satu keluarga, juga karena alur film yang dibuat maju-mundur, dengan potongan-potongan adegan yang secara visual dan rasa memiliki kedekatan.
Kekuatan The Glass Castle adalah pada kejujuran untuk menghadirkan seorang ayah yang gagal bertanggung jawab secara finansial, yang kerap membiarkan keluarganya kelaparan, yang pemabuk berat, namun tetap ingin keluarganya utuh dan bersatu atas nama cinta. Sang ibu pun tak hanya tampil sebagai pelengkap yang pasif.
Meski ia digambarkan sebagai perempuan yang tak berdaya untuk mengambil keputusan, sang ibu tampil sebagai manusia utuh yang punya mimpi pribadi untuk bisa menjadi seorang pelukis.
Dalam NKCTHI, karakter yang memiliki hasrat kuat hadir dalam sosok Aurora, anak tengah berprestasi yang selalu merasa diabaikan. Sebuah situasi unik yang membuat siapa pun akan berempati dan merasa “relate”. Aurora menunjukkan bagaimana tak selamanya anak yang berprestasi, yang paling punya kelebihan, menjadi bintang dalam sebuah keluarga. Situasi ini mengingatkan saya pada Wonder (2017).
Dalam Wonder ada sosok kakak yang sangat mencintai adiknya yang sejak lahir cacat. Siapa sangka, diam-diam sang kakak menyimpan kekecewaan karena selalu diabaikan dan menjadi yang nomor dua. Di sini, disabilitas si adik adalah pokok masalah yang kokoh, yang memiliki daya tonjok kuat untuk memorak-porandakan jiwa individu dan kesatuan sebuah keluarga.
NKCTHI adalah cerita tentang ketidaksempurnaan sebuah keluarga yang dijaga sedemikian rupa agar tetap berada dalam batas-batas kesempurnaan yang menjadi impian banyak orang dalam masyarakat kita. Asumsi saya, bahwa karya terbaik adalah menghasut, bersifat humanistik dan memercikkan air mata keteladanan.
Oleh: Mahdi Temarwut (Aktivis IMM Tamaddun dan Pegiat Literasi di Forsifa UMM)