Dari Kepala Menuju Hati

“Engkau mungkin bisa melupakan seseorang yang tertawa bersamamu, tapi takkan mungkin melupakan seseorang yang menangis bersamamu!”

-Kahlil Gibran-

Modernis.co, Surakarta – Dalam perjuangan sebuah ikatan, ada tangis, tawa, duka, lara dan kekecewaan. Begitu banyak menguras waktu, tenaga, fikiran dan finansial. Berapa banyak pengorbanan untuk menghidupkan sebuah ikatan, memang berat dan melelahkan, itulah kerja keras seorang aktivis muda, memikirkan umat dan kemaslahatan manusia.

Tak sekedar memikirkan perihal remeh temeh seperti sifat-sifat hedonisme yang mulai menyebar mahasiswa, lebih mengutamakan kepuasan daripada perihal asupan-asupan budaya memulung ilmu. Semua akan terkalahkan oleh semua hal-hal berbau dunia kesuksesan instan, ambang mata cobaan ataukah memang zamannya seperti ini.

Dari kacamata sejarah, menengok tempo dulu mahasiswa berteriak lantang, berbicara penindasan, demokrasi yang ternodai, kaum kapitalis yang menggeser ekonomi wong cilik dan bobroknya sistem pemerintahan. Kampus menjadi tempat diskusi mengeluarkan pemikiran-pemikiran bebas tanpa ada sekat, larangan, dan kritikan pedas slalu melontar ke dunia kampus.

Berbeda sekarang, kampus tak ada yang mengkritisi, terlalu nyaman dengan dunia perkuliahan dan memepet kepada Pemerintah sebagai ajang korelasi untuk masa depan ataukah sebagai ajang eksistensi. Entahlah.

Dulu kampus terkenal oleh kualitas dan kuantitas mahasiswanya, mencetak mahasiswa-mahasiswa sebagai agent of change, membawa gerakan perubahan dan pemikiran revolusioner untuk kemajuan sebuah negara.

Mahasiswa yang begitu cemerlang dengan gebrakan-gebrakan yang memberikan sumbangsih pengabdian untuk kemakmuran rakyat. Kampus tak mencetak akreditasi ijazah belaka, namun implementasi nyata bagi mahasiswa mendorong praktik-praktik nyata.

baca opini lainnya : IMM Sebagai Sayap Perkaderan Muhammadiyah

Jika menjadi pengusaha, berperan menciptakan lapangan pekerjaan dan mengurangi penggangguran.  Jika menjadi PNS, akan melayani masyarakat dan jujur dalam mengurus administrasi negara. Jika menjadi pemimpin, tercipta pemimpin yang sederhana, bijaksana dan mengabdikan diri sebagai pelayan rakyat.

Semua itu perlu dimulai dari sekarang, aktivis muda perlu belajar dari ativis-aktivis terdahulu. Berjuang secara ikhlas tanpa berharap imbalan, pujian dan ikhlas Lillahi Ta’ala. Kita sebagai kader Muhammadiyah lebih mengedapankan sisi-sisi kemanusiaan, ketimbang sisi-sisi egoisme yang kekanakan.

Seperti mengutip kata Tokoh Muhammadiyah, bapak Yunahar Ilyas “Sebagai organisasi terbesar di dunia, Muhammadiyah mempunyai prinsip sedikit bicara banyak bekerja. Kerja-kerja Muhammadiyah adalah kerja pembuktian dan ketulusan. Kader Muhammadiyah jangan berharap pujian. Kalau berharap pujian, jangan di Muhammadiyah!.” Gimana tertampar gak, dengan pernyataan bapak Prof. Yunahar Ilyas, menohok sampai kerelung jiwa.

Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah berdiri sebagai tempat aktivis muda Muhammadiyah dalam berjuang. Kaum cendekiawan dan shaleh intelektual muda. IMM sebagai wadah dan tempat untuk belajar dan menempa berjuang dalam persyarikatan.

Latar belakang IMM berdiri adalah pertama, Keadaan kehidupan umat dan bangsa; kedua, Keadaan kehidupan kemahasiswaan; dan ketiga, Keadaan kehidupan Muhammadiyah. Berdiri sebagai wadah pembelajaran mengabdi dan menghidupkan meski masih muda dan masih bergelar mahasiswa.

baca opini lainnya : Najih Prasetyo : Tiga Hal yang Harus Dimiliki Kader

Sebagai kader Muhammadiyah harus mempunyai jiwa tangguh, dalam tauhidnya, ibadah yang khusyuk dan thawadu’, menjunjung tinggi akhlak dan memperluas ilmu pengetahuan dengan meneladani ilmu padi, serta mempunyai rasa tanggung jawab setiap amanah yang dipikul.

Bagaimana IMM akan berkembang, jika mental kita sebagai aktivis muda masih cemen. Dikritik langsung pergi, dicaci langsung menghilang, diajak berjuang katanya memaksa, diberi nasihat katanya memarahi, dan sering sindir-menyindir tanpa menyelesaikan masalah dengan kepala dingin.

Jika pendiri IMM melihat problematika aktivis muda saat ini, mungkin akan menangis terharu. Ya tak apalah, asal kau jangan lari, jadikan ini sebagai proses pendewasaan untuk menjadi kader progresif dan militan.

Dalam dahaga ikatan yang penuh daya perjuangan aktivs-aktivis militan, kader yang berpijak pada Tri kompetensi dasar IMM dalam pergerakannya.

Pertama adalah Intelektualitas, sebagai intelektual muda yang memiliki kemampuan daya pikir rasional sehingga mampu melihat, mendengar, menganalisis serta memecahkan suatu problematika masalah.

Kedua adalah Humanitas, memfungsikan dan mengimplementasikan ilmu yang diperoleh di Perguruan Tinggi untuk mengabdi kepada masyarakat, bangsa dan negara khususnya bidang-bidang sosial kemanusiaan. Dan ketiga adalah Religiulitas, meningkatkan dan mengembangkan serta merealisasikan pemahaman ajaran agama Islam dan Kemuhammadiyahan.

baca opini lainnya : Pekaderan Adalah Alat Tempur Paling Mematikan

Mari kita sebagai kader penerus Muhammadiyah, menghidupi ikatan dengan tulus. Menjadi kader untuk menciptakan system perkaderan yang handal, solid dan profesional. Ayo membuang ego masing-masing, saling memaafkan atas kesalahan, dan melangkah mantab. Fokus utama adalah menghidupkan budaya keilmuan aktivis, implementasi gerakan kemanusiaan dan memperbaiki akhlak budiman.

Mari berjuang bersama tanpa merasa paling, saling merangkul tanpa memukul, saling berdiskusi bukan bersikut tangan dan menjadikan kader sebagai rekan berfikir untuk kemaslahatan umat. Memimpin ikatan dari kepala yang menggunakan sisi nurahi hati untuk bersikap memanusiakan sesama manusia. Abadi Perjuangan.

Oleh: Ulfa Diyanti (Mahasiswa IAIN Surakarta dan Kader IMM Ahmad Dahlan)

Redaksi
Redaksi

Mari narasikan pikiran-pikiran anda via website kami!

Related posts

Leave a Comment