Modernis.co, Malang – Istilah deep learning menjadi booming setelah Prof. Dr. Abdul Mu’ti, M.Ed, sebagai Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah di Kabinet Merah Putih mencanangkannya sebagai suatu yang baru di bidang pendidikan. Berita-berita yang beredar sejak akhir tahun 2024 juga menyebutkan bahwa ia menggagas konsep “kurikulum deep learning” sebagai pengganti Kurikulum Merdeka.
Namun, penting untuk diperhatikan bahwa dalam konteks ini, istilah “deep learning” yang digunakan oleh Menteri Abdul Mu’ti merupakan konsep besar pembelajaran yang lebih ringkas namun pemahaman materi menjadi lebih terfokus dan kontekstual, sejalan dengan konsep mindful, meaningful, dan joyful learning.
Masa Depan Pendidikan Indonesia yang “Deep”

Sebuah era baru telah tiba di dunia pendidikan Indonesia. Di bawah kepemimpinannya, Abe Mu’ti mengajak seluruh elemen untuk mendukung pelaksanaan ide visioner tersebut, yang diharapkan dapat merubah cara belajar agar lebih mendalam.
Bukan hanya sekadar menghafal, tetapi lebih memahami secara kontekstual dan menyelami esensi pengetahuan hingga ke akarnya. Inilah filosofi di balik kurikulum pembelajaran mendalam atau yang dikenal dengan istilah Deep Learning.
Apa Itu “Deep Learning” dalam Kurikulum?
Sering kali, istilah deep learning sama seperti cara kerja AI, mencatat dan memahami semuanya kemudian mengambil esensi dari apa yang sudah terdata untuk menghasilkan informasi versi “dirinya berdasar data”. Siswa pun mestinya begitu, di mana guru dan siswa akan menggali lebih dalam sebuah pembalajaran dan mengambil makna-makna esensial darinya. Di sini Abe Mu’ti berusaha merealisasikan sisi humanis dan mendalam dalam pembelajaran.
Deep Learning di sini adalah sebuah pendekatan untuk membangun pemahaman yang kokoh. Jika selama ini kurikulum kita ibarat lautan yang dangkal dan sangat luas, di mana siswa hanya menyentuh permukaan banyak topik, maka kurikulum baru ini akan mengubahnya menjadi sebuah sumur ilmu yang lebih dalam.
Materi mungkin lebih ringkas, tetapi cara penyampaian dan pemahamannya dibuat sangat mendalam. Filosofi ini berlandaskan tiga pilar utama:
1. Mindful Learning: Belajar dengan penuh kesadaran dan kehadiran. Ini mendorong siswa untuk fokus pada proses, bukan sekadar hasil, sehingga setiap momen belajar menjadi bermakna. Guru diharapkan dapat mengembangkan pembelajaran yang mampu menghadirkan siswa secara penuh di dalam kelas, bukan absensinya, tapi jiwanya. Bukan hanya kelas berbatas dinding, namun tempat-tempat lain yang mendukung proses belajar.
2. Meaningful Learning: Belajar yang relevan. Siswa akan diajak untuk memahami “mengapa” mereka perlu untuk mempelajari sesuatu, dan bagaimana pengetahuan tersebut bisa bermanfaat atau diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Ilmu tidak lagi hanya bacaan yang ada di buku untuk sebatas hafal, tetapi menjadi alat untuk memecahkan masalah nyata, mengamalkannya untuk kebermanfaatan diri sendiri dan orang lain.
3. Joyful Learning: Belajar dengan gembira. Ketika siswa memahami tujuan dari apa yang mereka pelajari dan merasa terlibat, proses belajar akan terasa menyenangkan. Sekolah bukan lagi tempat yang menakutkan, melainkan ruang yang menginspirasi. Untuk menghadirkan tahap ini, diperlukan sekolah yang memberi vibes membahagiakan, dan dengan guru-guru yang selalu dirindukan dan ditunggu kehadirannya oleh siswa.
Mengapa Kita Membutuhkan Perubahan Ini?
Kurikulum yang terlalu padat sering kali membebani siswa dan guru. Siswa terpaksa mengejar target tanpa sempat mencerna materi, sementara guru kehilangan ruang untuk berkreasi dan berinteraksi secara personal dengan siswanya. Sehingga pembelajaran yang terjadi seringnya satu arah. Jika dibiarkan akan menghasilkan penghafal yang gagap untuk menanggapi dengan cepat hal-hal di sekitarnya. Mereka kehilangan kemampuan berpikir kritis dan problem solving.
Kurikulum pembelajaran mendalam hadir untuk menjawab tantangan ini. Dengan memberikan ruang lebih bagi guru untuk berimprovisasi dan bagi siswa untuk bereksplorasi, kurikulum ini diharapkan dapat:
a. Meningkatkan Kualitas Guru: Deep learning menginginkan bahwa pendidik bukan hanya pembaca materi, namun fasilitator sekaligus mentor untuk sisiwa. Guru diminta mampu untuk tidak hanya membacakan ulang materi yang ada di buku, melainkan juga mengembangkan dan menyesuaikan dengan kebutuhan siswa. Guru diharapkan dapat menjadi personal yang kreatif dalam membawa diri dan membawakan materi sehingga siswa memiliki kesadaran untuk belajar, dan memaknai materi pelajaran dengan suasana yang menyenangkan.
b. Menciptakan Siswa yang Kritis dan Inovatif: Alih-alih menghafal, siswa didorong untuk bertanya, menganalisis, dan mencari solusi. Ini adalah bekal yang sangat penting untuk menghadapi tantangan global di masa depan. Untuk mendatangkan level ini, guru memperbanyak interaksi siswa, melibatkannya penuh dalam proses belajar. Siswa diberi kesempatan untuk tampil lebih banyak.
c. Membangun Fondasi Karakter: Siswa perlu diberikan komitmen dasar, bahwa adab dan karakter terpuji itu lebih utama. Namun bukan berarti acuh terhadap kemauan belajar akademik. Semua harus berjalan beriringan dengan baik. Kemudian, siswa perlu mengetahui bahwa belajar tidak hanya tentang nilai akademis, tetapi juga tentang pembiasaan dan pembentukan karakter baik. Kurikulum ini menekankan pentingnya kolaborasi, empati, dan integritas, yang didukung dengan kemampuan akademik.
Menuju Masa Depan yang Lebih Cerah
Inisiatif kurikulum pembelajaran mendalam ini bukan hanya sekadar ganti nama, melainkan sebuah lompatan besar dalam visi pendidikan Indonesia. Ini adalah langkah berani untuk meninggalkan metode usang dan merangkul cara belajar yang lebih manusiawi, relevan, dan memberdayakan.
Tantangan di dunia Pendidikan selalu ada, berkembang seperti kebutuhan zaman dan arus global yang masif. Dengan dukungan dari guru, orang tua, dan siswa, serta masyarakat umum, kurikulum ini bisa menjadi pondasi kuat untuk melahirkan generasi penerus yang cerdas, berkarakter, dan siap menghadapi dunia yang terus berubah. Mari kita sambut era baru ini dengan semangat belajar yang lebih mendalam! (IF)